NovelToon NovelToon
Dunia Itu Sempit

Dunia Itu Sempit

Status: sedang berlangsung
Genre:Dokter Genius
Popularitas:35.8k
Nilai: 5
Nama Author: Windersone

Lima tahun lalu mereka menikah, lima tahun lalu mereka juga bercerai. Divi Taslim, pria itu tidak tahu ibunya telah menekan istrinya–Shanum Azizah meninggalkannya. Kepergian wanita itu meninggalkan luka di hati Divi.

Ternyata, dunia begitu sempit, mereka kembali bertemu setelah lima tahun lamanya. Bukan hanya sekedar bertemu, mereka partner kerja di salah satu rumah sakit.

Bagaimana ceritanya? Mari ke DIS!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Windersone, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Biar Saya yang Memeriksanya

💐💐💐

Divi dan Mahen duduk dengan posisi yang sama dengan kedua tangan saling menggenggam dan berada di antara kedua belah paha mereka. Mereka di ruang tamu duduk dalam diam setelah Divi mengakui kebohongannya mengenai mabuk dan datang malam-malam ke rumah itu untuk bertemu Shanum. Sebelumnya, Mahen sudah tahu Divi berpura-pura mabuk setelah melihat gerak kelopak mata pria itu saat pertama kali melihatnya, sebelum menyuruh Shanum ke kamar. 

“Kakak bukan berniat untuk mengganggu. Mahen, bantu Kakak untuk membujuk kakakmu kembali bersama Kakak,” bujuk Divi, untuk pertama kalinya memelaskan wajah kepada Mahen. 

“Kak Shanum sudah cerita mengenai persyaratan yang diberikan oleh Tante Medina. Dia tidak setuju.”

“Iya. Menurutmu, solusinya bagaimana?”

“Jangan paksa Kak Shanum, Kak. Biarkan waktu membuatnya bisa melunak. Aku bisa memahami bagaimana perasaannya. Hidup lima tahun belakangan, terutama setelah meninggalnya kedua orang tua kami, dia cukup kesulitan.” Mahen bercerita sambil mengingat pengorbanan kakaknya menghidupi hidup dan pendidikan mereka. 

Divi mengakui perkataan Mahen. Dua tahun berpacaran bersama Shanum ia tahu bagaimana kerasnya tekad mantan istrinya itu dalam menghadapi hidup, bahkan tanpa mengemis padanya. 

“Iya. Oh iya, sini ponselmu,” pinta Divi sambil mengangkat tangannya ke hadapan Mahen. 

Pemuda itu menatap telapak tangan Divi dan perlahan mengambil ponselnya yang ada di sisi kanannya, di mana di sisi kiri ada Divi. Kemudian, menaruhnya di tangan pria itu dengan wajah ragu. 

Divi memainkan kedua jari jempolnya di layar ponsel Mahen, mengetikkan nomornya, dan menghubunginya. 

“Jika terjadi sesuatu atau kalian membutuhkan bantuan, kamu bisa hubungi Kakak. Selain itu … Kamu juga bantu Kakak untuk mengambil hati Kak Shanum,” ucap Divi dengan sedikit tersenyum. 

“Bilang saja Kakak yang butuh bantuan.” Mahen mengambil ponselnya dari tangan Divi dengan wajah kesal. 

“Hehehe …. Oh iya, kamu kuliah di mana?”

“Di universitas dekat taman Kamboja.”

“Di sana. Oke, kalau begitu, Kakak pulang. Jaga keponakan dan Kakakmu.” Divi menepuk pundak Mahen sambil berdiri dan berjalan keluar dari rumah itu.

Shanum tersenyum ringan dengan telinga masih menempel di pintu kamarnya, dari dalam, menguping pembicaraan adik dan mantan suaminya itu yang membuatnya merasa senang dengan tekad Divi yang berusaha mengejarnya sampai berpura-pura mabuk. 

“Kamu itu baik … tapi, Mama Medina benar-benar meresahkan,” ucap Shanum, bimbang. 

***

“Baiklah. Nanti saja ke perusahaan menggantikan Pak Marta,” ucap Medina, berbicara melalui sambungan telepon sambil menyeberangi jalan dari rumah sakit ke restoran Borealis.

Medina mengangkat tangan kirinya tidak terlalu tinggi ke arah seorang wanita berpakaian modis yang saat ini berdiri di depan restoran itu. Wanita paruh baya itu menyapa dengan lambaian tangannya dan dibalas serupa oleh wanita yang lebih muda dari putranya itu. 

Suara klakson mobil terdengar panjang, tetapi Medina tidak menangkap suara itu karena fokusnya sudah tertuju pada wanita itu dan berbagai dengan orang yang saat ini dengarkannya berbicara, salah satu teman kerja suaminya. 

“Tante …!” seru wanita muda itu dengan senyuman berubah menjadi wajah kaget. 

Medina menoleh ke kanan, melihat mobil yang semakin mendekat. Kakinya terdiam karena kaget di tengah jalan itu dan kedua bola matanya membesar menangkap wujud mobil yang kencang akan menabraknya. 

Wanita paruh baya itu memejamkan mata, tampak pasrah dengan apa yang akan terjadi berikutnya. Seseorang mendorongnya dengan keras, membuat Medina menjauhkan ponselnya dan tubuhnya terarah ke tepian jalan dengan posisi tubuh terjatuh. Mobil yang berjalan dengan kecepatan kencang itu melindasi ponsel itu hingga hancur berkeping-keping dan kaca spion mobil itu menyenggol pinggang Shanum bagian kanan ketika wanita itu berusaha menghindari mobil tersebut. Shanum adalah orang yang sudah menolong Medina. 

