Aku Bukan Wanita Malam

HAPPY READING

🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷

Kening Alexa kembali mengernyit saat menemukan sebuah dompet warna pink didalam tas itu. Bisa dipastikan bahwa pemilik dompet itu pasti seorang wanita, karena mana mungkin pria bisa memiliki barang girly seperti itu?

Alexa membuka dompet itu. Seketika dia terperangah melihat wajah seorang gadis cantik terpampang dalam foto yang ditemukannya dalam dompet itu. Kecantikannya begitu alami dan sederhana, dengan senyum lepas yang menghiasi wajah cantik dan imutnya.

Alexa bertanya-tanya dalam hatinya, siapa wanita ini? Mengapa Ranvi menyimpan barang-barangnya? Alexa mengeluarkan KTP yang ada dalam dompet itu dan membaca identitas pemiliknya.

Azizah Mutiara

Dilihat dari tanggal lahirnya, gadis ini lima tahun lebih muda darinya dan Ranvi. Alexa semakin penasaran dengan sosok pemilik barang-barang itu. Sepertinya wanita ini sangat special bagi Ranvi, hingga barangnya saja disimpan dengan baik diruangannya.

Apa wanita ini yang mengubah sikap Ranvi, hingga tiba-tiba menjadi dingin terhadapnya?

Entah kenapa dia merasa cemburu memikirkan tentang hubungan Ranvi dengan perempuan ini. Mungkinkah ini perasaan karena kehilangan kehangatan dan perhatian dari sahabatnya?

🍂🍂🍂🍂🍂🍂

Flashback On

"Apa-apaan ini?! Kamu memang benar-benar anak yang tidak berguna! Disekolah, kamu tidak pernah becus untuk mendapatkan juara pertama!! Setiap ada perlombaan, kamu juga selalu kalah!! Kamu selalu saja membuat Papa malu!! Kapan kamu akan membuat Papa bangga seperti kakakmu?!" Teriak Marko marah, sambil melempar rapor berisi nilai Ranvi kewajah putra bungsunya itu.

Ranvi yang mengenakan seragam putih abu-abu karena saat itu dia masih berstatus sebagai murid SMA dengan usia 17 tahun, bangkit dari sofa.

"Papa pikir aku tidak berusaha? Aku selalu berusaha Pa, untuk membuat Papa bangga. Aku belajar dengan keras. Berlatih dengan sangat keras. Tapi mungkin aku memang belum beruntung. Setidaknya aku sudah berusaha. Apa Papa tidak bisa, menghargainya sekali saja?" Ucap Ranvi antara sedih, kesal dan lelah.

Padahal dia sudah bekerja keras untuk membuat orang tuanya bangga. Dia menghabiskan waktunya untuk belajar dan belajar tanpa henti. Saat teman-temannya asik bermain, dia malah belajar dan berlatih hanya demi mencapai kebanggaan dari orang tuanya yang selalu menganggapnya tidak berguna.

Namun usahanya seakan tidak ada artinya sama sekali dimata papanya, karena dia selalu gagal menjadi juara.

"Papa hanya ingin kamu bisa membuat papa bangga seperti kakakmu! Dan kalau kamu gagal, itu artinya kamu tidak berusaha dengan maksimal! Jadi tidak usah banyak bicara, karena itu hanya omong kosong!"

Parvi dan mamanya hanya bisa diam melihat papanya memarahi adiknya tanpa ampun. Tidak ada yang berani menimpali, sebab papanya adalah orang yang paling berkuasa dirumah itu. Dan tidak ada yang berani membantah segala ucapan maupun keputusannya.

"Pa sudah Pa. Jangan terus-terusan menekan Ranvi. Setidaknya kan dia sudah berusaha. Dan sebagai kakak, aku sangat bangga padanya." Ucap Parvi yang akhirnya angkat bicara membela adiknya, karena tidak tega melihatnya terus menjadi sasaran amukan sang ayah.

"Kamu lihat kakak kamu! Dari SD dia selalu juara pertama, bahkan juara umum. Dan dia juga selalu menang dalam setiap perlombaan! Tidak pernah ada kekalahan! Tidak seperti kamu yang tidak pernah becus!"

Ranvi menghela nafas kasar sebelum berlalu tanpa mengatakan apapun. Percuma saja bicara atau membela diri, yang ada dia akan semakin makan hati melihat sikap pilih kasih ayahnya.

"Mau kemana kamu! Papa belum selesai bicara!!" Marko berteriak keras melihat Ranvi berlalu begitu saja, padahal dia belum selesai bicara. Kemarahan terhadap putra bungsunya yang tidak bisa diatur semakin meledak.

