kisah cinta anak remaja yang penuh dengan kejutan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon cilicilian, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Takdir
Dela dan Sella mendesak Dara untuk menceritakan semuanya. Mereka sudah berada di kafe sesuai janji Dara, suasana kafe yang tenang dan nyaman diharapkan bisa membuat Dara merasa lebih nyaman untuk bercerita. Mereka sangat penasaran dengan alasan Dara tiba-tiba bersikap baik kepada Andra dan alasan Dara tidak masuk sekolah kemarin.
Dela menatap Dara dengan tatapan yang penasaran. "Coba ceritain dari mulai lo nggak berangkat sekolah kemarin dan alasan lo baik sama Andra," tanyanya, dengan rasa ingin tahu yang besar. Rasa ingin tahunya begitu besar, terutama tentang perubahan sikap Dara yang tiba-tiba bersikap baik kepada Andra.
Dara menarik napas dalam-dalam, kemudian menghembuskannya perlahan. Ia tampak sedikit gugup, jari-jarinya memainkan sedotan minumannya. Ia menyiapkan diri untuk bercerita, menyadari bahwa cerita ini mungkin akan menguras emosinya. "Emmm, kalian masih inget waktu gue diajak sama Andra buat makan siang bareng habis pulang sekolah?" tanyanya, mulai bercerita dari kejadian yang paling baru.
Dela dan Sella mengangguk. Mereka masih ingat kejadian itu. Mereka penasaran apa hubungannya dengan alasan Dara menyetujui ajakan makan siang itu bersama Andra?.
"Gue mau makan di restoran sama Andra waktu itu, karena gue penasaran banget sama Andra yang kayanya udah kenal lama banget sama gue." Dara melanjutkan ceritanya. Ia mulai menjelaskan tentang rasa penasarannya terhadap Andra.
"Gue mendesak dia buat bicara jujur tentang semua yang menyangkut kedatangan Andra yang memang secara tiba-tiba dan entah itu kebetulan atau enggak. Andra yang datang ke taman waktu itu dan besoknya masuk sebagai murid baru. Dan itu tepatnya di kelas kita." Dara menjelaskan kronologi kejadian yang membuatnya penasaran.
Dela dan Sella merasakan keanehan yang sama. "Mungkin kebetulan aja, kali, Ra." Sella menjawab, mencoba untuk memberikan penjelasan yang rasional. Ia merasa bahwa semua kejadian itu hanya kebetulan belaka.
"Kemungkinan berapa persen cuma kebetulan, tapi kenapa tatapan Andra ke gue kayak tatapan orang yang udah kenal dari lama, Sell?" Dara bertanya, menunjukkan kebingungannya. Ia merasa ada sesuatu yang janggal dengan tatapan Andra.
Dela berpikir sejenak, kemudian memberikan sebuah kemungkinan. "Kemungkinan, ya, Ra, kalau Andra suka sama lo dari lama kali," ujarnya, mencoba untuk memberikan sebuah pemikiran logis. Ia merasa bahwa kemungkinan itu memang ada.
"Kalau emang suka sama gue dari lama emang gue kenal dia? Emang gue pernah ketemu dia? Enggak, Del. Gue sama sekali belum pernah ketemu sama dia." Dara menjawab dengan tegas. Ia merasa yakin bahwa ia tidak pernah bertemu dengan Andra sebelumnya. Ia merasa sangat bingung dengan semua kejadian ini. Ia merasa ada sesuatu yang disembunyikan oleh Andra walaupun Andra sudah berkata jujur padanya.
"Terus jawaban Andra gimana waktu lo tanya kayak gitu?" Dela bertanya, suaranya menunjukkan rasa penasaran yang besar. Ia ingin mengetahui jawaban Andra terhadap pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan Dara.
Dara melanjutkan ceritanya. "Waktu di taman katanya samperin gue doang yang dikira pingsan terus alasan dia pindah ke sekolah katanya bokapnya kerja di sini terus kalau pindah ke kelas kita, katanya nggak ada kelas lain yang masih kosong kecuali kelas kita," ujarnya, mengungkapkan jawaban Andra terhadap pertanyaan-pertanyaan yang telah ia ajukan. Ia merasa jawaban Andra terdengar masuk akal, namun tetap ada rasa curiga di dalam hatinya.
Sella menanggapi penjelasan Dara. "Emmm, masuk akal juga sih, Ra. Emang kenyataannya kelas kita yang masih bisa nerima murid baru," ujarnya, Sella merasa kemungkinan-kemungkinan yang telah dijelaskan oleh Dara ada benarnya. Ia merasa penjelasan Andra juga masuk akal, namun ia tetap merasa ada sesuatu yang disembunyikan oleh Andra, sama seperti yang dirasakan oleh Dara.
Dara mengusap rambutnya dengan kasar, menunjukkan rasa frustasinya. "Nggak tahu lah gue pusing" ujarnya, suaranya terdengar lelah. Ia merasa sangat bingung dan frustasi dengan semua kejadian yang telah dialaminya.
