Arunika Nrityabhumi adalah gadis cantik berusia dua puluh tujuh tahun. Ia berprofesi sebagai dokter di salah satu rumah sakit besar yang ada di kotanya.
Gadis cantik itu sedang di paksa menikah oleh papanya melalu perjodohan yang di buat oleh sang papa. Akhirnya, ia pun memilih untuk melakukan tugas pengabdian di sebuah desa terpencil untuk menghindari perjodohan itu.
Abimanyu Rakasiwi adalah seorang pria tampan berusia dua puluh delapan tahun yang digadang - gadang menjadi penerus kepala desa yang masih menganut sistem trah atau keturunan. Ia sendiri adalah pria yang cerdas, santun dan ramah. Abi, sempat bekerja di kota sebelum diminta pulang oleh keluarganya guna meneruskan jabatan bapaknya sebagai Kepala Desa.
Bagaimana interaksi antara Abi dan Runi?
Akankah keduanya menjalin hubungan spesial?
Bisakah Runi menghindari perjodohan dan mampukah Abi mengemban tugas turun temurun yang di wariskan padanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fernanda Syafira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
31. Cerita Runi
Warga yang antusias dengan kepulangan Runi, tampak berbondong - bondong menuju ke rumah pak Karto ba'da magrib itu untuk mengetahui kondisi Runi.
Untungnya warga mengerti dan membubarkan diri setelah pak Karto selaku kepala desa di sana memberikan pengertian kepada mereka.
Tak lupa, pak Karto membagikan sejumput beras pada warga yang sudah datang ke rumahnya.
"Ini adalah pemberian leluhur. Tolong di simpan di wadah penyimpanan beras kalian di rumah. Di simpan saja, jangan sampai ikut di masak." Ujar pak Karto, menyampaikan pesan sesuai dengan apa yang di sampaikan Runi.
Runi sendiri masih tertidur di kamarnya setelah menyampaikan pesan mengenai kantung plastik yang berisi beras. Abi sempat panik karena Runi yang tiba - tiba tak sadarkan diri saat ia bopong untung saja gadis itu baik - baik saja setelah Ica memeriksanya.
"Ca, kok mbak Runi gak bangun - bangun, to?" Tanya Agil yang nampak khawatir.
"Mbak Runi gak apa - apa kok, Mas. Semuanya normal, mungkin dia kelelahan." Jawab Ica yang kembali memastikan kondisi Runi. Ica juga memasangkan infus pada Runi yang menunjukkan gejala dehidrasi.
Abi dengan setia duduk di sebelah Runi yang masih betah terpejam. Sementara bu Lastri, Wulan dan Almira di minta istirahat oleh pak Karto di rumahnya agar tidak tumbang.
"Malam ini tolong nginap di sini ya, Ca. Kalau - kalau nanti ada sesuatu sama Runi." Pinta Abi yang khawatir.
"Iya, Mas. Aku juga khawatir dengan kondisi Mbak Runi." Jawab Ica.
Malam semakin larut, Ica sendiri sudah tertidur di samping Runi. Tetapi, Abi masih betah duduk di sebelah Runi dan menggenggam erat tangan gadis itu.
"Dek, bangun, sayang. Kamu mimpi apa? Kenapa betah sekali tidurnya?" Lirih Abi sembari mengecup lembut punggung tangan Runi yang di hujam jarum infus.
Tangan Abi terulur merapikan anak rambut Runi yang keluar dari jilbabnya. Ia memandangi wajah cantik yang masih setia terpejam.
Ada perasaan lega, walaupun masih di selimuti rasa khawatir karena Runi yang tak kunjung sadar.
Abi meraih ponselnya dan menjawab panggilan dari Bayu. Ya, hanya Bayu yang ia kabari tentang kejadian yang menimpa Runi. Mereka berdua sepakat tak memberi tau papa Aryo atau mama Hanum karena tak ingin membuat keduanya khawatir.
