Sebuah pulpen langganan dipinjam Faiq kini tergeletak begitu saja, pemuda yang suka menggodanya, mengusiknya dengan segala cara, ia tidak pernah kehabisan akal untuk mengerjai Vika.
Vika memandanya dengan harap si tukang pinjam pulpen itu akan kembali. Ia memelototi pulpen itu seolah memaksanya membuka mulut untuk memberitahu dimana keberadaan Faiq.
••••••••
Goresan Pena terakhir ini
Kini tinggalah kenangan
Yang pernah kita ukir bersama
Sekarang kau tak tahu dimana
Tak ada secarik balasan untukku
Akankah titik ini titik terakhir
Yang mengakhiri kisah kita?
Kisah kau dan aku
-Vika Oktober 2017
⏭PERHATIAN CERITA MURNI HASIL PEMIKIRAN AUTHOR, BILA ADA KESAMAAN TOKOH MAUPUN TEMPAT, DLL. MERUPAKAN MURNI KETIDAK SENGAJAAN⏮
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kepik Senja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Gadis berjaket merah
Suara deru motor dari satu sisi ke sisi lainnya saling bersahutan. Para gadis dengan pakaian minim berjajar di sebrang jalan. Beberapa kali mereka kedapatan sedang melambaikan tangannya ke jajaran tiga pemuda tampan yang ada di sana. Faiq, Zaki, dan juga Aries.
"lo mandi nggak sih, Ris?" cletuk Faiq dengan sebelah tangannya dimasukan ke saku celana. Secara otomatis, Aries menyugar rambutnya yang berantakan. "Mandi lah, yang kali mau ketemu kalian tapi nggak mandi. Kalau kalian pergi gue gimana? Dunia gue tuh hampa tanpa kalian berdua." Jawab Aries melantur. Sudah tidak aneh lagi, karena memang begitu karakter seorang Aries. Kulitnya paling gelap jika dibandingkan dengan Faiq dan Zaki. Meskipun begitu dia adalah pribadi yang paling hangat dan ceria dibanding Faiq dan Zaki. "Hai, Mita, udah lama nggak liat" Aries melambaikan tangannya kepada gadis yang sedang digandeng oleh Zaki.
Ucapannya sukses membuat Wanda menatap Zaki tajam. Hanya sebatas itu, tidak ada hal lain yang bisa dilakukannya kepada laki-laki yang berstatus pacarnya itu. Karena jika ia membuat Zaki kesal sedikit saja, siap-siap saja hubungan mereka kandas. Karena siapapun pasti tahu, menjadi pacar Zaki tidak berarti akan menjadi satu-satunya di hati pria itu. Pacarnya berjajar dari Sabang sampai Merauke, sudah tidak tahu berapa ratus gadis yang dipacarinya kemudian dipatahkan hatinya.
"Namanya Wanda," jelas Zaki sambil tersenyum miring. Sungguh, senyum itu adalah senyum karismatik Zaki yang paling mempesona sekaligus paling menyebalkan di mata wanita. Kerena senyum itu menunjukan kemenangannya. Dia merasa bangga memiliki banyak kekasih sekaligus mantan.
"Gue balapan dulu," pamit Faiq pada kedua temannya. Kemudian laki-laki itu mendekati motornya yang sudah siap di garis start. Motor inilah yang membawa kesuksesan besar untuk geng motor mereka.
Dan begitu saputangan merah sudah menyentuh aspal, Faiq segera menarik gas kuat-kuat. Dinginnya angin malam yang mengetuk tulang hingga terasa ngilu tak menjadi hambatan baginya. Dia bersorak dalam hati, karena lawannya jauh tertinggal di belakang. Malam ini pasti akan menjadi pertunjukan menarik, Faiq akan mempermalukan lawannya itu.
"Shit!"
Motor yang dikendarai oleh Faiq oleng seketika, karena menghindari kucing yang menyebrang jalan. Dia sudah berusaha untuk menyeimbangkan motornya, tapi sulit. Hingga pada akhirnya, Faiq mencium trotoar. Tidak ada niatan menolong sama sekali dari satu pun lawannya malam ini, semua lawannya memburu garis finish. Hanya Faiq sendirian di jalan sepi itu. Dia melirik ke belakang, tepat di tempat seekor kucing orange yang coba dia hindari tadi. Syukurlah, kucing orange itu selamat.
