NovelToon NovelToon
Di Balik Cadar Arumi

Di Balik Cadar Arumi

Status: tamat
Genre:Tamat / Cinta setelah menikah / Diam-Diam Cinta / Romansa / Menyembunyikan Identitas
Popularitas:20.8k
Nilai: 5
Nama Author: Mbak Ainun

Penasaran dengan kisahnya yuk lansung aja kita baca....

Yuk ramaikan...

Sebelum lanjut membaca jangan lupa follow, like, subscribe , gife, vote and komen yah....

Teruntuk yang sudah membaca lanjut terus, dan untuk yang belum hayuk segera merapat dan langsung aja ke cerita nya....

Selamat membaca....

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mbak Ainun, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 25

"Mas kelihatan capek banget. Wajah Mas pucat."

Arumi mengelus pipi pria yang masih berbaring.

"Ngantuk. Kamu tau kan, semalaman kita nggak tidur. Tadi di kantor pekerjaanku sangat banyak. Aku capek banget."

"Mas mau tidur?"

"He'eh. Aku istirahat sebentar ya, sambil menunggumu. Sepertinya pembeli ramai di depan."

"Iya, istirahatlah."

Arumi meninggalkan Aris yang sudah ingin sekali tidur. Sesaat setelah kepergian istrinya, Aris pun terlelap.

"Kamu capek?"

"Hu'um. Pengen langsung istirahat. Di toko ramai sekali. Maaf ya, Mas, jadinya kita batal wisata kuliner. Malahan Mas Aris menunggu sampai selarut ini." Arumi mengangkat kepala karena mereka telah sampai di rumah. Mobil berbelok, Aris menghentikan laju kendaraan.

"Nggak apa-apa, Sayang...."

"Eh, sebentar, Mas. Kenapa rumah kita terang? Siapa yang menghidupkan lampu?"

Arumi dan Aris sama-sama memandang ke dalam rumah. Bagian teras menjadi fokus mereka. Sebab, keduanya menangkap sosok seorang pria.

"Farhan!!" Aris menyebut nama cukup keras. "Kamu janjian dengannya, Rum? Kenapa juga pintu depan bisa terbuka?"

"Enggak, Mas. Aku juga nggak tau kenapa pintu bisa terbuka."

"Jangan-jangan Farhan--"

"Nggak mungkin Farhan yang melakukannya. Buat apa coba? Kalau dia ada niat jahat, nggak mungkin juga dia nongkrong di situ."

Aris memilih cepat-cepat turun daripada menanggapi pembelaan istrinya atas diri Farhan. Pria sahabat Arumi itu sudah terlanjur mendapat predikat negatif di mata Aris. Sehingga, tebakan Aris pun menjadi buruk.

Farhan yang mengetahui kedatangan si pemilik rumah sejak mobil masuk ke pelataran, saat ini masih duduk tanpa berdiri menyambut Aris. Rasa tidak suka Aris pun bertambah melihat sikap Farhan.

Saat menaiki tangga teras, pandangan Aris teralihkan oleh kehadiran seseorang di ambang pintu.

"Mas Aris!"

"Arin!"

Arin adalah adik kandungnya. Gadis itu membawa baskom berisi air hangat dan handuk kecil.

"Ngapain di sini bersama ... ."

"Mas Farhan." Arin menyambung ucapan Aris yang menggantung.

"Kalian saling kenal?" Kini, Arumi datang mulai menanyai keduanya.

"Gue baru saja mengenal Arin. Maaf kalau membuat kalian curiga dengan kehadiran gue di sini." Farhan mengutarakan alasannya.

"Iya, Mbak, Mas." Arin

menyela. Ia ingin menjelaskan

kenapa dirinya dan Farhan ada di rumah Aris. "Tadi Arin kena

jambret. Terus ditolongin sama

Mas Farhan. Mas Farhan mengejar jambret yang membawa tasnya Arin. Ternyata jambret itu sudah menunggu di gang sempit bersama dengan komplotan mereka. Akhirnya mereka menyerang Mas Farhan. Dan jadilah seperti ini."

"Kamu nggak apa-apa, Arin?" tanya Aris khawatir.

"Nggak apa-apa, Mas. Tapi Mas Farhan ...." Arin tidak meneruskan ucapannya. Ia mendekati Farhan bersama dengan baskom yang ia bawa.

"Maaf, gue merepotkan kalian."

"Saya yang minta maaf, Mas. Sudah menyusahkan orang yang tak dikenal," balas Arin.

"Jadi, kalian baru saja kenal karena kejadian ini?" tanya Arumi.