"Mas Abi...." Lirih Runi memanggil Abi yang masih setia duduk di sampingnya.
"Dalem, sayang. Mas di sini, dek." Abi tampak antusias.
Kelegaan tergambar jelas dari wajahnya kala Runi terbangun dan memanggilnya. Ia mengusap lembut dahi Runi untuk meyakinkan gadisnya bahwa ia ada bersamanya.
"Aku haus, mau minum." Pinta Runi dengan mata yang masih terpejam.
"Mas ambilkan sebentar" Ujar Abi yang langsung mengambilkan air minum untuk Runi.
Tak lama, ia sudah kembali dengan segelas air putih yang di berikan oleh mbah Sukadi tadi. Pria sepuh itu berpesan agar Runi di berikan air itu ketika sadar.
"Sayang, bangun. Lihat Mas, Mas bantu duduk, yuk." Pinta Abi.
Runi membuka matanya dan tersenyum lembut pada Abi. Abi menyangga tubuh Runi yang tampak lemas untuk duduk dan minum.
"Mas, mataku lengket banget." Keluh Runi.
"Tidur saja gak apa - apa, dek. Mas temani di sini." Jawab Abi.
"Mas, mau peluk Mas Abi, boleh? Aku merasa gak nyaman, rasanya aneh, Mas." Lirih Runi.
Entah kenapa ia merasa tak nyaman dan tak baik - baik saja sekarang. Situasi yang sangat membingungkan baginya karena perasaan aneh ini baru sekali ia alami.
"Boleh, sini sayangnya Mas." Abi duduk bersandar pada kepala ranjang dan memeluk tubuh mungil kekasihnya yang kini mulai kembali terasa hangat.
Runi memeluk erat Abi dan menyandarkan kepalanya pada dada bidang Abi. Aroma dan kehangatan tubuh Abi, mulai menghadirkan ketenangan untuk Runi.
Detak jantung Abi bagaikan melodi penenang untuk menetralkan perasaan aneh yang Runi rasakan.
Kini ia merasa aman dan nyaman walaupun sedang terpejam karena ada Abi yang memeluknya. Runi percaya kalau pria yang memeluknya itu pasti tak akan membiarkan hal buruk terjadi padanya.
"Jangan kemana - mana ya, Mas." Lirih Runi.
"Kamu yang jangan menghilang lagi, dek. Mas khawatir sekali seharian ini mencari kamu kemana - mana tapi gak ketemu." Jawab Abi.
"Memangnya aku hilang, Mas? Aku hanya membantu memeriksa salah satu warga desa." Jawab Runi. Mulutnya terus merespon Abi, walaupun netranya terpejam.
"Kamu hilang seharian, dek. Kami semua mencari kamu dari pagi sampai sore tapi gak ketemu. Warga keluar masuk hutan, menyusuri sungai, naik turun bukit, turun ke jurang - jurang, tapi hasilnya tetap nihil. Warga desa mana yang kamu obati, hm?" Tanya Abi.
"Desa Banyu Alas lah, Mas. Namanya bu Dedes, dia punya anak perempuan bernama Labibah. Aku di jemput Labibah sekitar pukul setengah empat pagi. Dia minta tolong aku untuk mengobati ibunya. Aku telfon Mas dan yang lain gak di angkat. Labibah kelihatan sangat khawatir, makanya aku langsung ikut dia. Seingatku, aku hanya sebentar, Mas. Bahkan aku pulang menjelang pagi, saat Matahari baru akan muncul. Tapi anehnya, aku gak denger adzan subuh di sana, Mas." Cerita Runi.
"Ibu Dedes? Labibah?" Abi memastikan dan di jawab anggukan pelan oleh Runi.
Abi menghembuskan nafas panjang. Ia lalu membelai kepala Runi yang berbalut jilbab instan.
