Untuk mengisi waktu senggang diawal kuliah, Om Raka menawari Alfath untuk menjadi tutor anak salah satu temannya. Tanpa fikir panjang, Alfath langsung mengiyakan. Dia fikir anak yang akan dia ajar adalah anak kecil, tapi dugaannya salah. Yang menjadi muridnya, adalah siswi kelas 3 SMA.
Namanya Kimmy, gadis kelas 3 SMA yang lumayan badung. Selain malas belajar, dia juga bar-bar. Sudah berkali-kali ganti guru les karena tak kuat dengannya. Apakah hal yang sama juga akan terjadi pada Alfath?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yutantia 10, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
S2 ( Bab 31 )
Hati Bu Fatimah mencelos melihat Hana terduduk di lantai sambil menangis. Gadis itu memeluk kedua lututnya dan membenamkan kepala di sana. Bahunya berguncang hebat karena tangis. Ibu mana yang mampu menahan tangis melihat putrinya seperti itu. Tadinya dia fikir, Hana ada di dalam kamar, tapi ternyata, anak gadisnya itu menguping obrolannya dengan Alfath sedari tadi.
Bu Fatimah ikut duduk di lantai, di pelukanya tubuh Hana sambil mengusap kepalanya.
"Yang sabar, Nak, mungkin Alfath memang bukan jodoh kamu." Bu Fatimah menyeka air mata, dikecupnya puncak kepala Hana beberapa kali. "Insya Allah, akan segera datang jodoh terbaik buat kamu. Manusia hanya bisa berencana, tapi Allah yang maha menentukan."
Pak Rinto yang berdiri tak jauh dari sana, terlihat menyeka air mata. Dia merasa sangat bersalah, karena perjodohan antara Hana dan Alfath, terjadi karenanya. Ya, dia yang secara tidak langsung, telah menghancurkan hati putrinya.
Hana terus menangis, tak sepatah katapun keluar dari bibirnya. Rasanya sakit sekali saat pernikahan yang sudah ada di depan mata, harus kandas begitu saja. Seperti gadis lain, dia juga memimpikan sebuah pernikahan yang indah dengan laki-laki yang dia cintai. Tapi sepertinya mimpi itu belum bisa terwujud. Dia teringat kembali pertemuan pertamanya dengan Alfath, dia jatuh cinta pada pandangan pertama pada pria itu.
"Allah tahu apa terbaik bagi hambanya," Bu Fatimah menusap punggung Hana. "Allah akan menggantikan dengan yang lebih baik."
Pasti ada hikmah dari setiap kejadian. Bu Fatimah berusaha untuk mengambil sisi positif dari kejadian ini. Setidaknya, ini lebih baik daripada Hana dan Alfath sudah terlanjur menikah tapi harus berpisah. Tidak ada yang lebih menyakitkan dalam pernikahan, selain hadirnya orang ketiga.
"Maafkan, Papa," Pak Rinto ikut bersimpuh di lantai. "Maafkan Papa, Nak." Pria itu menunduk dalam, malu untuk menatap putrinya.
Hana melepas pelukan ibunya sambil menggeleng pelan. Dia tahu, kedua orang tuanya ingin yang terbaik untuknya, terutama dalam urusan jodoh. Tak ada yang harus disalahkan di sini, mungkin dia memang bukan jodoh Alfath. Meski kenyataan ini sangat menyakitkan, dia tak mau menyalahkan siapapun.
Pak Rinto menarik bahu Hana, membawa gadis itu ke dalam pelukannya. "Maafkan, Papa."
"Hana sudah ikhlas, Pa." Dia terpaksa berbohong agar papanya tak terus menyalahkan diri sendiri. Mudah untuk berkata ikhlas, namun kenyataanya, sulit sekali hati untuk mengikhlaskan. "Hana ikhlas menerima semua yang telah ditetapkan Allah untuk Hana."
...---------------...
Sementara Kimmy, gadis itu meringkuk di atas ranjang sambil menangis sesenggukan. Dia tak mengira jika Alfath sejahat ini padanya.
Aku masih belum menikah karena nungguin kamu.
Kalimat Alfath hari itu, terus menggema di telinga Kimmy. Dia meremat guling kuat-kuat menahan sakitnya dibohongi.
"Pembohong kamu, Al, jahat!" Dia memukul guling beberapa kali untuk melampiaskan sakit hatinya.
Ponselnya berdering, namun dia tak ingin melihat siapa yang menelepon. Saat ini, dia sedang tak ingin bicara dengan siapapun.
Dalam perjalanan pulang, Alfath mencoba untuk menghubungi Kimmy. Berkali-kali dia menelepon, namun tidak diangkat. Saat berhenti di lampu merah, dia memukul keningnya sendiri dengan kepalan tangan. Saat ini, dia merasa menjadi pria paling banggsat di muka bumi. Bukan hanya 1, namun dua orang wanita sekaligus yang dia lukai hatinya.
Sesampainya di rumah, Alfath langsung disambut dengan tatapan tajam oleh Mama Nara. Sepertinya, Pak Rinto sudah membicarakan soal pembatalan rencana pernikahan. Wanita yang sedang menunggunya di ruang keluarga itu, berdiri dan berjalan menghampirinya.
PLAKK
Sebuah tamparan Mama Nara daratkan di pipi anak bungsunya tersebut. Mata wanita yang telah melahirkannya itu memerah dan nafasnya terlihat memburu.
"Begini cara kamu mempermalukan Mama, Al?" Mama Nara menahan nada bicaranya agar tidak sampai membentak.
"Maafin Al, Mah." Alfath hendak meraih tangan mamanya namun lebih dulu ditepis kasar.
"Apa pernah, Mama dan Ayah mengajarimu menyakiti hati wanita? Apa pernah?" Mama Nara akhirnya berteriak. Dia memegang kedua lengan Alfath. "Bisa-bisanya kamu menyakiti Hana seperti ini." Dia menangis sambil mengguncang tubuh tubuh Alfath.
"Maafin Al, Mah. Tapi Al akan lebih menyakiti Hana jika rencana pernikahan ini dilanjutkan. Al tidak mencintai Hana."
PLAKKK.
Sekali lagi, Mama Nara menamparnya.
"Lalu kenapa kamu setuju dengan perjodohan itu jika kamu tidak mencintai Hana? Apa mau kamu? Apa kamu sengaja melakukan ini untuk mempermalukan Mama. Apa salah Mama sama kamu?" Mama Nara yang emosi sekaligus sedih, memukuli lengan Alfath. Ini bukan hanya karena dia kecewa tak jadi mendapatkan menantu seperti Hana, namun lebih dari itu, dia malu pada keluarga Pak Rinto.
"Mama gak salah, Al yang salah."
Mama Nara masih saja menangis sambil memukul lengan Alfath. "Apa penyebab kamu tiba-tiba membatalkan rencana pernikahan?" Dia sungguh ingin tahu, apa yang membuat putranya itu tiba-tiba berubah fikiran. Padahal baru beberapa hari yang lalu, mengatakan kalau mau ketemu WO, tapi hari ini, mendadak membatalkan semua itu. Pak Rinto tak mengatakan apapun tadi, pria itu hanya menyampaikan jika Alfath membatalkan rencana pernikahannya dengan Hana.