Eila Pertiwi tidak pernah membayangkan seorang Max William Lelaki Famous di Sekolahnya yang menjadi incaran banyak Gadis, tidak ada hujan atau badai tiba-tiba menyatakan perasaan padanya, padahal mereka tidak dekat sama sekali.
Namun di sisi lain, kehidupan Max William yang dianggapnya sebagai 'konglomerat manja yang hanya bergantung pada orang tuanya' ternyata jauh dari ekspetasi-nya, Lelaki itu selama ini memiliki banyak rahasia dan luka nya yang selama ini ditutupi dengan rapih.
"Gue, kan, udah bilang. Semua hal tentang Lo, Gue tau."
"Suapi, Eila.."
"Jangan coba-coba Eila. Lo cuman milik Gue, faham?"
"Gue bakal buat pelajaran siapapun yang berhasil curi senyuman manis Lo."
"Because, you are mine." Max meniup telinganya, "Cuman Gue yang boleh liat. Faham, Cantik?"
Semua ini tentang Max William dan segala sikap posesif dan manjanya yang seiring waktu membuat pertahanan Eila Pertiwi runtuh, dia terjebak dalam semua skema rangkaian yang dibuat Lelaki Berandalan itu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon oviliaa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Acara Tahunan Sekolah
"PENGUMUMAN!! SELURUH SISWA-SISWI ZENITH HIGH SCHOOL DIWAJIBKAN UNTUK BERKUMPUL DI AULA!"
Suapan terakhir Siomay itu tidak langsung dikunyah dengan benar oleh Eila, Gadis itu celingak-celinguk melihat beberapa Siswa-siswi mulai memenuhi panggilan dari Pengumuman yang barusan dikeluarkan oleh pihak Sekolah.
"Ish, udah, Max. Gue kenyang. Lagian itu, kan, Bakso punya Lo." Protes Eila saat Max kembali menyuapkan bola-bola daging dari mangkuk pesanan Lelaki itu.
Max menurut, meletakkan kembali sendok itu ke mangkuk. "Tadi Lo liatin Natalie makan Bakso, jadi Gue beli ini buat Lo." Ucap Max.
Eila mendengus mendengarnya. Padahal tadi dirinya melihat Natalie, kan, karena Max sendiri.
"Pacaran terus! Ayo ke Aula, woy." Ucap Natalie yang muncul tiba-tiba.
"Lo dari mana sih?" Tanya Eila, sebal ditinggalkan berdua dengan Lelaki gila yang kini menopang dagu menyantapnya intens.
Natalie nyengir kuda. "Hehe.. Habis ngerampok. Perut kenyang, hati senang."
Eila menggeleng samar. Berdiri tiba-tiba membuat Lelaki di sebelahnya kontan saja menatapnya.
"Mau kemana?"
"Lo nggak dengar tadi ada Pengumuman?"
Max menggeleng, terlalu larut memandangi wajah menggemaskan Eila saat makan membuatnya gagal fokus.
Eila menghela nafas panjang. "Disuruh ke Aula."
"Ya, udah. Ayo." Max ikut berdiri, menangkap tangan Eila seenaknya membuat Gadis itu mengerutkan alisnya.
Eila menarik lepas tangannya dari genggaman tangan Max. "Lo ke sana sendiri. Gue mau sama Natalie."
Sebelum sempat Max mencegah, Eila sudah menyeret Natalie, membawanya pergi.
Max berdecak kesal, lagi-lagi Natalie. Kenapa sih Eila betah sekali berduaan dengan Sepupunya itu. Sial, Bagaimana ini? Masa Ia cemburu dengan Sepupunya sendiri yang notabene seorang Gadis.
Meski begitu, dengan wajah sedatar papan triplek Lelaki itu mengikuti ke dua Gadis itu dari belakang, menyembunyikan masing-masing tangannya ke saku celana, berusaha keras mencegah dirinya sendiri untuk tidak mencubit pipi Eila yang kini tengah tertawa bersama Natalie.
Aula Zenith High School terletak di Gedung Utama Sekolah, ruangan seluas dua Lapangan bola itu biasanya digunakan untuk acara-acara yang diselenggarakan oleh Sekolah atau sebuah pemberitahuan.
