"Aku bisa menjadi mommy-mu."
"Apa kau kaya?"
"Tentu saja! Aku sangat kaya dari para orang kaya di negara ini."
"Setuju, Mommy!"
Bukan kisah anak genius, melainkan kisah sederhana penguasa muda yang terlambat jatuh cinta. Melalui perantara manis, keduanya dipertemukan lagi sebagai sosok yang berbeda.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rosee_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Saingan?
Saat keluar, sudah terdengar suara anak perempuan yang terisak di gendongan Jeremy. Berulang kali pria itu mengucapkan kata-kata lembut untuk membujuknya, namun tangisan itu tak kunjung berhenti.
"Dia terluka?" tanya Oliver pada Oscar.
"Syukurnya tidak, Nona, tapi kita merusak sepedanya." Oscar menunjuk sepeda mini yang tidak berbentuk lagi akibat terseret.
Oliver menghela nafas lega. Rupanya hanya menabrak sepeda. Tidak tahu bagaimana nasib anak tersebut jika posisinya terbalik. Lantas Oliver mendekat pada Jeremy.
"Sepedaku sudah rusakk ...," isak anak perempuan yang mungkin lebih muda dari Liam.
"Ssttt ... aku akan menggantinya, aku janji." Oliver mengambil alih gendongannya.
"Kenapa kau lebih tegang dari aku," bisik Jeremy pada Oscar yang tampak waspada.
"Nonaku tidak terduga. Aku khawatir dia menculik anak itu juga seperti saat membawa tuan muda Liam," balas Oscar berbisik.
"Jadi, nona Oliver memang menculik tuan muda?!" pekiknya tertahan. Jangan sampai ada yang mendengar.
"Tuan muda Liam yang menempel padanya!"
Kembali pada Oliver yang menenangkan anak itu.
"Maaf, ok? Aku akan menghukumnya nanti karena sudah merusak milikmu," bujuk Oliver lagi. Anak ini pasti juga terkejut, itu sebabnya sulit untuk tenang sekarang.
"Kau harus janji ...," katanya dengan suara bergetar. Anak itu berusaha menghentikan tangisannya.
"Ya, aku janji! Bahkan kita bisa membelinya sekarang."
"Nona!" tegur Oscar tanpa sadar. Pria itu akhirnya mendapatkan tatapan tajam lagi.
"Maksudnya biar saya yang pergi membelinya." Oscar menyengir. Jangan sampai ada Liam kedua atau nonanya benar-benar dalam masalah!
"Siapa dia, Dad?" Liam menatap keluar dari jendela mobil. Ada anak kecil di gendongan sang mommy. Alarm tanda bahaya berbunyi di kepalanya.
"Sepertinya yang tertabrak," jawab Tyler santai. Tampaknya, keadaan tidak terlalu buruk, kecuali tangisan anak itu.
Sedangkan, Liam buru-buru ingin turun. Bocah itu tiba-tiba mengingat adegan yang sama yang pernah diperbuatnya dulu. Anak perempuan itu mungkin berniat menarik perhatiannya mommy nya juga. Tidak boleh!
"Dia pasti penipu!" hardik Liam. "Ayo keluar, Dad," paksanya.
"Apanya yang penipu? Dia hanya anak kecil. Kita tunggu saja," kata Tyler malas. Ia bahkan sudah menutup matanya sambil bersandar di jok. Sepertinya Tyler lupa jika putranya juga seorang anak kecil yang pandai menipu.
"Ish, Daddy!" Bibir Liam mengerucut. Tak lama, Liam menangkap hal lain yang membuat matanya membola. Spontan tangannya memukul paha Tyler berulang-ulang.
"Daddy ... kau juga dalam bahaya!" Liam menyadarkan. Tidak tahu apa yang di perbuat anak itu, Tyler membuka matanya dengan malas sambil melihat keluar jendela tempat Liam menunjuk. Sedetik kemudian, pria itu sudah menegakkan tubuhnya sambil mengumpat.
"Sial!" Tanpa berpikir panjang segera membuka pintu mobil dan keluar dari sana.
Di luar, Oliver telah berpelukan dengan seseorang yang pernah dikenalnya.
"Joseph!"
"Oliver, ini kau?" Pria bernama Joseph itu memeluknya dengan bahagia.
"Ya, wajahku masih sama."
"Tidak, sudah berbeda! Kau sangat luar biasa!" Sambil melepas pelukannya. "Aku tidak tahu kau disini. Kau bilang, kau tinggal dengan ibumu di Seattle."
"Aku sudah lama pindah—"
"Mommy!" teriak Liam sambil berlari ke arahnya. Adapun Tyler yang mengikuti dengan wajah tak ramah.
"Ty— Tyler?" Joseph memastikan.
"Kau masih mengingatku ternyata. Baguslah," katanya angkuh. Joseph terkekeh paksa. Astaga, orang ini masih saja sombong, pikirnya.
"Kalian bersama?" tanyanya tak percaya.
Oliver ingin menjawab, namun Tyler sudah memeluk pinggangnya dan menjawab lebih dulu. "Apa masih perlu ditanyakan?" Mengangkat sebelah alisnya.
"Benar! Kau tidak lihat?" cerca Liam sama tidak sukanya seperti sang ayah. Oliver segera memeluk lehernya.
"Maaf, Joseph. Terkadang dia memang seperti ini."
"It's okay! Aku mengerti." Ia tidak akan heran lagi setelah melihat Tyler. Tanpa ditanyakan pun, sudah jelas mereka seorang ayah dan anak, kan? Mereka cukup mirip.
"Aku benar-benar minta maaf soal putrimu. Kedua orang itu memang ceroboh," ucap Oliver sambil melirik pada Jeremy dan Oscar. Yang di lirik hanya menunduk.
"Sudahlah. Lagipula ini tidak di sengaja," sahut Tyler, membuatnya mendapat sikutan di perutnya.
"Tutup mulutmu," desis Oliver sambil memaksakan senyum. Joseph masih memperhatikan mereka.
"Kupikir kalian sudah putus."
"Tidak!" jawab Tyler cepat. Asal tahu saja pria ini merupakan satu-satunya pria yang sulit ia singkirkan dari sisi Oliver dulunya. Kenapa orang ini muncul lagi!
"Kau tidak lihat anak kami?" ketus Tyler. Oliver hanya bisa menghela nafas kasar.
"Mommy ... aku mengantuk," keluh Liam memeluk pinggangnya.
"Maaf, Joseph. Aku akan bertanggungjawab atas yang terjadi hari ini. Silahkan hubungi aku nanti." Oliver jadi terburu-buru. Ia mengangkat Liam ke gendongannya.
Oscar segera memberikan sebuah kartu nama pada Joseph.
"Oliver Stacy," ejanya. Ia lantas menatap Oliver dengan terkejut. "Itu kau?"
"Kenapa jadi kau yang bertanggungjawab?" Tyler tanpa ragu mengambil kembali kartu nama Oliver dari tangan Joseph. "Kau bisa menghubungiku saja." Menukarnya dengan kartu miliknya sendiri, lalu menggiring Oliver menuju mobil sebelum Joseph sempat bertanya lagi.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
...haha...