NovelToon NovelToon
Istri Tak Ternilai

Istri Tak Ternilai

Status: tamat
Genre:Tamat / Pengganti / Cinta Seiring Waktu / Keluarga / Romansa
Popularitas:13.3M
Nilai: 4.9
Nama Author: Desy Puspita

Terbangun dari koma akibat kecelakaan yang menimpanya, Lengkara dibuat terkejut dengan statusnya sebagai istri Yudha. Jangan ditanya bagaimana perasaannya, jelas saja bahagia.

Namun, Lengkara merasa asing dengan suaminya yang benar-benar berbeda. Tidak ada kehangatan dalam diri pria itu, yang ada hanya sosok pria kaku yang memandangnya saja tidak selekat itu.

Susah payah dia merayu, menggoda dan mencoba mengembalikan sosok Yudha yang dia rindukan. Tanpa dia ketahui bahwa tersimpan rahasia besar di balik pernikahan mereka.

******

"Dia berubah ... amnesia atau memang tidak suka wanita?" - Lengkara Alexandria

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Desy Puspita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 24 - Titik Temu

Waktu menuntut Lengkara untuk menjawab semua penantian panjang dalam hidupnya. Setelah melewati perjalanan panjang, mata Lengkara seolah terbuka tentang kehidupan Bima yang sesungguhnya.

Agaknya nasib Lengkara hari ini benar-benar baik, walau belum apa-apa hatinya sudah kacau begitu melihat sebuah rumah yang terlihat menenangkan dari kejauhan. Seperti rumah lama, rumah impian yang dihuni untuk hari tua.

Masih Lengkara pandangi dari kejauhan, dia yakin tempat ini sudah benar. Mata Lengkara membasah kala menangkap sosok wanita paruh baya yang keluar dari rumah itu. Seketika air mata itu benar-benar luruh, baru melihat ibunya hati Lengkara sudah kacau luar biasa.

"Apa perlu masuk ke dalam, Nona?"

"Tidak, Pak ... tetap di sini," pinta Lengkara berusaha menahan pria yang dia bayar untuk satu hari ini, mereka menunggu dari tempat yang tidak begitu jauh, tapi bisa dipastikan aman.

Cukup lama Lengkara menunggu, hingga ketika Bima keluar dari rumah itu dia meringkuk lantaran khawatir tatapan tajam yang terlihat curiga ke arahnya akan membahayakan. Jantung Lengkara berdebar tak karuan, tapi sesaat kemudian Bima tampak tak peduli dan masuk ke mobilnya.

"Kita ikuti orang itu, Nona?"

"Tidak, Pak ... tunggu saya di sini."

Begitulah ucapan Lengkara sebelum dia turun. Sejak awal tujuannya mengikuti Bima adalah untuk menemui Yudha, tidak peduli apapun itu. Terserah bagaimana perasaan Yudha padanya, saat ini Lengkara hanya ingin penjelasan, itu saja.

Kenapa dia dibohongi, kenapa seakan dibuang dan kenapa juga Yudha mengambil keputusan sepihak tanpa peduli bagaimana perasaannya. Perlahan, langkah Lengkara memasuki pekarangan rumah itu.

Bukan bangunan yang terlalu mewah, tapi mata Lengkara terpikat dan bisa merasakan kenyaman di rumah ini. Kakinya sudah berdiri di ambang pintu, tapi hati Lengkara mendadak ragu.

Pandangan Lengkara justru tertuju ke kamar utama yang kini tertutup rapat. Sama sekali Lengkara tidak tahu siapa yang ada di sana, tapi hati Lengkara seakan menuntun untuk mencaritahu lebih jelas.

Lengkara yang sudah terlanjur basah memulai secara sembunyi-sembunyi, kini memilih mandi sekalian. Mulutnya sudah terkunci untuk bicara ataupun berteriak memanggil nama Yudha, untuk itu dia memilih memantau Yudha dari luar.

Bukan main gugupnya, perasaan ini lebih menyeramkan dibandingkan mereka yang dahulu kerap bertemu diam-diam di belakang rumah. Kacau, takut dan sakit seolah menggerogoti hatinya secara bersamaan.

Mata indah Lengkara mulai menelisik kamar berukuran sedang itu, tidak begitu luas itu dari luar. Hingga di menit ketiga, beribu pertanyaan yang tadinya membelenggu di kepalanya seakan terjawab begitu mendapati Yudha keluar dari kamar mandi dengan bantuan kursi roda di sana.

"Mas Yudha ...."

Masih dengan mata yang kini membulat sempurna, hatinya pedih bak tersayat sembilu secara sengaja. Kemarahan dan kebencian yang kemarin sudah membuncah seakan lenyap, tergantikan dengan rasa sakit melihat keadaan kekasihnya.

Tidak ada Yudha yang meninggalkan karena dia anak konglomerat, tidak pula Yudha membuangnya karena menyebalkan. Dia mengenal Yudha begitu lama, pria itu memang selalu merasa tidak pantas bersanding dengannya, bahkan di awal hubungan mereka juga terjadi karena Lengkara yang memaksa.

