Namanya Kanaka Harvey, dia anak keduanya Letta dan Devano, sejak awal bermimpi jadi pembalap, tapi apa daya takdir menuntunnya untuk masuk ke perusahaan peninggalan kakeknya. Terkenal dingin dan tak tertarik dengan perempuan manapun, nyatanya Kanaka justru terperangkap pada pesona bawahannya di kantor yang bernama Rere (Renata Debora) , cewek itu terkenal jutek dan galak sama siapapun. Kanaka yang tak pernah berpacaran itu begitu posesif dan overprotective terhadap Rere.
IG : 16_rens
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rens16, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 25 : Meluruskan kesalahpahaman
Rere menatap ngeri Kanaka yang terus memacu motornya di depan sana, raungan motor yang disoraki oleh kaum perempuan yang memuja Kanaka kala di atas motor, membuat Rere pengen melakban mulut yang teriak-teriak itu.
Dia khawatir, beneran khawatir, sudah empat putaran dan balapan itu belum juga usai.
Lawan Kanaka mulai panas, karena Kanaka menyalip Davin di lap terakhir dan memenangkan balapan itu.
Selebrasi Kanaka dengan mengangkat ban motor depannya membuat Davin dan teman-temannya tersulut emosi, mereka tak terima dikalahkan lagi.
Awalnya Kanaka tak mengetahui keberadaan Rere diantara kerumunan orang yang mengerubunginya.
Saat Kanaka menyadari kehadiran Rere yang menatapnya galak dengan tangan bersedekap di dada, disekelilingnya ada beberapa cowok yang melirik Rere dengan mata tertarik.
Kanaka jelas cemburu, agak kesal sama Keiko yang sekarang sering memberikan Rere baju-baju keren hingga membuat Rere tambah menggemaskan.
Kanaka memarkir motornya lalu menghampiri sang kekasih, melingkarkan tangan di pinggang ramping Rere, mengklaim kepemilikan.
"Kok nggak bilang kalo mau nonton?" tanya Kanaka lembut, satu minggu tak bertemu membuat rasa rindu di dadanya melimpah ruah.
Interaksi keduanya membuat banyak pasang mata menatap mereka dengan.....penasaran.
"Ngapain sih bikin orang tua khawatir?!" omel Rere dengan wajah menahan kesal.
"Siapa yang khawatirin aku?" Alis Kanaka bertaut mendengar omelan tajam Rere.
"Tuh Mimo sampai telpon aku suruh nyusulin kamu!"
"Oh Mimo? Kamu? Kamu khawatir nggak Yang?" tanya Kanaka.
"Auk ah, kamu nyebelin!" Rere menjawab ketus lalu melepaskan diri dan kembali ke mobil mewah yang masih menunggunya.
"Sen.... urus duitnya ama bawa motor gue pulang!" perintah Kanaka sambil melempar kunci motornya ke Sensen, Kanaka sendiri mengikuti Rere masuk ke mobil yang dikendarai pak Nanang supirnya Mimo.
"Ke rumah kami ya pak," ucap Kanaka saat dia dan Rere sudah duduk di dalam mobil.
"Yang di blok B kan mas?" tanya pak Nanang memastikan.
"Iya."
"Ngapain ke rumah kamu... " celetuk Rere langsung dipotong Kanaka.
"Rumah kita sayang," ralat Kanaka.
"Ya ya ya.... terserah tuan Kanaka Harvey saja deh mau nyebut rumah itu rumah siapa." Dengan wajah judes Rere menyindir Kanaka karena jelas-jelas itu rumah warisan yang dibelikan orang tua Kanaka untuk Kanaka.
Pak Nanang terkekeh pelan melihat perdebatan calon pengantin yang duduk di bangku tengah itu.
Mengabdi hitungan tahun di keluarga Devano, Nanang tahu bahwa keluarga majikannya itu terbilang majikan yang baik dan perhatian, tidak hanya ke keluarga mereka saja, ke para pekerjanya saja baik banget.
Jadi tidak mungkin Devano mempermasalahkan andai Kanaka menyebut rumah pemberian orang tuanya tersebut sebagai rumahnya dan rumah Rere.
Mobil berhenti di depan rumah Kanaka, karena kebetulan hari sudah malam, maka para pekerja yang merenovasi sudah pulang.
Kanaka membuka kunci rumahnya, membiarkan masuk ke dalam terlebih dahulu.
Sebelum mengikuti Rere masuk ke dalam rumah, Kanaka meminta pak Nanang untuk pulang ke rumah Mimonya.
Kanaka melihat Rere menyandarkan kepalanya di badan sofa ruang keluarga, sambil menutup matanya dengan lengannya.
Kanaka berlalu ke kamar yang ada disebelah kamar utama, kamar yang sedianya akan diperuntukkan buat bu Laras, dia membersihkan diri dan berganti dengan baju bersih.
Setelah selesai Kanaka kembali ke ruang tengah dan melihat Rere tetap dengan pose awalnya.
"Kamu kenapa sih Re?" tanya Kanaka pelan.