Shanum terjatuh dengan posisi kedua kaki melipat ke sisi kanan dan tangan kanan memegang pinggangnya. 

“Suster Shanum!” seru Bian, kaget. 

Dokter duda beranak satu yang saat ini baru melepas kepergian sebuah ambulans berisi jenazah melihat Shanum kesakitan di tepi jalan, tepat di depan gerbang rumah sakit. Vian menghampiri Shanum, membantu wanita itu bangkit dari posisinya, sedangkan Medina dan wanita berpakaian modis itu berdiri diam dengan perasaan masih syok melihat kejadian tadi. 

“Kamu baik-baik saja?” tanya Bian dengan wajah cemas. 

“Pinggangku sakit,” keluh Shanum dengan suara berat. 

Bian membopong tubuh Shanum, mengajak wanita itu menuju gedung rumah sakit di mana salah satu petugas tengah mendorong kursi roda. Shanum ditaruh di alat bantu rumah sakit itu, lalu mendorongnya memasuki sebuah ruangan di mana Bian hendak memeriksanya. 

“Tunggu!” tahan Divi yang tiba-tiba sudah berdiri di pintu ruangan itu, menahan Bian menyibakkan atasan Shanum. 

“Biar saya yang memeriksanya,” ucap Divi sambil menghampiri mereka, lalu mendorong pelan Bian keluar dari ruangan itu dengan wajah tidak suka. 

Pintu ruangan ditutup, lalu menghampiri Shanum yang berbaring kesakitan di bagian pinggang kanannya. Perlahan Divi mengangkat atasan Shanum, di mana ada bekas lebam di pinggang kanan wanita itu.

“Jangan disentuh, sakit,” ucap Shanum dengan wajah menahan sakit. 

“Aku tau itu sakit. Tapi, ini harus segera diobati. Tahan sakitnya,” ucap Divi sambil mengoleskan obat krim ke bekas lebam itu. 

Divi sedikit melirik bekas operasi caesar di perut bagian bawah Shanum. Pria itu menyentuh lembut ujung jari telunjuknya ke bekas itu dengan kedua bola mata berkaca-kaca dan beralih memperhatikan wajah sang mantan istri yang memejamkan mata dalam rasa sakit yang dirasakannya. Mudah bagi Divi untuk menetes air mata, dibalik keberaniannya berhadapan dengan darah dan luka, Divi lembek terhadap rasa sakit yang dialami oleh orang yang dicintainya, terutama Shanum. 

“Maafkan aku,” ucap Divi, memeluk Shanum.

Wanita itu membuka mata, mengerutkan dahi melihat tingkah Divi. 

“Wanita itu meninggal?” 

Wanita berpakaian modis yang saat ini berdiri di pintu kamar di mana Shanum berada melirik Medina dengan wajah kaget. Wanita paruh baya itu berdiri di sisi kanannya, sedang menafsirkan situasi yang mereka lihat. 

Mereka berdua memperhatikan Divi memeluk Shanum dalam tangisan, mengira wanita itu sudah tidak bernyawa melihat tingkah Divi dan tidak melihat wajah Shanum yang terhalang tubuh Divi. 

“Meninggal?” Muncul perasaan merasa bersalah di hati Medina, mengingat Shanum sudah membantunya. 

“Kamu kenapa?” tanya Shanum sambil mendorong Divi sampai pria itu melepaskan pelukannya. 

Medina melirik tajam ke arah  wanita itu, dibalas dengan senyuman cengengesan oleh wanita yang sedikit bertingkah kekanak-kanakan itu. 

“Maafkan aku. Pasti sulit bagimu melahirkan Divi saat itu,” kata Divi dengan nada sedikit manja yang membuat wanita berpakaian modis itu tercengang. 

“Itu benar Kak Divi? Sejak kapan dia semanja itu?” 

“Jangan banyak bicara.” Medina melangkah masuk ke ruangan itu, muncul di hadapan mereka dengan wajah dingin. 

“Terima kasih,” ucap Medina, masih dengan suara dan ekspresi dinginnya. 

“Kedengarannya tidak tulus. Lihat, menantu yang sering Mama remehkan dan Mama injak-injak harga dirinya menolong Mama,” kata Divi. 

“Diam! Sekarang keluar! Mama mau berbicara empat mata dengannya,” ucap Medina kepada Divi. 

“Jangan mengintimidasinya. Awas,” pesan Divi dan meninggalkan ruangan itu, di mana tangannya langsung digandeng oleh wanita itu, dan membawanya keluar dari ruangan itu. 

1
Yuli Purwati
lanjut....
Mariyam Iyam
lanjut
Mas Tista
Luar biasa
Bungatiem
sahnum seneng banget tabrakan dah
aca
namanya Denis apa. riza seh
Ig: Mywindersone: Denis, Kak ... salah tulis.
total 1 replies
S. M yanie
semangat kak
LISA
Siapa y dia
LISA
Apakah Divi mau kembali pd Shanum
LISA
Ceritanya menarik nih
LISA
Aq mampir Kak
Anita Jenius
5 like buatmu ya kak. semangat terus.
Ig: Mywindersone: Terima kasih.🥰
total 1 replies
Anonymous
👍🏼
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!