Sella memberikan pendapatnya. "Dari semua kemungkinan itu, harusnya lo nggak semakin deket sama Andra, dong, Ra." ujarnya, Sella merasa kalau Dara jangan terlibat terlalu jauh dengan Andra, karena Andra belum jelas tujuannya mendekati Dara.
Dara terdiam sejenak, menyesap minumannya, mencoba untuk menetralkan perasaannya. "Gue pulang kemaleman pas waktu sama Andra," ujarnya, suaranya terdengar lirih. Ia mulai menceritakan kejadian yang membuatnya tidak masuk sekolah kemarin.
"Terus, lo dimarahin?" Sella bertanya, suaranya terdengar khawatir.
Dara menggelengkan kepala. "Lebih dari itu, gue ditampar rasanya lebih dari sakit," ujarnya, suaranya terdengar sedikit tegar namun menyimpan rasa sakit. Ia menceritakan kejadian yang membuatnya sangat sedih dan terluka. Ia merasa sangat sakit hati dan kecewa.
Sella dan Dela menatap Dara dengan tatapan tidak percaya. Keduanya terdiam, sangat terkejut mendengar pengakuan Dara. "Beneran, Ra?" Sella bertanya, suaranya terdengar ragu-ragu.
Dara bertanya balik. "Tampang gue kelihatan bohong?" Ia melihat kedua sahabatnya menggelengkan kepala.
Dara melanjutkan ceritanya. "Keesokan harinya, niatnya gue mau sekolah tapi mood gue hancur banget waktu Mamah dengan tiba-tiba ngajak gue makan bareng, mungkin menebus rasa bersalah karena udah nampar gue," ujarnya, suaranya terdengar datar, namun raut wajahnya menunjukkan kesedihan yang terpendam. Ia merasa sangat sakit hati atas perlakuan ibunya.
"Pagi itu juga gue keluar rumah terus di jalan ketemu deh sama Andra dan gue diajak jalan ke pantai buat nenangin diri gue," Dara menjelaskan alasan kenapa ia menjadi dekat dengan Andra. Ia membutuhkan teman untuk menenangkan hatinya yang sedang terluka.
Dela dan Sella mengenggam tangan Dara, mencoba untuk menguatkan sahabat mereka. "Ra, kita selalu ada buat lo. Jangan merasa nggak enak buat minta tolong ke kita," Dela berkata, suaranya terdengar lembut dan penuh perhatian. Mereka ingin memberikan dukungan dan semangat kepada Dara. Mereka ingin Dara merasa bahwa ia tidak sendirian.
Sella menyetujui ucapan Dela. Mereka telah bersahabat begitu lama, saling berbagi suka dan duka adalah hal yang seharusnya dilakukan. "Tenang aja Ra, kalaupun Andra mau nyakitin lo atau keluarga lo, pastinya kita akan siap pasang badan buat lo," ujarnya, menunjukkan dukungan untuk Dara.
Dara tersenyum lebar, merasakan kehangatan dan dukungan dari kedua sahabatnya. "Makasih banget, gue sedikit lega bisa seterbuka ini sama kalian," ujarnya, suaranya terdengar tulus dan penuh syukur. Ia merasa sangat beruntung memiliki sahabat seperti Dela dan Sella.
Dela dan Sella mendekatkan tubuh mereka kepada Dara, kemudian memeluk tubuh Dara bersamaan. "Emmm, kalau salah satu dari kita ada masalah, pastikan kita selalu ada." Sella berkata, suaranya terdengar lembut dan penuh perhatian.
Dela melepaskan pelukannya, lalu menatap Dara dengan penuh perhatian. "Ra, kalau lo masih merasa sakit hati ketika lihat Mamah, lo bisa kok tinggal di rumah gue buat sementara sampai lo bisa sembuh dari sakit hati lo sama ornag tua lo," ujarnya, menawarkan tempat tinggalnya kepada Dara. Ia ingin Dara merasa aman dan nyaman. Ia ingin Dara merasa bahwa ia tidak sendirian.
Dara tampak berpikir sejenak. "Kayaknya nggak perlu deh, Del. Gue bakal coba buat bicarakan apa kemauan gue ke mereka," ujarnya, menunjukkan niatnya untuk menyelesaikan masalahnya dengan keluarganya sendiri. Ia ingin mencoba untuk berkomunikasi dengan keluarganya.
"Kalau memang mereka masih sayang sama gue, seharusnya mereka sadar. Tapi kalau mereka sama sekali nggak perduli sama gue, nggak papa gue nggak mau memaksa takdir. Kalau memang takdir gue kayak gini," Dara tersenyum getir, menunjukkan penerimaan terhadap apapun yang akan terjadi.
Dara telah mempersiapkan diri untuk menghadapi apapun. Ia telah siap untuk menerima apapun yang akan terjadi. Ia telah siap untuk menghadapi apapun yang akan datang. Ia telah siap untuk menerima takdirnya.