Dia Istriku

Rasanya Bang Hanggar belum ikhlas menarik diri apalagi batinnya sudah tidak kuat lagi menahan rindu.

"Danton.. ijin..!!!!!"

"B*****t, kau pasti mati." Tak hentinya Bang Hanggar mengumpat.

"Buka dulu, Mas. Siapa tau ada yang penting..!!" Bujuk Fanya.

Mau tidak mau Bang Hanggar menarik diri, wajahnya benar-benar kesal dan terlipat sembilan karena perkara batinnya belum tuntas.

"Danton......!!!!!"

"Diam kau..!!!!!!" Ucapnya geram.

Bang Hanggar membuka pintu rumah namun saat pintu terbuka, seorang wanita langsung menghambur dan memeluknya.

"Abaaang, Liaan pulang."

Bang Hanggar terpaku. Hatinya terasa tak karuan hingga air matanya menetes.

"Alhamdulillah Ya Allah." Bang Hanggar balas memeluk Arlian dengan erat. Beberapa saat kemudian Bang Hanggar melihat kedua bola mata Arlian yang kini bisa menatapnya. "Kamu bisa lihat Abang?"

Arlian mengangguk pelan. "Bisa, tapi tidak jelas. Lian harus pakai softlens khusus, baru bisa lihat Abang."

Tak lama Fanya keluar dari kamar tengah. Ia menunduk takut dan menyembunyikan perutnya dengan bajunya yang lebar.

Arlian mengintip sosok wanita tersebut lalu pandangnya beralih pada Bang Hanggar.

"Biar Abang yang jelaskan..!!"

"Lian tau, Bang Axcel sudah cerita. Lian juga kenal sama Fanya." Arlian mendekati Fanya lalu memeluknya.

"Tidak apa-apa. Jangan sedih lagi, Fanya. Kita besarkan anak ini sama-sama. Nanti aku dan Bang Hanggar yang akan menjaga anakmu." Kata Arlian.

Kening Bang Hanggar berkerut, Fanya hanya bisa menunduk lesu.

"Maafkan dan ikhlaskan pria jahat itu. Kamu aman bersamaku dan Bang Hanggar." Arlian kembali memeluk Fanya.

Bang Hanggar pun menarik lengan Bang Axcel keluar dari rumahnya dan membiarkan koper Arlian tergeletak disana.

"Apa maksudmu???"

"Aku terpaksa, aku tidak mungkin bilang pada Lian kalau kamu menikahi Fanya, aku bilang dia di perko*a orang dalam tugasnya." Jawab Bang Axcel.

"B*****t.. seharusnya kau jujur dengan keadaanku. Sekarang perut Fanya sudah semakin besar, aku tidak bisa buat dia stress."

"Aku juga tidak bisa biarkan adik perempuanku kembali gila..!!!!!" Ucap geram Bang Axcel.

"Setidaknya kau bicara denganku..!! Kalau seperti ini keadaannya. Kau membuat bom waktu dalam rumah tanggaku, bom yang bisa meledak kapan saja karena kedua istriku saling cemburu."

"Asal kau bisa memperhatikan adik ku dengan baik. Dia tidak akan membuang bom waktu."

"Aku punya dua istri, Cel. .................."

"Aku tidak mau tau, aku tidak peduli meskipun Fanya mati. Aku hanya mau tau, adik ku bahagia bersamamu..!!!"

Seorang pria menarik lengan Bang Axcel dan membantingnya. "Daan aku tidak peduli apakah Lian akan hidup atau mati. Yang aku tau, adik ku sudah menikah dengan Hanggar dan dia harus bahagia." Ujar Bang Prawira.

"Abang.. ada ribut apa?" Tanya Arlian dari dalam sana.

"Nggak ada apa-apa, dek..!!" Jawab Bang Hanggar tenang.

