Alice Alison adalah salah satu anak panti asuhan yang berada di bawah naungan keluarga Anderson.
Lucas Anderson merupakan ahli waris utama keluarga Anderson, namun sayang dia mengalami kecelakaan dan membutuhkan donor darah. Alice yang memiliki golongan darah yang sama dengan Lucas pun akhirnya mendonorkannya.
Sebagai balas budi, kakek Anderson menjodohkan Lucas dengan Alice.
Menikah dengan Lucas merupakan impian semua perempuan, tapi tidak dengan Alice. Gadis itu merasa tersiksa menjalani pernikahannya dengan pria itu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon kikoaiko, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 20
"Lucas, ayo lihat lukisan itu. sepertinya sangat bagus" ajak Elena membuat perhatian Lucas sedikit teralihkan.
Lucas dan Elena berjalan mendekat ke lukisan itu, langkah mereka terasa berat seakan terhempas oleh emosi yang tergambar di atas kanvas. Lukisan itu memperlihatkan seorang wanita muda yang duduk sendirian di sebuah bangku taman, matanya terlihat sayu menatap ke kejauhan.
"Ada kesedihan yang mendalam di matanya, seolah dia kehilangan sesuatu yang sangat berharga," gumam Lucas, suaranya pelan, seakan takut mengusik kesunyian yang tercipta oleh lukisan tersebut.
Elena mengangguk, matanya tidak lepas dari lukisan itu, "Iya, dan lihat pohon-pohon yang gugur itu, warnanya yang suram menambah suasana pilu," ujarnya, suaranya bergetar seolah terbawa perasaan yang sama.
Lucas menghela napas, dia merasa seakan terhubung dengan emosi yang coba disampaikan oleh pelukis. "Kita semua pernah di sana, di titik di mana dunia terasa berhenti, dan kesedihan menjadi teman sehari-hari," katanya sambil tangannya terulur untuk memegang tangan Elena.
Mereka berdua berdiri dalam diam beberapa saat, membiarkan lukisan itu berbicara lebih banyak kepada mereka, seakan mengerti bahwa setiap detail dari lukisan itu memiliki cerita yang tersendiri dan mendalam.
Selang berapa lama datanglah seorang wanita tengah baya dengan pengurus pameran seni lukis tersebut.
"Saya ingin membeli lukisan ini" ucap wanita itu.
"Bisa saja nyonya, kebetulan lukisan ini belum ada yang memilikinya" kata pengurus pameran.
Lucas mengatupkan bibirnya, rasa tidak terima itu membara dalam dadanya. Matanya yang tajam menatap wanita tengah baya itu dengan kekecewaan yang mendalam. "Maaf Nyonya, tetapi saya telah memutuskan untuk membeli lukisan ini," ucap Lucas dengan suara yang berusaha tenang namun tegas.
Tubuhnya tegap, menunjukkan keseriusannya.
Wanita tengah baya itu terlihat sedikit terkejut, alisnya terangkat, menandakan kebingungan. "Oh, maafkan saya, saya tidak tahu," sahutnya dengan nada yang mencoba menenangkan.
Namun, Lucas tidak bergeming, tetap berdiri kukuh di samping lukisan tersebut. Pengurus pameran itu pun terlihat cemas, berusaha menjembatani kedua belah pihak. "Mungkin ada kesalahpahaman, mari kita selesaikan dengan baik-baik," saran pengurus tersebut dengan suara diplomatis.
Dia melirik ke arah Lucas, lalu ke wanita tengah baya, berusaha mencari solusi yang adil. Sementara itu, Lucas masih memandang lukisan itu dengan penuh kecintaan. Baginya, lukisan tersebut bukan sekadar karya seni, melainkan sebuah cerminan jiwa yang telah lama ia cari. Kecemasan dan ketidakrelaan tergambar jelas di wajahnya, takut lukisan itu akan lepas dari genggamannya.
"Tapi menurut saya siapa yang bisa membeli lukisan ini dengan harga mahal, maka dia yang berhak memilikinya" usul wanita tengah baya itu.
"Baik, itu terkesan lebih adil" kata pengurus setuju dengan ide wanita tersebut.
Di ruangan yang dipenuhi oleh aroma lilin dan cat minyak, suara-suara bisik menjadi latar belakang yang sempurna untuk sebuah pertarungan harga yang tidak kalah sengitnya dari pertarungan gladiator di arena. Wanita tengah baya itu, dengan gaun sederhana namun elegan, berdiri tegak sambil menatap tajam pada lukisan tersebut.
"Saya akan membeli lukisan ini seratus juta," katanya dengan suara yang penuh keyakinan, seolah-olah dia sedang berbicara tentang sebuah misi yang harus ia selesaikan.
Lucas, dengan jas hitam dan dasi merah, tersenyum sinis. Dia memandang wanita itu sejenak sebelum berkata, "Saya akan membelinya lima ratus juta," dengan nada suara yang menunjukkan tidak hanya kekuatan finansial tetapi juga keberanian untuk mengambil apa yang dia inginkan tanpa keraguan.