"Iya, Mbak. Jambret itu membawa tasku. HP, dompet dan semuanya raib. Untung Mas Farhan yang sudah terluka begini mengajakku pergi dan mau mengantarkan sampai di sini. Setelah sampai di rumah ini, Mas Farhan bilang kenal dengan pemilik rumah ini. Jadi, Arin masuk lewat jendela dapur dan menemukan kunci cadangan di belakang kulkas. Mbak Rum kan pernah menunjukkan tempat menyimpan kunci. Syukurnya pintu depan bisa kebuka."

"Syukurlah kalian nggak kenapa-kenapa," ucap Aris.

"Mas Farhan terluka, Mas...." Arin memprotes.

"Santai saja. Luka seperti ini sudah biasa," sela Farhan, tak ingin dikasihani.

"Saya kompres lukanya, Mas, maaf." Arin berjongkok di depan Farhan.

"Eh, ja-jangan!" Farhan memindahkan kakinya agar tidak disentuh Arin. "Gue nggak apa-apa. Biar gue obati di rumah saja."

"Mas Farhan mau pulang?"

"Arin, sepertinya akan lebih baik jika Farhan cepat pulang. Ini sudah malam." Aris menunjukkan ketegasannya.

"Tapi--"

"Iya, benar. Gue juga masih ada urusan. Terima kasih tehnya, Arin." Farhan meraih cangkir berisi teh yang sudah menghangat, lalu menyesapnya. "Kapan-kapan gue datang lagi."

Farhan berdiri di Arin.

"Gue pamit dulu." Pamitnya.

"Terima kasih, ya, Dam. Semoga lukanya nggak kenapa-kenapa," ucap Arumi.

"Ya, sama-sama."

Farhan melangkah menuruni teras.

"Farhan!" Panggil Aris. Farhan berhenti mendadak, lalu menoleh.

"Terima kasih sudah menyelamatkan Arin." Aris mengucapkannya dengan lantang.

"Sama-sama." Farhan menjawabnya sambil melangkahkan. Ia melangkah menuju motor besar miliknya. Sesaat kemudian, suara knalpot racing menggegerkan suasana malam. Aris dan Arumi sampai menutup telinga. Sementara Arin malah tersenyum mengantarkan kepergian pria bertato itu.

"Arin, masuk!" seru Aris. Arumi menggandeng iparnya untuk diajak masuk.

"Surat-surat pentingku hilang, Mbak. KTP, kartu mahasiswa, HP-ku juga."

Arin merengek di dekapan kakak iparnya.

"Nanti biar diurus Mas Aris. Soal HP, besok kita beli yang baru."

"Beneran, Mbak?"

"Iya. Mbak Eh, ngomong-ngomong, sudah memberi kabar mama?"

"Belum. Lupa."

"Ya, sudah. Pakai HP Mbak. Sana, kabari mama."

"Titip kerjaan sebentar. Tolong." Nijar meletakkan laptop yang menyala di meja kerja Evan.

"Mau ke mana?" tanya Evan.

"Buru-buru amat." Aris menyela.

"Penting. Ada janji dadakan sama seseorang," jawab Nijar.

"Ke mana?" tanya Evan.

"Utari. Kalian kan tau kalau nggak ada masalah yang lebih penting selain dari Utari ."

"Ada apa dengan Utari?" Aris menegakkan punggung, terlihat cemas.

"Kabar terbaru, dia ada di kota ini," jawab Nijar. Ia terburu-buru mengenakan blazernya.

"Tau dari mana? Hoax kali. ..." tanya Aris lebih antusias.

"Nggak mungkin. Orang yang kusewa bukan orang sembarangan. Utari ada di kota ini. Dan kalian perlu tau, dia sudah berubah. Dia mengenakan jilbab. Gimana nggak tambah cinta aja gue ...."

"Mas, bangun!" seru Arumi dengan gerak tangan lembut mengelus bagian pipi. Pria yang masih terpejam itu menggeliat teratur. Mengerjab, kemudian setelah mengetahui diri seseorang yang membangunkannya, Aris menelungkupkan tangan memeluk tubuh Arumi hingga jatuh menimpa dada.

"E-eh!! Jangan begini!"

Arumi memegangi dada Aris agar tercipta jarak. Posisinya tidak membuatnya nyaman. Ia berada di atas tubuh Aris.

"Bangun, sholat subuh. Mas mau ngapain? Udah hampir azan ini." Arumi memperingatkan. Aris melirik jam di dinding kamar mereka.

"Ck!" Ia berdecak kecewa.

"Kita sholat berjamaah, ya? Arin juga sudah bangun."

1
Merah Mawar
Ok cukup bagus
Bellenav
Buruk
Retno Harningsih
up
Retno Harningsih
lanjut
Retno Harningsih
up
Retno Harningsih
lanjut
Retno Harningsih
up
Retno Harningsih
lanjut
Retno Harningsih
up
Retno Harningsih
lanjut
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!