Danisha Putri atau yang akrab di sapa Anis, tidak menyangka niatnya ingin menolong persalinan seorang wanita yang menderita keracunan kehamilan justru berujung menjadi sasaran balas dendam dari seorang pria yang merupakan suami dari wanita tersebut, di kala mengetahui istrinya meregang nyawa beberapa saat setelah mendapat tindakan operasi Caesar, yang di kerjakan Anis.
Tidak memiliki bukti yang cukup untuk membawa kasus yang menimpa mendiang istrinya ke jalur hukum, Arsenio Wiratama memilih jalannya sendiri untuk membalas dendam akan kematian istrinya terhadap Anis. menikahi gadis berprofesi sebagai dokter SP. OG tersebut adalah jalan yang diambil Arsenio untuk melampiaskan dendamnya. menurutnya, jika hukum negara tak Mampu menjerat Anis, maka dengan membuat kehidupan Anis layaknya di neraka adalah tujuan utama Arsenio menikahi Anis.
Mampukah Anis menjalani kehidupan rumah tangga bersama dengan Arsenio, yang notabenenya sangat membenci dirinya???.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon selvi serman, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Meninggalkan kekasih tercinta.
Setelah cukup lama, Armada nampak melerai pelukan di antara mereka lalu meletakkan kedua tangannya pada kedua sisi bahu Anis, Armada menatap intens kedua bola mata Anis yang nampak merah karena menangis.
"Ada apa?? Apa yang membuatmu sampai seperti ini ??? Coba ceritakan!!!." dengan lembut Armada bertanya, meski kenyataannya hati Armada kini mulai tak tenang melihatnya.
Cukup lama tatapan Anis dan armada saling terkunci, sebelum kemudian ucapan Anis membuat Armada menggelengkan kepalanya seakan tak percaya dengan ucapan wanita itu.
"Aku ingin mengakhiri hubungan ini, maaf jika di dalam kebersamaan kita selama dua bulan ini aku pernah melakukan kesalahan pada anda." ucapan Anis membuat Armada menggelengkan kepalanya, seolah tidak terima dengan keputusan sepihak dari Anis.
"Tapi kenapa??? Bukankah kamu yang telah memintaku membuka hati untukmu lalu mengapa di saat aku mulai jatuh hati padamu, kau justru menginginkan perpisahan??." Armada yang terkenal dengan sikap dinginnya kini tampak berkaca-kaca kala berucap. Sakit, sudah pasti di rasakan Armada kecewa apalagi, namun Armada bukanlah sosok pria yang ingin memaksakan kehendaknya jika seseorang memilih ingin dilepaskan.
"Apa hatimu telah berpindah pada pria lain??." dengan tatapan dingin Armada bertanya, dan itu membuat hati Anis serasa di iris. Perasaannya pada Armada tak pernah berubah sedikitpun, namun demi ketenangan hidup keluarganya Anis harus melepas pria yang ia cintai dan menikah dengan seorang Ansenio Wiratama, pria yang begitu membencinya.
"Sampai saat ini perasaanku pada anda tidak pernah berubah sedikitpun, aku mencintai anda tuan Armada bahkan sangat mencintai anda. akan tetapi, demi satu dan lain hal yang tidak bisa aku ceritakan, aku harus mengakhiri hubungan ini. Percayalah, kebersamaan kita selama dua bulan terakhir ini adalah saat paling bahagia di dalam hidupku, sebuah kebahagiaan yang belum pernah aku rasakan sebelumnya." ungkap Anis. Kini perasaan Anis hancur lebur rasanya, ketika mengutarakan perpisahan pada Armada.
Setelah menyampaikan keinginannya di hadapan Armada, Anis pun berlalu meninggalkan Armada yang masih diam terpaku menatap kepergiannya.
***
Semalaman Anis tak dapat tidur, bayangan kebersamaan dengan Armada terus menari nari di ingatannya. mengingat begitu bahagianya ia ketika Armada bersedia membuka hati untuknya, kini terlintas dibenak dan pikiran Anis, hingga air matanya seakan enggan berhenti berlinang.
"Maafkan aku...."
Keesokan harinya, Anis pamit pada ayah, ibu serta adiknya, sebelum ia meninggalkan rumah orang tuanya. berat rasanya ia meninggalkan kedua orang tua serta adiknya, namun demi menjaga keselamatan anggota keluarganya dari tindakan buruk Ansenio Wiratama, Anis terpaksa menguatkan hatinya.
"Ingat Anis, ketenangan serta keselamatan ayah, ibu serta adikmu, kamu harus kuat menghadapi pahitnya hidup yang sebentar lagi akan menyambut kedatanganmu!." batin Anis seolah memberi semangat pada dirinya, sebelum kemudian mengayunkan langkah meninggalkan rumah orang tuanya. rumah yang entah kapan bisa kembali ia sambangi lagi setelah menikah dengan Ansenio Wiratama nantinya.