"Tidak ada warga desa Banyu Alas yang bernama ibu Dedes dan Labibah, sayang. Tapi, mereka memang tinggal di sini. Jangan cari mereka atau menanyakan keberadaan mereka pada warga desa, njih?" Pinta Abi yang seolah mengenal Ibu Dedes dan Labibah.
"Iya, Mas. Mas kenal dengan mereka?" Tanya Runi.
"Hm, Mas kenal. Bapak dan Ibu juga. Hanya Mas, Bapak, Ibu, simbok dan mbah Sukadi yang mengenal mereka selama ini. Di tambah denganmu sekarang." Jelas Abi.
"Bu Dedes ada bicara sesuatu?" Tanya Abi.
"Enggak, Mas. Aku hanya mengobati beliau, lalu beliau memberikanku sesuatu sebagai salam perkenalan dan ucapan terima kasih." Ujar Runi sembari merogoh kantong sweater nya.
Runi lalu memberikan bungkusan kain berwarna putih pada Abi.
"Boleh Mas bawa dulu?" Tanya Abi yang di jawab anggukan oleh Runi.
Abi pun menyimpan bungkusan itu di saku celananya. Rencananya ia akan memberi tau bapak, ibu, simbok dan mbah Sukadi esok.
"Mas..."
"Dalem, sayang..."
"Maafin aku, ya. Sudah merepotkan kalian semua. Aku gak tau kalau hilang seharian ini. Bapak, ibu, Mas, Mbak Wulan, Agil dan Ica pasti panik." Lirih Runi.
"Gak apa - apa, sayang. Gak usah terlalu di pikirkan. Yang penting, sekarang kamu sudah ada di sini bersama kami." Jawab Abi.
"Mas pasti belum istirahat kan? Mas juga gak makan, ya?" Tebak Runi.
"Mas gak apa - apa, sayang. Kamu ada di pelukan Mas seperti ini, udah bikin lelah dan lapar Mas hilang." Jawab Abi.
"Preet! Gombal! Kalau orang sudah tenang, yang ada itu justru lelah dan laparnya semakin terasa, Mas." Kata Runi.
"Mas juga kenapa gak makan, sih? Kalau aku hilangnya satu minggu, Mas juga gak makan satu minggu? Terus siapa yang mau selamatin aku, kalau Mas aja gak bisa nyelamatin diri sendiri?" Cicit Runi pada Abi dengan suara lemahnya.
"Kamu ngomong apa to, dek?. Hilang seminggu? Kamu hilang sehari saja Mas hampir gila rasanya." Jawab Abi sembari mengeratkan pelukannya.
"Jangan pergi sembarangan lagi, dek. Mas takut kehilangan kamu seperti hari ini. Maafin Mas, ya. Mas gak tau kenapa bisa gak bangun waktu kamu telfon, padahal dering ponsel Mas aktif. Besok lagi, kalau orang rumah gak ada yang angkat telfonmu, jangan pernah keluar dari rumah, ya?" Pinta Abi yang di jawab anggukan oleh Runi.
"Sejujurnya aku juga sempat ragu, Mas. Tapi jiwa sosialku meronta - ronta saat melihat wajah khawatir Labibah." Kata Runi.
"Hm. Mas tau, calon istri Mas orang baik yang gak bisa menolak orang yang perlu bantuan." Jawab Abi.
"Mas, kalau seandainya itu bukan bu Dedes dan Labibah, apa aku akan di kembalikan?" Tanya Runi.
"Sssttt! Sudah, gak usah di pikirin lagi ya, sayang. Kamu calon istri Abimanyu Rakasiwi, kamu akan baik - baik aja, gak akan ada yang berani melukaimu di sini." Jawab Abi yang berusaha menenangkan Runi.
Malam itu berakhir dengan Abi yang ikut tertidur dalam posisi duduk dengan Runi yang ada di pelukannya.
up yg banyak dooong 🙏🏻🙏🏻🙏🏻