NovelToon NovelToon
Two Bad

Two Bad

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Selingkuh / Murid Genius / Cinta pada Pandangan Pertama / Cinta Seiring Waktu / Bad Boy
Popularitas:759
Nilai: 5
Nama Author: Aalgy Sabila

"Yang kalian lakukan salah."

Baik Meyra maupun Fero tidak mempedulikan apa yang mereka lakukan itu salah atau benar. Yang mereka tau ialah mereka senang dan puas karena melakukan hal yang mereka inginkan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aalgy Sabila, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Gazebo

◻️◻️◻️

"Lo gak capek hidup kayak gitu?"

Mayra mengedikkan bahu acuh. Ia menghembuskan napasnya keras-keras ke udara bebas. "Kalau gak gini gue gak idup."

Fero mengangguk saja. Ia tak berhak dan tak bisa memberikan saran apapun pada Mayra. Karna ia sendiri tak pernah mengalami jalan hidup Mayra. Cukup berada di sampingnya dan mendukungnya saja rasanya cukup.

Memang Fero siapa bisa berpikir seperti itu?

"Gue gak nyangka. Bunda ternyata mantannya daddy lo," ucap Mayra sambil terkekeh.

Fero tersenyum saja.

Tadi berempat. Tidak. Hanya bertiga; Mayra, Iren, dan Ando mengobrol banyak soal masa lalu mereka. Ternyata dulu Iren, Mauren, dan Lysa—mamanya Varidza berteman saat kuliah. Dulu nenek dan kakekmya tidak memperbolehkan Mauren untuk berpacaran, tapi bundanya sebenarnya selalu berpacaran di belakang orang tuanya salah satunya dengan Ando—daddynya Fero. Namun ternyata hubungan mereka ketahuan dan harus putus, ibunya dijodohkan dengan ayahnya dan menikah. Ando yang masih mencintai Mauren mencoba mencari informasinya lewat Iren, kalau melalui Lysa, pacarnya yang kelewat posesif akan marah.

Benih-benih cinta muncul diantara Ando dan Iren. Akhirnya mereka menikah dan pergi ke spanyol, meninggalkan segala kehidupan di Indonesia. Spanyol merupakan tempat kedua orang tua Ando lahir, walaupun Mayra tak melihat kalau Ando itu seperti bule—daddy bilang bahwa mamanya orang Indonesia, wajahnya menurun dari sana. Sedangkan Fero, dia menuruni gen grandpa nya. Sehingga orang akan aneh dengan keluarga mereka, tidak terkecuali Mayra. Ayah ibunya berwajah oriental, tapi anaknya berwajah blasteran.

Mayra tertawa mengingat saat daddy bilang bahwa dia sempat melakukan tes DNA pada Fero, karna takut anaknya sebenarnya tertukar. Namun hasilnya malah membuatnya tak bisa berkutik, bahwa Fero memang benar anaknya.

Fero sendiri malah merenggut kesal.

Sekarang perawakan Fero mirip sekali dengan grandpanya. Maka tak akan ada lagi yang meragukan bahwa Fero merupakan anggota keluarga granpa.

"Kapan lo balik lagi ke Indo?"

"Waktu gue mau masuk sd."

"Udah lama juga ya." Mayra mangut-mangut saja. "Lo gak pernah ke Spanyol lagi?"

"Kalau mommy sama daddy sebulan sekali ke Spanyol. Kalau gue cuman waktu libur sekolah."

Mayra berdecak. "Gayanya kayak anak teladan. Cuman waktu libur sekolah. Biasanya juga gak sekolah."

Fero berdecak. "Lo sendiri?"

"Seperti yang gue bilang tadi. Gue emang suka keluyuran—bolos sekolah, tapi otak gue tetep berjalan dengan lancar."

"Kenapa?"

Mulai lagi virus kenapa—dari Fero ini.

"Dari kecil gue udah rajin, selalu juara umum, ikut olimpiade sana-sini. Kegilaan gue dimulai saat Sma, semuanya hancur. Udah jadi kebiasaan gue buat belajar, gue gak bisa menghilangkan kebiasaan gue sejak kecil. Jadi walaupun gue sering bolos di sekolah, setidaknya gue belajar waktu di rumah."

"Senakal-nakalnya lo, harus bisa meluangkan waktu buat belajar. Biar nakal tapi gak boleh bego-bego amat. Nakalnya berkelas. Jangan sampai satu kali satu aja jadi dua. Bego!"