"Jaga dirimu baik baik nak !!! Ingat jika kamu membutuhkan sesuatu hubungi adik kamu!!." pesan ibunya dan Anis pun mengangguk.
"Baik Bu." ucapnya.
Setelahnya, Anis pun mulai mengayunkan langkah meninggalkan rumah orang tuanya. Anis sengaja tak menoleh karena tidak ingin sampai kelopak matanya yang kini telah di genangi air mata terlihat oleh keluarganya.
*
Seperti pesan yang dikirim oleh seseorang yang mengaku sebagai asisten pribadi Ansenio Wiratama semalam, Anis yang menumpangi taksi Online minta di turunkan di depan sebuah butik.
Sepuluh menit, dua puluh menit, hingga tiga puluh menit, yang di nanti tak kunjung datang.
"Kemana orang itu, bukankah semalam dia memintaku untuk menunggu di sini??." omel Anis yang sudah merasa jenuh menunggu.
"Apa jangan-jangan pria yang mengirimkan pesan padaku adalah penipu??." rasa kesal mulai timbul di hati Anis, hingga ia memutuskan untuk pergi dari tempat itu. Namun baru beberapa langkah, sebuah mobil mewah berhenti tak jauh dari posisinya saat ini.
Seorang pria berjas hitam turun dari mobil menghampiri Anis.
"Maaf atas keterlambatan saya, Nona." ucap pria itu dengan nada dan wajah datarnya.
Anis tak menjawab, ia justru menelisik pria itu dari ujung kaki hingga ujung rambut.
"Apa anda asisten pribadinya tuan Ansenio??." tebak Anis.
Pria itu mengangguk sebagai jawaban dari pertanyaan Anis, sebelum kemudian membukakan pintu mobil untuk Anis.
"Silahkan masuk Nona !!! Tuan Ansenio Wiratama telah menunggu kedatangan anda." tutur Jasen, sebelum kemudian kembali menempati kursi di balik kemudi setelah Anis masuk dan duduk di bangku belakang.
Kurang dari setengah jam, kini mobil mewah yang dikendarai Jasen tiba di gedung kantor urusan agama, di mana saat itu Ansenio telah tiba beberapa saat yang lalu.
Ketika memasuki pintu masuk utama gedung, pandangan Anis tertuju pada seorang pria yang kini mengenakan stelan jas berwarna biru Wardah dengan balutan kacamata hitam bertengger di hidungnya.
Menyadari kedatangan Anis, Ansenio lantas membuka kaca mata hitamnya, lalu mengisyaratkan Anis agar mendekat padanya. Anis yang tanggap lantas menuruti keinginan Ansenio, kini mereka duduk di bangku yang sama.
Bagi seorang Ansenio Wiratama tak sulit baginya untuk meyakinkan Wali hakim agar bersedia menjadi wali nikah bagi Anis. kedua bola mata Anis sudah di genangi air mata yang kapan saja bisa meleleh. bukan hanya karena akan menikah dengan seorang Ansenio Wiratama, namun karena pria itu menyampaikan pada wali hakim jika ayah dari calon istrinya telah meninggalkan dunia, dan pria itu juga mengatakan jika saat ini calon istrinya hanya hidup sebatang kara. dengan begitu tak ada alasan bagi wali hakim untuk menolak permintaan Ansenio.
***
Sah.
Sah.
Sah.
Ucapan kompak dari para saksi seakan menyadarkan Anis, jika pintu penderitaan telah terbuka lebar untuknya.
Sebuah seringai terbit di sudut bibir Ansenio ketika mendengar ucapan saksi.
Dengan ekor matanya Ansenio melirik tajam pada Anis. "Selamat datang di dalam kehidupan barumu, nona Danisha putri." lirih Ansenio dalam benaknya.
Ansenio yang hari ini sengaja libur bekerja, membawa Anis pulang ke kediamannya.
Mama Dahlia menatap bingung pada seorang gadis yang baru saja tiba bersama dengan putranya. dan tentunya mama Dahlia belum lupa siapa gadis itu, seorang dokter cantik yang melakukan tindakan operasi pada almarhumah menantunya, Ananda.
"Ansen, apa yang kamu lakukan dengan mengajak wanita itu ke rumah ini??." mama Dahlia melirik Anis dengan ekor matanya. dari tatapannya, Anis bisa menebak jika wanita paru baya tersebut tak suka dengan keberadaannya.
"Oh iya....Ansen lupa mengenalkannya pada mama, kenalkan mah, ini Danisha putri, menantu baru mama." pengakuan Ansenio di hadapan ibunya terdengar seperti ledekan di telinga Anis.
"Apa maksud kamu Ansenio??." tanya mama Dahlia, bingung dengan Maksud ucapan putranya.
Beberapa saat kemudian.
Melihat senyuman putranya yang terlihat begitu mengerikan akhirnya mama Dahlia pun paham, jika putranya melakukan semua itu dengan maksud dan tujuan tertentu.