Suasana menjadi lebih tegang, udara di ruangan itu seakan menjadi lebih berat seiring dengan naiknya taruhan. Wanita tengah baya itu menggigit bibirnya, matanya berkilat dengan semangat yang baru, lalu dengan suara yang lebih mantap ia berkata,
"Baik, enam ratus juta." Matanya tidak berpaling dari lukisan itu, seolah-olah dia bisa melihat sesuatu yang lebih dari sekedar cat dan kanvas.
Lucas mengangkat alisnya, tertarik dengan keteguhan wanita itu. Dia menghela napas, kemudian dengan santai menyilangkan kedua tangannya dan berkata, "Tujuh ratus juta." Suaranya mantap, tanpa keraguan, sebuah pernyataan yang jelas bahwa dia tidak akan mundur begitu saja.
Di antara bisikan dan desas-desus dari pengunjung lain, keduanya terus meningkatkan taruhan, masing-masing bertekad untuk tidak menyerah.
Lukisan itu, karya yang memikat dengan warna-warna yang berani dan goresan yang menggugah, menjadi simbol dari pertarungan kehendak antara dua individu yang sama-sama tidak mau kalah. Di sudut ruangan, pengurus lelang dengan jas rapi mengamati dengan minat, menyadari bahwa lukisan ini telah menjadi lebih dari sekedar objek seni; itu adalah medan pertempuran.
Alice dan Hani yang berdiri tidak jauh dari mereka, ikut menyaksikan lelang yang di lakukan mereka berdua.
"Alice, itu kak lukisan mu" ucap Hani.
Alice menganggukkan kepalanya pelan, matanya tidak lepas sedikitpun dari suaminya yang sedang menawar lukisan miliknya. perhatiannya teralihkan kepada Elena yang sedang menggandeng lengan suaminya.
"Siapa wanita itu? mungkin kah dia sahabat Lucas?" tanya Alice dalam hati.
Alice menelan ludah, rasa cemburu dan kecewa bercampur menjadi satu. Dia melihat suaminya, Lucas, dengan tatapan yang menggantung penuh pertanyaan. "Apakah dia telah melupakan janjinya untuk selalu transparan satu sama lain?" gumam Alice dalam hati.
Sementara itu, Hani, yang berdiri di sampingnya, bisa merasakan kegelisahan yang membara dari sahabatnya itu. Hani mencoba menenangkan Alice dengan menepuk-nepuk bahunya lembut.
"Kamu mengenalnya, Alice?," tanya Hani yang sedikit mendengar ucapan Alice.
"Aku tidak mengenalnya, Han" jawab Alice bohong, dia tidak mau semua orang tahu tentang pernikahannya dengan Lucas.
Setiap kali Lucas menaikkan tawaran Elena tersenyum lebar dan sesekali memberikan tatapan kagum ke arahnya.
Alice merasa ada yang tidak beres. Lucas, yang selesai menawar dan memenangkan lukisan tersebut, memeluk Elena.
"Aku mendapatkan lukisannya, El" ucap Lucas.
"Iya, kamu memang hebat Lucas" balas Elena dengan penuh semangat mensupport Lucas.
Namun di dalam hatinya dia sangat menyayangkan tindakan Lucas yang membeli lukisan tersebut dengan harga fantastis.
Tanpa sengaja tatapan Lucas dan Alice saling bertabrakan, sejenak tatapan keduanya terkunci.
"Ayo, kita pulang El" ucap Lucas sambil menarik pandangannya dari Alice, istrinya.
Lucas menggenggam tangan Elena dan berjalan keluar dari tempat acara.
Alice yang menyaksikan adegan itu merasakan perasaan aneh mengalir dalam dirinya, sebuah perasaan cemburu yang tidak bisa dia jelaskan. Tubuh Alice membeku, matanya tak lepas memandang punggung Lucas yang semakin menjauh. Hatinya berdebar kencang, kepalanya dipenuhi pertanyaan mengapa dia merasa terganggu melihat Lucas bersama wanita lain.
Sementara itu, Lucas yang merasakan tatapan Alice, memalingkan wajahnya sekilas dan tersenyum simpul. Senyum yang ambigu, seakan mengirimkan sinyal yang tidak bisa dimengerti Alice. Perasaan tidak beres semakin menguat, membuat Alice gelisah.
Apakah Lucas menyimpan perasaan lain atau hanya bersikap ramah? Alice merasa ada sesuatu yang tersembunyi di balik senyum Lucas itu, sesuatu yang mungkin bisa mengubah segalanya.
Tak lama Alice dan Hani pun pulang, Alice memilih menggunakan taksi untuk menuju ke rumahnya.
Ceklek.......
"Begitukah sikap seorang istri yang baik, pergi keluar rumah tanpa berpamitan kepada suami. Dan juga asik mengobrol dengan lawan jenis" sindir Lucas ketika melihat kedatangan sang Alice.
aihhh bikin lah Alice strong woman Thor jangan terlalu myek menyek
hadirkan juga laki² bertanggung jawab, mapan pokoknya impian para wanitalah untuk melindungi Alice