Gara, cowok dengan semangat ugal-ugalan, jatuh cinta mati pada Anya. Sayangnya, cintanya bertepuk sebelah tangan. Dengan segala cara konyol, mulai dari memanjat atap hingga menabrak tiang lampu, Gara berusaha mendapatkan hati pujaannya.
Tetapi setiap upayanya selalu berakhir dengan kegagalan yang kocak. Ketika saingan cintanya semakin kuat, Gara pun semakin nekat, bahkan terlibat dalam taruhan konyol.
Bagaimana kekocakan Gara dalam mengejar cinta dan menyingkirkan saingan cintanya? Akankah Gara mendapatkan pujaan hatinya? Saksikan kisah cinta ugal-ugalan yang penuh tawa, kejutan, dan kekonyolan!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nana 17 Oktober, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
14. Kejujuran yang Menyentuh
Gara duduk di bangku taman, mengutak-atik ponselnya sambil menyusun rencana terakhir yang menurutnya bakal sukses besar. "Ini pasti berhasil. Gak perlu ada sabotase fisik, gue cuma kasih info salah soal jadwal ujian. Dion bakal datang terlambat, dan Anya bakal mikir dia gak bertanggung jawab."
Yoyok yang duduk di sebelahnya mengangguk penuh semangat. "Strategi halus, Gar! Tinggal kirim pesannya aja, beres!"
Setelah menyusun pesan yang tampak resmi dan meyakinkan, Gara mengirimkannya kepada Dion dengan nada sok ramah, memberitahunya bahwa ujian besok diundur satu jam. Dengan senyum licik, mereka pun menunggu hasil rencana itu.
Keesokan harinya, Gara dan Yoyok duduk di ruang ujian, siap mengikuti ujian. Mereka sudah membayangkan wajah Dion yang panik dan terlambat masuk ke ruang ujian.
Namun, yang terjadi malah sebaliknya. Dion, entah bagaimana caranya, datang tepat waktu, duduk di ruang ujian dengan percaya diri. Rupanya, teman-teman Dion memberikan informasi yang benar soal jadwal, jadi rencana Gara tak berpengaruh.
Tapi anehnya, Aldi, teman mereka yang kebetulan duduk di belakang Dion, justru terlambat masuk kelas. Gara menepuk jidatnya, bingung. "Lah? Kenapa Aldi yang telat?"
Aldi berdiri di ambang pintu ruang ujian dengan napas terengah-engah sambil meminta maaf pada dosen, tidak sadar dia tertipu oleh informasi salah yang justru dikirimkan Gara secara tak sengaja ke grup obrolan mereka.
Yoyok menahan tawa melihat ekspresi kesal Gara. "Gue rasa yang kena sabotase elu sendiri, Gar. Sekarang yang telat bukan Dion, malah si Aldi."
Gara hanya bisa memandang Aldi yang masih terengah-engah berjalan menuju bangkunya, sementara Yoyok terus menahan tawa di sebelahnya. Rencana mereka berantakan lagi.
Setelah serangkaian rencana yang gagal, Gara duduk di warung kopi Mas Jon, merasa sangat lelah. Semua usaha ugal-ugalan yang dia lakukan untuk menyingkirkan Dion tidak ada yang berhasil, malah membuat dia terlihat bodoh. Lebih buruk lagi, Anya tetap akrab dengan Dion, meski semua sabotase yang sudah dilakukan.
Darto, yang sedari tadi memerhatikan wajah Gara yang terlihat lelah pun menghampiri dan duduk di sebelah Gara dengan senyum penuh pengertian. "Masih perang sama Dion, Gar?"
Gara hanya mengangguk lesu. "Gue udah coba segalanya, Dart. Dari sabotase hadiah sampai ngejatuhin dia di lapangan. Tapi malah gue yang jatuh karena semakin jauh dari Anya."
Darto tertawa kecil. "Gue udah bilang, Gar. Kadang usaha keras untuk ngejatuhin orang lain justru bikin lo jatuh sendiri. Mungkin Anya akan lebih menghargai kalau lo jujur aja, tanpa drama atau trik."