Saat mereka sampai Aula hampir penuh, Natalie dan Eila mengedarkan pandangan mencari kursi kosong dan kebetulan sekali mereka dapat melihat Marco, Javier dan Eric.
Bahkan kini Marco sudah melambai-lambai, memberi kode mereka untuk menduduki tiga kursi kosong yang disediakannya.
Saat Eila berniat duduk di sebelah Natalie, Max dengan cepat menariknya duduk di sampingnya. "Loh, Max!"
Natalie yang melihat itu mendengus, dengan pasrah Gadis itu duduk di antara Max dan Marco.
Padahal kan biasanya kalau ada Pengumunan begini Ia dan Eila akan sibuk ngerumpi daripada mendengarkan Pengumuman, alhasil mereka harus bertanya lagi pada Ketua Kelas tentang inti dari Pengunaannya.
Sepertinya isi pikirannya sama dengan Eila, Gadis itu melayangkan tatapan membunuh pada Max.
Max mengulum senyum geli, melihat itu. Wajah Eila memerah karena marah, pipinya menggembung dengan bibir mencebik lucu. Apakah Eila mengira kalau dia berekspresi seperti itu Max akan takut?
Shit, she's so cute..
Ingin sekali memberi pelajaran pada bibir mungil yang sedang mencebik karena kesal itu, tapi Ia belum bisa melakukannya kalau hanya dirinya yang menginginkan itu.
Meskipun Max terkesan memaksakan hubungan ini, tapi Ia tidak mau memaksakan kehendak lainnya yang berujung membuat Eila membenci dirinya.
"Asli, teman Lo nyeremin ya, Mar. Senyum-senyum kaya psikopat begitu. Gue kok jadi khawatir sama Eila." Bisik Natalie pada Marco.
Marco mengangguk setuju. "Serem sih, tapi kayaknya nggak mungkin di apa-apain. Eila itu pawangnya." Bisik Marco.
Mereka berdua cekikikan membuat Javier yang berada di sebelah Marco melirik sinis ke duanya yang asik bergosip itu. Well, sepertinya Natalie menemukan pengganti teman gosipnya.
Hal itu sukses membuat Eila iri. Tidak mungkin juga kan mengajak Lelaki di sebelahnya itu bergosip, Max melipat tangan didepan dada menatap lurus ke depan meski sesekali akan meliriknya.
Seolah memastikan kalau Eila tidak kabur. Eila menghela nafas, menghadap ke depan berusaha fokus mendengarkan. Semoga saja suara Pak Kepsek hari ini tidak seperti sedang mendongeng dan berhasil membuatnya tertidur.
"EHEM! JADI ALASAN KALIAN DI KUMPULKAN DI SINI. SAYA SELAKU KEPALA SEKOLAH ZENITH HIGH SCHOOL PERTAMA-TAMA SAYA INGIN MENGUCAPKAN TERIMA KASIH SEBESAR-BESARNYA PADA DONATUR JUGA SISWA-SISWI YANG SAYA CINTAI DAN BANGGAKAN--"
Eila menguap, mendengar pidato panjang kali lebar yang dijabarkan oleh Lelaki dengan rambut putih hampir memenuhi seisi kepala itu.
Ia heran kenapa suara Pak Panji-- Kepala Sekolah Zenith High School itu begitu enak didengar sampai kelopak matanya sulit sekali ditahan untuk tidak tertutup.
Tidak kah Bapak mengerti kondisi anak-anak Muridnya. Kenapa tidak jadi Penyanyi Dangdut saja? Apa perlu Eila daftarkan, Pak.
"Eh?"
Eila tersentak kecil saat tiba-tiba tangannya digenggam Lelaki yang duduk di sebelahnya itu.
Max menatapnya lembut. "Ngantuk?"
Lidah Eila kelu untuk menyahutinya, Max benar-benar out of Character. Kemana sebutan Lelaki Timun masuk Kulkas, jadi wajar saja Eila menganggapnya aneh.
Lama terdiam membuat Max dengan perlahan mendorong kepala Eila untuk menyender di bahunya.
"Tidur aja."
