NovelToon NovelToon
The Second Wife

The Second Wife

Status: sedang berlangsung
Genre:nikahmuda / Poligami / Cinta setelah menikah
Popularitas:13.2k
Nilai: 5
Nama Author: Gilva Afnida

Pergi dari rumah keluarga paman yang selama ini telah membesarkannya adalah satu-satunya tindakan yang Kanaya pilih untuk membuat dirinya tetap waras.

Selain karena fakta mengejutkan tentang asal usul dirinya yang sebenarnya, Kanaya juga terus menerus didesak untuk menerima tawaran Vania untuk menjadi adik madunya.

Desakan itu membuat Kanaya tak dapat berpikir jernih hingga akhirnya dia menerima tawaran Vania dan menjadi istri kedua.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Gilva Afnida, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 25

Perbuatan Helga kemarin sama sekali tak dapat dibenarkan oleh siapapun termasuk Adnan. Apalagi dirinya merasa resah saat melihat Kanaya terlihat kacau dan berantakan. Dia jadi iba pada Kanaya yang telah lama tinggal bersama satu atap dengan Helga. Entah sudah berapa banyak perlakuan buruk yang diterima Kanaya saat berada dalam atap yang sama dengan Helga.

Sebelum dia menikah dengan Kanaya, dia sama sekali tak mempedulikan apapun yang terjadi pada wanita itu. Kini dia teringat jika Kanaya memang selalu berada di balik layar tanpa menunjukkan wajahnya dengan cerah karena bisa jadi dia merasa tertekan berada di rumah Helga. Keluarga Helga memperlakukan Kanaya dengan semena-mena. Apalagi kini wanita itu diberi tugas agar bisa mengandung benihnya di usia yang masih muda. Adnan menjadi iba dengannya.

Wajah Kanaya masih pucat terakhir kali dia melihatnya. Dengan resah berulang kali Adnan mencoba untuk keluar supaya bisa berpapasan dengan Kanaya dan menanyakan kabarnya. Meski dia berada satu atap dengan Kanaya, tak semerta-merta membuat dia bisa dengan leluasa keluar masuk ke dalam kamar Kanaya karena ada peraturan tak tertulis di rumah ini yang sebaiknya tidak dia langgar.

Namun keresahan Adnan semakin menjadi-jadi saat seharian ini tidak mendapati Kanaya keluar kamar. Dia juga teringat beberapa hari ini Kanaya terlihat seperti menghindarinya ataupun menundukkan kepalanya saat melewati di depannya.

"Kok bengong mulu sih, Yang?" tanya Vania.

Mereka tengah duduk di sofa panjang dalam kamar mereka yang berada di lantai dua. Sedari tadi Vania melihat, Adnan hanya menatap kosong pada layar laptop yang sebenarnya tak menampilkan apapun alias layarnya mati.

"Enggak, Say. Aku cuma baru inget aja kalau dari tadi aku belum lihat Naya keluar kamar. Bukan karena terlalu memikirkannya tapi hanya saja terakhir kali dia masuk ke dalam kamar kan wajahnya begitu pucat jadi..."

Vania tersenyum tipis, dia dapat menangkap maksud dari ucapan Adnan. Jujur saja dia sedikit merasa cemburu atas perhatian Adnan pada Kanaya yang mengalami peningkatan. Biasanya saja dia tak pernah menanyakan apapun tentang Kanaya, kini dia bahkan sudah mengkhawatirkan Kanaya yang belum keluar dari kamar seharian.

"Aku tahu... kalau gitu aku akan coba cek dia di kamar."

"Iya, sebaiknya kamu mengeceknya."

Vania segera beranjak dari sofa lalu segera berjalan keluar kamar. Dia jadi ikut merasa khawatir karena tadi pagi Kanaya juga tak memasakkan apapun untuk mereka. Bahkan saat Vania menuruni anak tangga lalu menuju ke dapur, lauk pauk yang dia sediakan untuk Kanaya di kulkas masih utuh. Itu berarti Kanaya memang tidak keluar kamar bahkan sekedar untuk makan. Vania langsung bergegas ke kamar Kanaya lalu mengetuk pintu.

"Nay! Buka pintunya!"

Vania mengetuk pintu dengan sedikit keras dan cepat. Berharap Kanaya segera membuka pintu dan keadaannya baik-baik saja. Setelah beberapa kali Vania mengetuk, akhirnya Kanaya membukakan pintu. Wajahnya nampak pucat, rambutnya kusut dan berantakan. Tubuhnya terlihat lemas dan berkeringat.

"Kamu sakit, Nay?"

"Aku kedinginan terus, Mbak. Kepalaku juga pusing," keluh Kanaya dengan suara yang bergetar.

Tangan Vania langsung mendarat ke kening Kanaya. "Kamu demam. Udah minum obat?"