"Pusing...... bingung..... " jawab Rere.
"Kenapa pusing dan bingung?" tanya Kanaka.
"Merasa nggak pantes aja masuk ke keluarga kamu!"
"Maksud kamu?!" tanya Kanaka suaranya sudah mulai tidak enak untuk didengar, jujur perasaannya mulai terasa aneh.
"Ka.....mumpung belum terlanjur kita pikir ulang rencana pernikahan kita.... "
"Kamu ngomong apaan sih Re? Kamu marah karena aku kasih uang bukan hasil keringetku sendiri?!" Suara Kanaka mulai meninggi, oke Rere tak mau dikasih nafkah hasil pemberian, ini Kanaka lagi berusaha mencari uang dengan keringatnya sendiri.
"Kamu ngomong apa sih?!" Rere ikutan meninggikan suaranya dituduh seperti itu, padahal dia kan belum mau menerima apa yang belum jadi haknya.
"Aku tahu aku masih kuliah, belum bisa menghasilkan uang sendiri, tapi kamu tenang aja, setelah kita menikah aku akan langsung masuk ke perusahaan peninggalan opa, kamu nggak perlu membatalkan pernikahan hanya karena masalah itu," ucap Kanaka dengan suara dingin.
Rere mulai menangis, dia frustasi dengan keadaannya tapi malah dituduh matrealistis, padahal Rere justru bahagia apabila Kanaka berasal dari strata sosial yang sama dengan dirinya.
"Pa dahal, hik bu bukan ma sa lah i tu, a ku takut ka kamu nyesel nik kah sa ma aku, ka kamu bel lum tahu ma sa lalu kel luar gaku yang men nyedih kan," ucap Rere terbata ditengah tangisannya.
Kanaka membeku, jadi selama ini dia salah sangka dengan Rere. Rere tak mempermasalahkan perihal uang, ia hanya malu dengan kondisi keluarganya.
Secepat kilat Kanaka merengkuh tubuh Rere dan memeluknya erat, Kanaka mengusap punggung Rere dan menciumi puncak kepala Rere berulang kali.
"Maaf aku salah sangka," bisik Kanaka membiarkan Rere menangis dan membasahi baju Kanaka.
"Aku nggak materialistis, mau kamu ajak makan pakai tempe juga aku nggak keberatan kok," balas Rere setelah bisa menguasai diri.
"Kamu bisa cerita ke aku sayang, penilaianku tak akan berubah sama kamu, aku tetap sayang, aku tetap cinta sama kamu," ucap Kanaka sambil menghapus sisa-sisa air mata Rere.
"Aku memang mau cerita ke kamu, setelah kamu mendengarnya kamu mau memutuskan nggak ngelanjut.... " Belum juga Rere menyelesaikan kalimatnya, tiba-tiba saja tubuhnya terdorong hingga terlentang di atas sofa dan tubuh besar Kanaka mengungkung di atas tubuh mungil Rere.
Tanpa aba-aba, Kanaka menyecap bibir tipis yang sejak tadi berbicara omong kosong itu, awalnya pelan lalu lama-lama semakin intens dan rakus.
Sampai saat Rere merasakan sesuatu yang mengeras dibawah sana, segera Rere mendorong tubuh Kanaka yang sejak tadi menindih tubuhnya.
Kanaka menatap lembut Rere yang masih menatapnya dengan sorot mata ingin tapi menolak.
"Jadi sebelum ngomong yang aneh-aneh lagi, pikirin apa yang bisa aku lakukan sayang, jadi jangan pernah berpikir buat lari dariku," ucap Kanaka sambil mengelus wajah Rere dan menjauh dari atas tubuh sang kekasih.
Mereka duduk kembali, Rere menyandarkan kepala di bahu Kanaka.
"Beberapa hari setelah bapak meninggal, aku dan ibu diusir dari rumah kami oleh orang tua bapak, ibu dianggap selingkuh dengan suami adik perempuannya bapak, dan aku tak diakui sebagai darah daging mereka, karena menurut mereka aku bukan anaknya bapak, padahal sejak awal bapak juga tahu aku anaknya tapi keluarganya menolakku." Rere mulai bercerita dengan nafas tersengal, mengingat saat itu membuatnya terluka.
Mendengar cerita itu tubuh Kanaka menegang dan terlihat rahangnya mengetat.
"Jadi kalo setelah mendengar cerita ini kamu mau memutuskan tak meneruskan pernikahan kita aku siap, karena tak mungkin aku dan ibuku yang kotor itu masuk ke keluarga kamu yang harmonis dan keluarga baik-baik," ucap Rere sendu.
"Aku.... aku... " Kanaka kesulitan mengucapkan apa yang sejak tadi ia rasakan.
_______
Kira-kira Kanaka mau menerima nggak ya guys?
Tunggu ya.... besok aku update kelanjutannya.
Terimakasih buat semua yang kasih aku banyak support buat aku, salam sayang buat kalian di manapun berada.
cerita nya bagus tapi jadi ngeh setiap bab gini mulu