Yang benar saja, Eila tidak mau lagi menjadi serbuan ganas Fans yang menyebut dirinya sendiri Max Lovers itu. Lihatlah bagaimana Gadis-gadis di sekeliling mereka menatapnya sinis.
Cepat-cepat Eila menegakkan tubuhnya kembali. Eila tersenyum manis membalas tatapan tidak rela dari Max. "Nggak kok. Gue mau dengerin Pengumunan nya."
"Nanti Gue yang dengerin buat Lo."
Eila menggeleng. "Max, Gue nggak ngantuk kok. Beneran deh."
Max mendengus, bergumam tidak jelas meresponnya. Sebegitu tidak maunya Eila dekat-dekat dengannya. Lelaki itu kembali melipat tangannya didepan dada dengan tatapan lurus.
"... JADI KARENA ITU, SAYA INGIN MEMBERITAHU BAHWA SEKOLAH AKAN MENGADAKAN ACARA CAMPING TAHUNAN YANG AKAN DIADAKAN DUA HARI LAGI!"
Serempak kericuhan Siswa-siswi menyahuti Pemberitahuan itu. Sorak-sorai terdengar memekakkan telinga, mereka begitu bergembira. Setelah dipusingkan dengan materi-materi dan ulangan semester yang akan dilaksanakan sebentar lagi bisa sejenak terlupakan.
Max menoleh berniat melihat respon dari Eila atas Pengumunan yang barusan dikeluarkan oleh Kepsek.
Namun yang dilihatnya justru Eila yang berusaha keras menahan kantuknya, Gadis itu terus-menerus menguap dengan mata yang siap menutup, tapi Eila terus mencegahnya dengan mengerjapkan ke dua matanya berusaha untuk tetap terjaga.
Max terkekeh kecil. Dasar keras kepala. Sepertinya Ia jatuh cinta pada anak kecil yang sangat keras kepala dan tidur di setiap saat.
Dengan lembut Max kembali membawa Gadis itu untuk menyender pada bahunya saat Eila berniat protes Max lebih dulu meletakkan jari telunjuknya di bibir Eila, mengisyaratkannya untuk diam.
"Sthh.. Tidur, jangan banyak bicara. Cantik.." Ucap Max tanpa menerima bantahan.
Eila yang terlampau mengantuk dan Kepsek yang masih belum menyelesaikan Pidatonya membuat Gadis itu akhirnya pasrah, mengalah pada ke dua kelopak matanya yang sejak tadi begitu lengket itu.
Apa lagi jika Max tidak berhenti membelai lembut puncak kepalanya, membuat matanya semakin ingin tertutup saja.
Berselang berapa menit hingga akhirnya terdengar dengkuran halus menyapa indera pendengarannya. Ya, memang tidak sulit membuat Anak Kecil yang keras kepala untuk tidur.
Natalie yang melihat itu mendengus, merasa iri. Hell, kapan sih Pangeran berkuda putih datang menjemputnya dari Pasangan tidak tau tempat ini?
"Lo pengen ya, Nat? Sini nyender sama Gue." Celetuk Marco.
Natalie memberinya tatapan sinis. "Sorry ya, Lo bukan tipe Gue."
"Ck, Ganteng, mirip Farel Bramasta gini bukan Tipe Lo? Pantes aja nggak laku, standar Lo ketinggian." Marco mencibir dengan julid.
"Apa?! Farel Bramasta? Mirip apanya? Jempol Kakinya aja Lo nggak mirip." Sungutnya kesal.
"Lo ya!" Terlampau terluka dengan nyinyiran pedas Natalie, Marco sampai kehilangan kata-kata.
"Apa? Itu fakta ya!"
Marco berdecak. "Untung, Cantik Lo."
"Emang Gue, Cantik." Natalie mengibaskan rambut panjangnya hingga mengenai wajah Marco, semakin emosi saja Lelaki itu dibuatnya.
Selamat ya author..
👍👍👍👍👍
👏👏👏👏👏
♥️♥️♥️♥️♥️
musuh siapa yaa
Lanjut author 💪💪💪💪💪
♥️♥️♥️♥️♥️
😘😘😘😘😘
♥️♥️♥️♥️♥️