"Kalian berdua jangan menjadi b******n tengik dalam rumah tanggaku. Lian dan Fanya adalah istriku, mereka tanggung jawabku dan jangan pernah melangkahi aku lagi..!!" Ancam Bang Hanggar kemudian masuk ke dalam rumah.

Bang Axcel dan Bang Prawira saling lirik.

"Kenapa sifat sok tau dan cerobohmu itu tidak pernah bisa berubah????" Tegur Bang Prawira. "Kita sama-sama seorang Abang yang mencemaskan adiknya. Hanggar memang salah, tapi sebagai sahabat tentu kita paham di luar kepala bagaimana wataknya. Berilah Hanggar ruang untuk menyelesaikan masalah. Bagaimana pun juga Hanggar memang suami Fanya dan Lian." Ujar Bang Prawira.

~

Fanya tidak bisa mengatakan apapun, ia hanya bisa menangis tersedu-sedu di dada bidang Bang Prawira. Sebagai kakak tertua tentu dirinya merasakan kesedihan yang di rasakan adik perempuannya.

"Pulang sama Abang saja ya, ikut Abang tinggal di mess." Ajak Bang Prawira tidak tega.

"Fanya sudah benar tinggal disini, Bang. Di mess pasti sempit. Fanya tidak akan nyaman disana apalagi bumil pasti juga ingin merasa lega. Sekarang Lian sudah ada disini, Lian bisa ikut menjaga Fanya." Kata Arlian tidak merasakan ada sesuatu yang janggal. Padahal sebagai seorang wanita, dirinya bisa mencurigai Bang Hanggar saat suaminya 'hidup berdua' dengan wanita lain.

"Tapi......"

"Tidak ada tapi-tapian. Lian senang Fanya tinggal disini..!!" Sambar Arlian.

Jantung Fanya terasa berdenyut lemah, kesadarannya memudar.

"Fanyaaaaa..!!" Bang Prawira panik melihat adiknya pingsan.

Bang Hanggar pun tersentak kaget, jelas batinnya ikut panik namun ia berusaha menahan diri di hadapan Arlian.

Dengan sigap, Arlian memeriksa keadaan Fanya.

...

"Bagaimana dek?? Apa ada sesuatu yang bahaya dengan Fanya??"

Seketika Arlian menoleh dan Bang Hanggar jadi serba salah di buatnya.

"Maksud Abang......."

Arlian tersenyum mendengarnya. "Aman, hanya syok saja. Fanya stress. Makanya jangan ajak Fanya di mess. Disini lebih nyaman." Kata Arlian.

Sungguh Bang Hanggar terasa syok, nafasnya pun nyaris terhenti karena cemas melihat keadaan Fanya. Bukan hal mudah bisa membuatnya 'hidup' sampai saat ini.

Dalam rasa cemasnya, Arlian berjinjit dan memeluk Bang Hanggar. "Tidak rindukah Abang dengan Lian?"

Terang saja Bang Hanggar cukup kaget. Dirinya memang rindu, bahkan sangat rindu. Tapi terus terang saat ini dirinya sedang 'mati rasa'. Cemas memikirkan Fanya membuat dirinya tidak 'berselera' menguraikan rasa rindu.

"Nanti malam ya, sayang..!! Sekarang Abang masih lelah sekali. Tadi banyak pekerjaan di kantor." Tolak Bang Hanggar memberikan alasan terlogisnya.

"Okey, Arlian ngerti." Senyum Arlian tidak memudarkan cantiknya.

Saat itu Bang Hanggar langsung membalas peluknya.

"Untuk segala yang pernah terjadi di antara kita. Sungguh Abang minta maaf..!! Tidak ada sedikit pun niat Abang untuk menyakiti hatimu, percayalah selalu ada cinta untukmu dalam hati Abang." Ucap Bang Hanggar terdengar sendu.

"Iyaaa.. Lian percaya. Tidak ada suami seperti Abang. Apapun yang pernah terjadi, Lian percaya.. Abang pasti sayang sama Lian." Jawab Arlian penuh arti.

.

.

.

.