Tian Guo, ahli bela diri terkuat di Daratan Zhuyun yang dihormati sebagai pemimpin Istana Surgawi, menghadapi penderitaan terbesar dalam hidupnya ketika kekasihnya, Xie Mei, dan Ketua Sekte Naga Suci mengkhianatinya saat dia berusaha naik ke Alam Immortal. Dihancurkan oleh pengkhianatan yang tak terduga, Tian Guo hampir lenyap dalam petir kesengsaraan.
Namun, takdir berkehendak lain. Seratus tahun kemudian, jiwa Tian Guo reinkarnasi ke dalam tubuh seorang bocah bernama Tang Wuying. Dengan kesempatan kedua ini dari surga, Tian Guo bersumpah untuk membalaskan dendamnya. Memanfaatkan pengetahuan dan kekuatannya yang luar biasa, dia kembali menapaki jalan bela diri yang terjal.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Van_Liev, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 25 - Seleksi Kota Qinghe
Setelah menyerap pil Vena Naga, Tang Wuying memutuskan untuk fokus pada peningkatan tingkat kultivasinya. Dengan bakat tubuh Wuying dan pengalamannya sebagai Tian Guo, dia yakin bisa mencapai tingkat sembilan ranah praktisi dengan sisa waktu yang ada.
Langkah pertama dalam proses kultivasi adalah memusatkan pikiran dan mengendalikan energi qi dalam tubuhnya. Wuying memvisualisasikan energi qi yang mengalir melalui meridian-meridiannya, seperti sungai yang mengalir dengan tenang namun kuat. Ia mulai mengumpulkan qi dari sekitarnya, menarik energi dari udara, tanah, dan alam di sekitarnya.
Qi yang terkumpul di dalam tubuhnya mulai bergerak dengan lebih cepat dan intens, membentuk pusaran energi di dantian-nya. Wuying menggunakan teknik pernapasan yang dalam dan teratur untuk menjaga aliran qi tetap stabil dan kuat. Setiap tarikan napas membawa lebih banyak qi ke dalam pusaran energi, membuatnya semakin padat dan berenergi.
Dengan fokus yang mendalam, Wuying mulai memusatkan qi tersebut ke titik-titik penting dalam tubuhnya. Ia mengarahkan qi ke titik akupunktur yang berada di sepanjang meridian utama. Wuying mulai menggabungkan qi dari seluruh tubuhnya ke dalam dantian-nya. Ia merasakan energi yang luar biasa kuat berkumpul di pusat tubuhnya, membentuk inti qi yang stabil dan padat. Dengan setiap putaran energi, Wuying merasakan kekuatan yang semakin meningkat dalam tubuhnya.
Langkah berikutnya adalah memperkuat inti qi tersebut. Wuying menggunakan teknik meditasi tingkat tinggi untuk mengendalikan pusaran energi di dantian-nya. Ia memvisualisasikan inti qi yang berputar dengan cepat, semakin padat dan kuat dengan setiap putaran. Proses ini memerlukan ketenangan, karena inti qi harus dipadatkan hingga mencapai kestabilan yang sempurna.
Dengan waktu yang terus berjalan, Wuying terus memperkuat inti qi-nya, mengarahkan energi tersebut ke seluruh tubuhnya. Ia merasakan kekuatan yang mengalir melalui otot-ototnya, memperkuat setiap serat dan jaringan dalam tubuhnya.
Hari kedua dan ketiga berlalu dengan cepat. Wuying menghabiskan hampir seluruh waktu ini dalam meditasi, hanya berhenti sejenak untuk makan dan beristirahat singkat. Dari tingkat lima, dia naik ke tingkat enam, tujuh, delapan.
Pada hari keempat, tepat pada hari seleksi di Kota Qinghe, dia mencapai puncak latihannya. Wuying merasakan terobosan besar. Energi qi-nya berdesir dengan kekuatan yang dahsyat, membanjiri seluruh tubuhnya dengan kekuatan baru. Dia bisa merasakan setiap serat ototnya, setiap sel dalam tubuhnya, dipenuhi dengan energi yang luar biasa.
"Ini dia!" Wuying berseru dalam hati. Dengan sekali dorongan terakhir, dia memfokuskan seluruh energinya mendorong melewati batas terakhir.
Sebuah ledakan qi terjadi dalam tubuhnya dan Wuying merasakan dirinya mencapai tingkat sembilan. Dia membuka matanya, merasakan kekuatan yang mengalir di seluruh tubuhnya.
"Dengan ini, aku bisa menghadapi seleksi Sekte Pedang Surgawi dengan penuh keyakinan," katanya.
Setelah berhasil mencapai tingkat sembilan, Tang Wuying dengan cepat membersihkan diri dan berganti pakaian yang layak. Tak lama kemudian, seorang pelayan mengetuk pintu kamarnya.
"Tuan muda, Tuan Jinhai sudah menunggu Anda di ruang kerjanya."
"Baik, terima kasih," jawab Wuying sambil bergegas keluar kamar. Dia berjalan cepat menuju ruang kerja ayahnya, di mana ia menemukan Tang Jinhai sedang duduk dengan tenang di belakang meja besar dari kayu mahoni. Tetua Ketiga berdiri di sampingnya dengan tangan terlipat di belakang punggung.
"Sudah siap, Wuying?" tanya Tang Jinhai dengan nada tenang.
"Sudah, Ayah," jawab Wuying dengan mantap.
Tang Jinhai mengangguk, lalu menyampaikan beberapa kata nasihat.
"Wuying, ayah tahu kau telah berlatih keras dan mempersiapkan diri untuk seleksi ini. Ayah ingin kau ingat bahwa keluarga Tang selalu mendukungmu. Berikan yang terbaik dan buatlah kita bangga," kata Tang Jinhai dengan suara tegas.
"Terima kasih, Ayah. Aku tidak akan mengecewakan keluarga."
Tang Jinhai mengangguk, lalu menoleh ke arah Tetua Ketiga. "Tetua Ketiga akan mendampingimu selama seleksi ini. Dia akan memastikan keselamatanmu dan memberikan bimbingan jika diperlukan."
Seorang pria paruh baya dengan rambut abu-abu dan wajah penuh kebijaksanaan mengangguk sopan kepada Wuying.
"Kita harus segera berangkat agar tidak terlambat. Waktu adalah esensi dalam hal ini," ucap Tetua Ketiga.
Wuying membungkuk hormat kepada ayahnya sebelum berbalik dan mengikuti Tetua Ketiga keluar dari ruang kerja. Mereka berdua berjalan cepat menuju gerbang utama kediaman keluarga Tang dimana sebuah kereta kuda sudah menunggu. Kereta itu diukir dengan lambang keluarga Tang dan ornamen mewah yang menyelimuti tiap sisinya.
Perjalanan menuju tempat seleksi berlangsung dalam keheningan. Setibanya di tempat seleksi, mereka disambut oleh pemandangan ramai. Para peserta seleksi dari seluruh Kota Qinghe berkumpul masing-masing dengan harapan dan ambisi mereka sendiri.
Tetua Ketiga menepuk bahu Wuying dengan lembut.
"Ingatlah ajaran-ajaran yang telah kau pelajari. Tetap fokus dan jangan biarkan apapun mengganggumu."
...-...