Kembali, Lengkara lagi-lagi menangis tanpa suara kala melihat Yudha susah payah berpindah dari kursi roda ke atas tempat tidur. Sulit sekali, terlihat sulit sekali hingga berakhir jatuh dan kepalanya terbentur ke bibir ranjang.

Bersamaan dengan teriakan Yudha, pintu terbuka dan terlihat ibunya cemas. Secepat mungkin wanita itu membantunya beranjak, sementara Lengkara kini susah payah menutup mulutnya.

"Yudha kenapa tidak panggil ibu, Nak."

"Aku tidak apa-apa, Bu ... tadi kurang fokus."

Lengkara bisa mendengar jelas suaranya, seketika dia benci sekali jawaban Yudha yang mengatakan bahwa dia baik-baik saja. Ya, sejak dahulu selalu begitu, pria itu seolah membantah takdir yang jelas tidak baik sama sekali.

"Baik-baik saja apanya, Mas?"

Lengkara tidak lagi mampu berdiri, dia bersandar di tembok seraya mengatur napas yang kini seakan hendak terputus. Kepalanya sakit, Lengkara merasakan pahit dan tidak dia temukan penawarnya.

"Ini sudah tiga kali, Yudha, kepala kamu bisa bengkak jika terus begini."

Sama halnya seperti Lengkara yang hancur, ibunya juga demikian. Yudha yang biasanya mampu bergerak cepat, kini untuk pindah dari satu tempat ke tempat lain sesulit itu.

Kecelakaan tiga bulan lalu mengubah hidup Yudha 180 derajat, pria itu mengalami cidera serius yang membuatnya lumpuh. Yudha tidak berharap lebih untuk kembali seperti semula, karena untuk bisa kembali duduk dan bernapas saja dokter sudah menyebutnya sebagai keajaiban.

"Tidak, Bu jangan khawatirkan aku ... ibu dari mana?" bukannya menjawab, Yudha justru balik bertanya hingga membuat ibunya menggeleng pelan.

"Beli santan, Bima minta ibu masak opor."

"Cih, sudah punya istri masih minta masakin sama ibu," gumam Yudha yang membuat hati ibunya tergores, dia bingung apa putranya sadar dengan keputusan yang dia ambil.

"Lanjutkan kegiatanmu, ibu masak dulu biar nanti sebelum pulang dia makan dulu."

Yudha mengangguk pelan, pria itu kembali meneruskan kegiatan yang tadi sempat terhenti. Menggores canvas dengan kuas yang ada di tangannya, sebuah bakat terpendam yang dahulu terpaksa dia kubur demi menjadi asisten Zean.

"Mari kita lan_ hm? Kok cepet, Bu? Santannya ketinggalan ya?" tanya Yudha kala menyadari seseorang kembali masuk dalam kamar, dia tidak segera menoleh karena masih fokus dengan lukisan keduanya.

"Iya ... santannya ketiggalan."

Deg

Yudha terhenyak kala mendengar suara lembut itu. Kuas yang dia genggam terlepas bersamaan dengan tetesan air mata yang tiba-tiba membasahi celana pendeknya.

"Lengkara?"

Tidak ada jawaban, yang ada hanya raungan Lengkara yang tiba-tiba jatuh ke lantai. Beberapa saat kemudian merangkak ke arah Yudha sembari meracau tak jelas. Tangisnya pecah, entah sudah berapa lama Lengkara menahannya hingga semenyakitkan itu.

"Ma-aaaas Yudha ...." teriak Lengkara terputus-putus, napasnya terdegar sangat sulit dan sejak tadi tidak berhenti memukul dadanya. Mirisnya, Yudha hanya bisa menatap tanpa bisa bangkit.

.

.

- To Be Continued -

1
Halimah
🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣
Halimah
🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣
Halimah
🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣
Halimah
🤣🤣🤣🤣🤣
Halimah
😂😂😂😂😂
Rika Anggraini
kenapa byk bawang....?
bikin pedih mata...
ada luka yg tak terlihat tp bs dirasa.
kl diposisi lengkara apa jadinya
syfh.BungaZahra
inget si Fadil ngendorse ngajak pak muh pakaian wanita. lucunya bikin sakit perut! 😂😂🤣🤣
syfh.BungaZahra
ᥬ🤣᭄ ᥬ🤣᭄ ᥬ🤣᭄ ᥬ🤣᭄ ᥬ🤣᭄
Rika Anggraini
perempuan dibohongi sama mengali kuburan sendiri
Faris Fahmi
silahkan mas🤣🤣🤣🤣🤣
Halimah
/Facepalm//Facepalm//Facepalm//Facepalm//Facepalm//Facepalm//Facepalm//Facepalm/
Halimah
🤣🤣🤣🤣🤣
Halimah
Amiiiiiin
Halimah
🤣🤣🤣🤣🤣🤣
Halimah
🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣
Halimah
🤣🤣🤣🤣🤣🤣
Halimah
🤣🤣🤣🤣🤣
Halimah
🤣🤣🤣🤣🤣🤣
Halimah
kyai sean.dateng👏👏
Halimah
nah loooo mau ditonjok😂😂😂
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!