NovelToon NovelToon
Love Or Tears

Love Or Tears

Status: sedang berlangsung
Genre:Mengubah Takdir / Tukar Pasangan
Popularitas:3.5k
Nilai: 5
Nama Author: Putu Diah Anggreni

Rani seorang guru TK karena sebuah kecelakaan terlempar masuk ke dalam tubuh istri seorang konglomerat, Adinda. Bukannya hidup bahagia, dia justru dihadapkan dengan sosok suaminya, Dimas yang sangat dingin Dan kehidupab pernikahan yang tidak bahagia.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Putu Diah Anggreni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

ingin jujur

Rani terbangun dengan leher kaku dan punggung sakit. Ia mengerjapkan mata, membiasakan diri dengan cahaya pagi yang menerobos masuk melalui celah tirai. Butuh beberapa detik baginya untuk mengingat di mana ia berada dan apa yang terjadi semalam.

Ia menoleh ke arah tempat tidur dan melihat Dimas sudah terjaga, menatapnya dengan pandangan yang sulit diartikan.

"Pagi," sapa Rani canggung, suaranya serak karena baru bangun tidur.

"Pagi," balas Dimas pelan. "Kau... tidur di sini semalaman?"

Rani mengangguk, tangannya secara refleks merapikan rambutnya yang berantakan. "Ya, aku menjagamu. Demammu tinggi sekali semalam."

Dimas terdiam sejenak, seolah mencoba mengingat sesuatu. "Aku... apa aku mengatakan sesuatu semalam?"

Jantung Rani berdegup kencang. Haruskah ia memberitahu Dimas tentang Kayla? Atau lebih baik ia berpura-pura tidak tahu apa-apa?

"Kau... kau mengigau sedikit," akhirnya Rani berkata hati-hati. "Tapi tidak jelas. Mungkin karena demam."

Dimas mengangguk pelan, tapi Rani bisa melihat ada kelegaan di matanya. "Begitu ya. Terima kasih sudah merawatku."

"Sama-sama," Rani tersenyum tipis. "Bagaimana perasaanmu sekarang? Masih pusing?"

"Lebih baik," jawab Dimas, berusaha duduk. "Tapi masih lemas."

Rani bangkit dari kursinya. "Biar kubuatkan sarapan. Kau harus makan sesuatu sebelum minum obat lagi."

Saat Rani hendak melangkah keluar kamar, suara Dimas menghentikannya. "Adinda."

Rani berbalik, jantungnya berdegup kencang mendengar nama itu. "Ya?"

"Tentang ibumu..." Dimas memulai, tapi kemudian terdiam, seolah tidak yakin bagaimana melanjutkan kalimatnya.

Rani merasakan kepanikan mulai menjalarinya. "Apa tentang ibuku?"

Dimas menghela napas panjang. "Aku tahu hubunganmu dengan ibumu tidak baik. Tapi... mungkin sudah waktunya kalian bicara? Menyelesaikan masalah kalian?"

Rani terdiam, pikirannya berpacu. Ia tahu ia harus mengatakan sesuatu, tapi apa? Bagaimana ia bisa menjelaskan tentang hubungan dengan ibu yang bahkan bukan ibunya?

"Aku... aku akan memikirkannya," akhirnya Rani berkata. "Tapi tidak sekarang. Sekarang, kau harus fokus untuk sembuh dulu."

Dimas mengangguk, meski Rani bisa melihat ada kekecewaan di matanya. "Baiklah. Terima kasih, Adinda."

Rani cepat-cepat keluar dari kamar, takut Dimas akan melihat air mata yang mulai menggenang di pelupuk matanya. Di dapur, ia sibuk menyiapkan bubur dan teh hangat, pikirannya berkecamuk.

 Rani masuk membawa nampan berisi semangkuk bubur, segelas teh, dan obat.

"Ini, makanlah selagi hangat," ujar Rani lembut, meletakkan nampan di meja samping tempat tidur.

Dimas berusaha duduk, dibantu oleh Rani. Untuk sesaat, tangan mereka bersentuhan, dan keduanya merasakan getaran familiar yang sudah lama tidak mereka rasakan.

"Terima kasih," gumam Dimas, mengambil mangkuk bubur.

Rani duduk di tepi tempat tidur, memperhatikan Dimas makan dengan perlahan. Ada keheningan yang canggung di antara mereka, dipenuhi oleh kata-kata yang tidak terucap dan rahasia yang tersembunyi.

"Dimas," akhirnya Rani memecah keheningan. "Ada... ada yang ingin kukatakan padamu."

Dimas mengangkat wajahnya dari mangkuk bubur, menatap Rani dengan penuh tanya. "Apa itu?"

Rani menarik napas dalam-dalam. Inilah saatnya, pikirnya. Ia harus jujur. Tentang siapa dirinya sebenarnya, tentang bagaimana ia mengambil identitas Adinda, tentang semua kebohongan yang telah ia bangun selama ini.

"Dimas," Rani memulai ragu-ragu. "Ada hal lain yang ingin kukatakan padamu."

Dimas menatapnya, menunggu.

Rani menarik napas dalam-dalam. "Aku... aku bukan..."

Tiba-tiba, suara bel pintu memotong kalimatnya. Rani dan Dimas saling pandang, sama-sama terkejut dengan interupsi yang tidak diharapkan ini.

"Biar kubuka pintunya," ujar Rani, setengah lega setengah kecewa karena momen pengakuannya tertunda.

Ia berjalan ke pintu depan, membukanya perlahan. Dan seketika, ia merasa dunianya runtuh.

Di hadapannya berdiri Fajar, dengan ekspresi campuran antara kebingungan dan kelegaan. "Adinda," ujarnya. "Akhirnya aku menemukan rumahmu. Ada yang ingin kukatakan."

Rani terpaku di tempat, tidak mampu berkata-kata. Bagaimana mungkin Fajar bisa menemukannya di sini?

"Siapa itu, Adinda?" suara Dimas terdengar dari dalam rumah.

Rani merasakan panik mulai menguasainya. Ia tahu, saat ini juga, semua kebohongannya akan terbongkar. Dan ia tidak siap menghadapinya.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!