Kanaya menggelengkan kepalanya lemah. Kedua matanya nampak sayu dan berat. "Aku gak punya stok obat."

"Ya udah kamu tiduran aja, Aku ambilin obat dulu ya."

Kanaya menuruti ucapan Vania dengan berbalik badan dan menaiki ranjang untuk membaringkan badannya lagi di sana. Sedang Vania dengan setengah berlari mengambil obat penurun demam di dalam kotak obatnya. Tak lupa dia juga mengambil segelas air putih.

"Ambil obat buat apa?" Adnan ikut turun ke bawah setelah tak mendapati Vania kembali ke kamar atas.

"Kanaya demam, Yang."

"Bukannya kemarin gak kenapa-kenapa?"

"Iya nih, gak tahu kok tiba-tiba demam."

"Gak dibawa ke dokter aja?"

"Dia cuma demam. Kalau nanti ada gejala lain yang meresahkan, baru kita bawa ke dokter. Semoga demamnya segera turun setelah aku beri obat." Vania melewati Adnan sambil membawa nampan yang sudah dia beri obat serta segelas air putih.

***

Kanaya benar-benar merasakan tubuhnya lelah dan tidak bertenaga saat ini. Sesaat dia membuka mata saat tersadar ada suara kaki yang melangkah dan membuka pintu kamarnya. Kanaya tahu jika itu adalah Vania. Wanita itu benar-benar datang dengan membawakannya obat dan segelas air.

Di belakang Vania, Kanaya juga melihat Adnan tengah berdiri di ambang pintu menatap lurus ke arahnya, namun Kanaya tak dapat dengan jelas melihat bagaimana ekspresinya saat itu. Pandangannya kabur akibat rasa sakit tak tertahankan di kepalanya.

Dengan bantuan Vania, dia bangun lalu meminum obat dengan perlahan. Setelah itu dia kembali membaringkan diri, memejamkan matanya setelah Vania menutupi tubuhnya dengan selimut.

Kejadian kemarin benar-benar membuat Kanaya terkejut. Dia bahkan merasakan sakit kepala saat terbangun di pagi harinya akibat tarikan rambut yang menyebabkan beberapa helai rambutnya rontok.

Saat siang menjelas sore, badannya juga ikut terasa meriang dan terasa cepat lelah. Nafsu makannya menghilang. Dia juga merasa tidak mood untuk melakukan apapun hingga tubuhnya terasa menggigil kedinginan. Saat itulah Vania mengetuk pintu lalu menawarinya untuk minum obat.

Dalam tidurnya yang tidak terlalu nyenyak, Kanaya beberapa kali mendengar suara langkah kaki yang mendekat ke arahnya. Awalnya dia berpikir itu Vania, namun saat dia berusaha untuk membuka kedua matanya perlahan, rupanya itu adalah Adnan yang tengah membenarkan posisi selimutnya. Saat Adnan menoleh ke arahnya, dia segera kembali memejamkan mata.

Kanaya dapat merasakan sentuhan hangat dari telapak tangan Adnan yang besar mendarat tepat di keningnya. Sesaat, Kanaya merasakan perasaan yang nyaman.

Dengan memberanikan diri, Kanaya mencoba membuka kedua matanya perlahan. Kedua matanya bertemu dengan mata Adnan yang nampak hangat menatap wajahnya. Dalam benak Kanaya mulai bergejolak, ingin rasanya Kanaya menginginkan Adnan untuk tidur menemaninya di samping sampai pagi menjelang. Namun di sisi lain, Kanaya harus sadar jika dia bukanlah istri yang berhak untuk menerima perlakuan suami sebagaimana semestinya.

Apalagi Kanaya sudah berjanji di depan Vania untuk tidak merebut Adnan dari sisi Vania.

'Tapi, bolehkah aku egois untuk saat ini?' batinnya masih berperang.

Adnan mengelus pelan puncak rambut Kanaya, layaknya seorang ayah yang tengah menenangkan anak perempuannya. Perasaan Kanaya semakin membiru. Kedua netranya yang kehitaman mulai bergetar dan berembun. Dia belum pernah diperlakukan sedemikian hangatnya oleh seorang pria.

Tanpa Kanaya sadari, dia memejamkan matanya sejenak untuk merasakan perlakuan Adnan yang tidak seperti biasanya.

Setelah itu, Adnan bangkit dari ranjang karena merasa Kanaya sudah kembali terlelap.

Namun saat Adnan baru saja berdiri, sebuah tangan menarik kaosnya hingga membuatnya membalikkan badan.

"Temani aku." Suara Kanaya terdengar serak dan lirih. "Kumohon sebentar saja..."

1
Muhammad Malvien Laksmana
Luar biasa
Muhammad Malvien Laksmana
Biasa
Endah Windiarti
Luar biasa
Jessica
ceritanya bagus penulisan nya juga tertata g bikin jenuh
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!