"Pa, sudah Pa. Kasian Ranvi," Tamara berusaha menenangkan suaminya yang hendak mengejar Ranvi, sebab dia tau suaminya pasti akan kembali menghajar putra bungsunya.

"Ini karena kalian selalu membelanya! Makanya dia jadi ngelunjak dan pembangkang!!"

Itulah yang selalu dialami Ranvi saat masih bersama keluarganya. Tekanan, intimidasi, kekerasan serta dibanding-bandingkan dengan kakaknya yang cerdas, jenius dan selalu bisa dibanggakan. Papanya hanya bisa melihat kegagalannya. Namun tidak pernah bisa melihat usahanya.

Alexa adalah sahabatnya di bangku SMA. Gadis itu tau bahwa Ranvi mencintainya. Namun dia tidak bisa membalas cinta Ranvi. Apalagi setelah dia bertemu dengan Parvi saat Ranvi sering mengajaknya kerumah untuk belajar bersama.

Meski sakit hati, Ranvi menerimanya. Dia sadar bahwa cinta tidak bisa dipaksakan. Dia berusaha keras melupakan perasaannya terhadap Alexa, apalagi setelah gadis itu jadian dengan kakaknya.

Meski bukan hal yang mudah untuk move on dari cinta pertamanya. Namun dia berusaha menerima bahwa cintanya bertepuk sebelah tangan. Namun usahanya sia-sia. Cintanya terhadap Alexa sudah begitu dalam. Akhirnya dia memilih untuk menyimpan perasaannya terhadap gadis itu.

Suatu hari Parvi mengajak Ranvi traveling manjat tebing. Meskipun Parvi selalu lebih unggul darinya, namun keduanya sama-sama hobi dengan dunia olahraga alam bebas tersebut. Kakak beradik itu tampak sangat asik melakukan kegiatan ekstrim itu.

Namun tanpa diduga, tali harness yang dikenakan oleh Parvi tiba-tiba putus.

"ARRRRGGGHHH!!!" Parvi menjerit dengan sangat keras saat tubuhnya terjatuh dari ketinggian tebing itu.

"Kak!! Kakak!!" Ranvi yang terkejut ikut menjerit melihat kakaknya celaka. Dia sangat shock dengan kejadian itu. Parvi meregang nyawanya karena insiden itu.

BUGH!!

Bogem mentah yang berasal dari tangan papanya mendarat diwajah Ranvi.

"Dasar anak tidak tau diri!! Belum cukup selama ini kamu sudah menyusahkan kami dengan menjadi anak yang tidak berguna?! Sekarang kamu malah membunuh kakakmu sendiri!!" Teriak Marko dengan tatapan membunuh menatap Ranvi.

"Tidak ada yang membunuh kak Parvi Pa! Itu semua kecelakaan." Dengan wajah memelas, Ranvi mencoba membela dirinya sambil mengusap wajahnya yang babak belur akibat pukulan sang papa. Bahkan kerasnya pukulan Marko, membuat darah segar keluar dari hidung Ranvi.

BUGH!!

Marko kembali melayangkan tinjunya kewajah putra bungsunya itu. Kemarahannya semakin memuncak mendengar anak itu masih berani membela diri setelah melenyapkan kakaknya sendiri! Putra yang sangat dibanggakannya, dan selalu bisa diandalkan.

"Masih bisa kamu membela diri setelah apa yang telah kamu lakukan?! Kurang ajar!!"

Marko menghajar Ranvi dengan membabi buta. Tamara dan Alexa yang mendampinginya hanya bisa menangis menyaksikan adegan kekerasan itu, tanpa berani menimpali atau melerai.

Alexa memang sudah sangat dekat dengan orang tua Ranvi. Selain karena dia sahabat Ranvi, gadis itu juga kekasih Parvi. Bahkan keduanya telah merencanakan pertunangan beberapa bulan mendatang. Dan musibah itu membuat Alexa sangat terpukul, lantaran impiannya untuk menjadi istri dari pria itu harus kandas karena maut.

Kesabarannya yang habis karena lelah terus dihajar layaknya binatang oleh papanya, Ranvi akhirnya menangkap lengan pria paruh baya itu dan menatapnya tajam.

"Cukup Pa!! Kenapa Papa tidak mau mengerti?! Dia itu kakakku!! Apa Papa pikir aku tidak sedih dengan kepergiannya?! Kalau papa sedih dan berduka, aku juga merasakan hal yang sama!!" Teriaknya dengan dada bergemuruh. Marko menepis tangan Ranvi dengan kasar.

BERSAMBUNG