Kok nyelekit ya?

Mayra menepuk bahu Fero, "kalau lo nyesek berarti lo ngerasa."

Fero menatap datar Mayra. Sialan!

◻️◻️◻️

Mayra membawa nampan yang berisi latte, capuccino, dan makanan ringan lainnya ke gazebo yang berada di belakang rumahnya—lokasi tempat mereka berada sedari tadi. Lagipula ini masih terlalu awal untuk pergi tidur. Mayra disuruh menginap oleh kedua orang tua Fero, ada kamar tamu yang kosong. Mayra juga tak keberatan, ia malas pulang. Kalau ke apartemen males juga, pokoknya mager Mayra ini.

Tadi Mayra sempat mengeluh lapar dan Fero menyuruhnya untuk mengambil makanan di dapur saja.

"Kenapa?" tanya Fero sambil menatap Americano kesukaannya ada di antara makanan lainnya.

"Gue tadi liat lo pesen latte pas di kafe, jadi gue buatin sekalian. Gue gak tau kalau lo suka buatan gue atau nggak."

Fero mengangguk.

Mayra berdecak dan memukul pundak Fero kesal. "Mulai lagi deh virusnya."

"Apa?"

"Nggak."

Fero tergelak seketika. Bukannya ia tak mengerti dengan ucapan Mayra, hanya saja ia berpura-pura tidak mengerti. Rasanya menyenangkan melihat Mayra kesal. Dan yang paling membuat Fero berkesan—Mayra secepatnya akan melupakannya, seperti sekarang.

"Lo masih kelas sepuluh?"

Fero mengangguk.

"Kata mama lo—lo pernah gak naik kelas waktu smp?"

Fero mengangguk. Lagi.

"Kenapa lo sampai gak naik kelas? Bego?"

Fero mengangguk. lagi.

Eh, ko?

Bego?

Fero secepatnya menggeleng. Enak saja ngatain Fero bego.

Mayra tertawa keras. "Lo daritadi mangut-mangut mulu. Kejebak sendiri kan?"

Fero memasang wajah sedatar-datarnya. Ia mulai kesal sekali kali ini.

"Kalau lo mau tetep nakal tapi gak bego, gue bantuin deh biar bisa pinter dan gak bego lagi."

Fero mendecih sinis. "Gak usah pake bego juga kali."

Mayra mengerjap. "Ok. Gue bakal bantuin lo biar lo sepinter gue."

"Songong."

Fero kini kembali lagi menjadi Fero yang cerewet.

"Lo sekolah di mana?" tanya Mayra kemudian.

"Nusa Unggul."

Mayra membulatkan mulutnya. "Sekolah punyanya kakak ipar." gumamnya.

"Kakak ipar?"

"Tunangannya kakak gue, bang Sultan—alias abangnya Varidza."

"Kenapa Varidza gak sekolah di sana?"

"Entahlah. Varidza itu sedikit aneh menurut gue, lo tau sendiri kan dia ke sekolah juga dandanannya aneh kek gitu. Dia punya alasan tersendiri ngelakuin semua itu."

Fero mengangguk. Memang. Bila Varidza tinggal di apartemen, ia sering melihat Varidza yang berangkat ke sekolah dengan dandanan ala-ala anak cupu.

"Untung di sekolah gue gak ada yang namanya pembullyan. Jadi aman-aman aja, di sana lebih tentram abadi dan bahagia selalu."

Fero menyeruput latte miliknya. Ini enak sekali. Dari mana Mayra memiliki bakat membuat latte seenak ini. Di rumahnya memang menyediakan banyak bahan dasar untuk membuat berbagai macam kopi.

"Gimana? Enak kan?" tanya Mayra saat melihat wajah Fero yang sangat menikmati latte buatannya.

"Ya. Sangat nikmat." jawab Fero sambil memejamkan mata disertai dengan ekspresi wajah yang dipenuhi kepuasaan.

"Omongan lo bikin gue salfok njir," decak Mayra.

"Otak lo aja yang ngeres." Fero menyentil pelan dahi Mayra.

"Siapapun yang denger omongan lo terus liat muka lo, otak orang bakal mikir yang enggak-enggak."

Fero berdecak. "Terserah lo."

Mayra merengut kesal. "Gimana mau gak gue bantuin lo belajar?"

"Emang lo punya waktu luang?"

Mayra mengibaskan rambutnya. "Walaupun gue orang sibuk, gue bisa luangin waktu buat ngerubah orang bego jadi pinter."