Kucing itu memang selamat, tapi berbanding terbalik dengan keadaan Faiq sekarang. Dia tidak bisa bergerak, karena kakinya tertimpa badan motor. Mau berusaha sekeras apapun, Faiq tidak akan bisa. Sekujur tubuhnya sakit, terutama lengan kiri yang menghantam trotoar begitu keras.
"Kamu masih hidup?" sebuah suara menyadarkan Faiq yang hampir hilang kesadaran. Seorang gadis dengan jaket merah sedang menatap Faiq. Dan ketika terdengar helaan nafas panjang dari Faiq, gadis itu segera bergerak untuk memindahkan motor sport itu. "Bertahanlah, aku bisa kok angkat motornya," ujar gadis itu kepada Faiq. Dengan penuh keyakinan, meskipun susah, gadis itu terus berjuang untuk membebaskan Faiq dari dekapan motornya. Dan setelah berhasil, terbit senyum secerah matahari dari wajah yang tertutup tudung jaket merah itu. "Sini, aku bantu." Seorang gadis kecil yang diperkirakan usianya di bawah Faiq bisa mengangkat motor besar itu sendirian? Wonder woman? Anaknya? Atau mungkin, cucunya? Di tengah-tengah kebingungannya, tangan Faiq tetap menerima uluran tangan kecil gadis itu. Dengan penuh kehati-hatian Faiq didudukan di pinggir trotoar.
"Mananya yang sakit?" tanya gadis itu dengan penuh perhatian. Dengan tampang yang masih terlihat bodoh, Faiq memegang lengan kirinya. Detik itu juga gadis itu memeriksa lengan Faiq. Lengan itu dipijat dengan sangat hati-hati, gadis itu tampak serius ketika melakukannya. "Syukurlah tangan kamu nggak patah. Tapi nanti coba periksa ke rumah sakit buat mastiin,mungkin sedikit retak."
Faiq tidak bicara. Dia sibuk memperhatikan gadis itu. Penerangan di sana sangat minim, membuat Faiq harus memicingkan matanya. Dan yang ia lihat hanyalah sebuah tahi lalat di sudut kiri bibir gadis itu. Turun kebawah Faiq bisa lihat jam tangan berwarna coklat dengan sedikit warna emas. Dia kembali memperhatikan gerak-gerik gadis itu. Lucu, bagaimana dia bisa sekuat itu untuk mengangkat motor besar dengan postur mungilnya? Gadis itu berlutut di hadapannya, dan memegang pergelangan kaki Faiq, benar-benar tidak ada lucu-lucunya.
"Aw! Kaki gue sakit, Bego!" menyadari bahwa dia baru saja mengumpat penolongnya, Faiq langsung bungkam sedangkan gadis itu malah tersenyum tipis, kemudian membenarkan pergelangan kaki Faiq dalam hitungan detik sampai terdengar suara tulang. "shit!" sekali lagi, Faiq mengumpat. Gadis itu tidak memedulikan perkataan Faiq yang kasar, bahkan dia sudah mengeluarkan sebuah plester dari plastik belanjaannya. Dengan penuh kehati-hatian ia tempelkan plester itu di pergelangan kaki Faiq yang terluka. "Cuma segini yang bisa aku bantu. Habis ini kamu ke rumah sakit ya! Semoga cepat sembuh."
Setelah mengucapkan itu, gadis berjaket merah itu pergi begitu saja. Beberapa kali menengok kebelakang mendapati Faiq yang masih memperhatikannya.
"Lo nggak apa-apa, Iq?" tanya Aries yang baru saja turun dari motornya. Dia segera menghampiri Faiq yang terduduk lemas di pinggir trotoar. "kenapa lo malah bengong gini, bukannya telepon gue atau Zaki?! Kalau lo mati sendirian di sini gimana? Bego amat sih lo!"
Mendengar omelan Aries langsung membuat Faiq kembali ke dunianya semula. "Gue nggak mati kok, Ris. Pikiran lo horor amat." Kemudian, Faiq melirik Zaki yang berdiri di samping kirinya. "Sorry banget bro. Gue udah bikin malu geng motor kita."
"Santai aja, lagi pula bukan Si Evan yang finish duluan. Sekarang kita ke rumah sakit dulu," Zaki segera memapah Faiq.
Faiq mengangguk paham, dia melangkah sambil dipapah oleh kedua sahabatnya. Dia masih penasaran dengan gadis berjaket merah penolongnya. Dia siapa?
...*...
...*...
...*...
...TBC...
...Thanks for Reading 💙🌻...
Jangan lupa like dan komen ya🫶
Luv You All💙🌻
^^^🐞Kepik senja^^^