Fero menatap Mayra sinis. "Kenapa lo lakuin ini?"

Mayra berpikir sebentar. "Karna lo anaknya temen bunda sekaligus mempersibuk waktu gue."

"Buat apa?"

"Biar lo gak bego."

"Bukan itu," ujar Fero.

Mayra memang pengertian. Ia selalu mengerti apa yang dimaksud Fero tanpa diucapkan dengan jelas.

"Mempersibuk diri. Biar gue lupa sama masalah hidup gue. Udah itu aja, sesimple itu."

Fero bergeming.

"Pagi gue sekolah, pulang sekolah gue baca materi dan ngerjain tugas. Malam clubbing, udah itu tidur. Setiap hari mengulang siklus yang sama." Mayra memandang indahnya taburan bintang di atas langit. "Kalau lo mau gue bantuin belajar, mungkin kita bisa belajar setelah kita pulang sekolah. Belajar bareng, biar lo gak gabut-gabut amat."

Fero mengangguk, benar juga. Sekalipun nakal harus punya otak kayak Mayra, jadi nakalnya berkelas. Boleh nakal asal jangan bego-bego amat.

"Ya udah."

"Lo mau?"

"Iya. Gue mau."

Mayra tersenyum sumringah. "Gue gak kesepian lagi. Btw, lo kelas Ipa kan?"

"Iya."

Mayra mengacungkan jempolnya. "Gampang itu."

"Gampang pala lu."

"Belajarnya mau dimana?"

"Bebas."

"Random aja deh, gimana nanti."

Fero mengiyakan saja. Ia mengerutkan keningnya, ia seperti lupa sesuatu. Apa ya?

Ah, iya. Fero ingin mengembalikan dompet Mayra. Kenapa sampai lupa, untung ingat—tapi telat.

"Mayra, nih." Fero menyodorkan sebuah dompet berwarna biru muda ke pangkuan Mayra.

"Astaga dragon! Ini kan dompet gue, gue kira udah ilang. Padahal ilang juga gue ikhlas lahir batin," gerutu Mayra kesal. Ia mengamati dompet itu dengam seksama.

"Gue gak ngambil apapun."

"Ngambil juga gak papa." Mayra membuka dompet itu. Mengambil foto yang ada di sana dan menatapnya tanpa ekspresi.

"Lo pasti tahu cowok di samping gue ini siapa," ucap Mayra sambil menunjuk seorang laki-laki di foto yang sempat Fero amati.

Tapi Fero tak tertarik pada laki-laki yang ditunjuk Mayra. Ia lebih tertarik pada perempuan yang ada di sebelahnya—yang itu merupakan Mayra, katanya tadi.

"Ini lo?"

Mayra mengangguk. "Beda banget kan? Gue juga gak nyangka, gue bakal berubah sedrastis ini. Masa depan emang gak ada yang tau."

Fero meraih foto itu dari tangan Mayra. Keduanya terlihat bahagia di dalam foto itu. "Kenapa Aldi sampai mutusin lo?"

Mayra mengedikkan bahu acuh. "Entahlah."

"Lo gak cari tau?"

Mayra menyesap habis capuccino buatannya itu. "Dia paling gak suka sama cewek nakal, apalagi kalau yang suka clubbing. Dia mutusin gue waktu dia liat gue masuk club yang bahkan gue sendiri datang ke sana karna disuruh seseorang."

"Hasna?"

"Yup. Dia bilang pacar gue ada di club terus mabuk. Gue sebagai pacar yang baik berniat menjemput dia dan nganterin dia pulang. Ternyata gue dibohongin, gue berusaha ngejelasin tapi Aldi gak mau denger. Dia bilang bahwa apa yang dibilang Hasna bener soal gue yang bukan cewek baik-baik—yang selama ini gue tampilkan."

"Karna itu lo berubah?"

"Ya. Percuma kalau berbuat baik tapi tetap dijudge. Mending nakal sekalian."

Fero menggeleng. "Lo salah. Harusnya lo buktiin ke mereka bahwa lo emang cewek baik-baik. Tapi itu keputusan lo, jalan hidup yang lo pilih gue gak berhak ikut campur."

Mayra tersenyum manis dan menatap Fero dalam. "Thanks udah dengerin kisah hidup gue yang ambyar ini. Emang bener kata orang, kalau lo curhat sama orang asing mereka gak bakal menghakimi lo."

◻️◻️◻️

1
Curtis
Terharu...
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!