Gara terdiam. Kata-kata Darto lagi-lagi masuk akal. Dia terlalu sibuk memikirkan cara untuk mengalahkan Dion, sampai lupa bahwa yang paling penting adalah bagaimana dia bisa menunjukkan dirinya yang sesungguhnya kepada Anya.
Dengan tekad baru, Gara memutuskan untuk berhenti dengan segala rencana ugal-ugalan ini. "Mungkin lo bener, Dart. Gue udah kelewatan banget. Gue bakal berhenti ngerjain Dion dan fokus buat deketin Anya dengan cara yang lebih tulus."
Gara meskipun masih terjebak dalam aksinya yang ugal-ugalan, mulai menyadari bahwa usaha untuk menjatuhkan saingan tidak selalu membawa hasil yang diharapkan. Alih-alih menyingkirkan Dion, dia malah semakin jauh dari Anya. Semua yang telah terjadi menyiapkan Gara untuk perkembangan yang lebih matang, di mana dia benar-benar mulai belajar dari kesalahan dan memikirkan cara yang lebih tulus untuk memenangkan hati Anya.
***
Setelah serangkaian kegagalan ugal-ugalan yang justru membuat dirinya tampak semakin konyol, Gara akhirnya memutuskan untuk mengambil pendekatan baru. Bukan lagi dengan trik-trik licik atau sabotase yang membuatnya merasa kalah, tapi dengan menunjukkan siapa dirinya yang sebenarnya. Meski berat untuk menahan godaan melakukan sesuatu yang dramatis, Gara tahu bahwa menjadi lebih tulus adalah satu-satunya cara.
Di pagi hari, Gara duduk di taman kampus, merenung dengan cangkir kopi di tangan. Dia mengingat kata-kata Darto, yang semakin jelas sekarang. "Lo harus jadi diri lo sendiri," gumamnya pelan. Dia sudah bosan menjadi orang yang selalu berusaha tampil beda atau dramatis di depan Anya.
Ketika Anya muncul dari kejauhan, Gara merasa jantungnya kembali berdegup kencang. Namun, kali ini dia menahan diri untuk tidak memikirkan rencana aneh atau pendekatan mencolok. "Sederhana aja," pikirnya.
Anya berjalan mendekat dan tersenyum saat melihat Gara. "Pagi, Gara. Lagi ngapain di sini sendirian?"
Gara mengangkat bahunya, mencoba terlihat santai. "Cuma nikmatin pagi aja. Mau duduk?"
Anya mengangguk dan duduk di samping Gara. Mereka berdua duduk dalam keheningan sejenak, menikmati suasana taman yang sejuk. Tidak ada percakapan yang terburu-buru, tidak ada tekanan untuk membuat momen ini dramatis atau spesial. Gara hanya mencoba menikmati kehadiran Anya tanpa merasa harus mengesankan.
"Lo sibuk akhir-akhir ini?" tanya Gara akhirnya, memecah keheningan.
Anya tersenyum dan mengangguk. "Iya, banyak tugas akhir yang harus diselesaikan. Lo sendiri gimana?"
"Ya, sama aja. Tapi gue lagi mikir soal banyak hal ... soal hidup, gitu," jawab Gara. Meskipun terdengar klise, ini adalah Gara yang sedang mencoba jujur tentang apa yang dia rasakan.
Anya menoleh, tertarik. "Mikirin apa emangnya?"
Gara menghela napas pelan. "Mikirin gimana caranya gue berhenti ngejar hal-hal yang enggak penting. Gue sadar, selama ini gue terlalu sibuk berusaha jadi sesuatu yang bukan gue. Pengen banget bikin orang lain terkesan, terutama lo."
Anya terdiam sejenak, sepertinya tidak menduga jawaban sejujur itu, meskipun selama ini ia juga merasa Gara berusaha mendekati dan membuatnya terkesan dengan berbagai macam cara. "Maksud kamu, selama ini?" tanyanya memastikan.
Gara mengangguk pelan. "Iya. Gue sering banget mikirin cara-cara yang berlebihan buat bikin lo suka sama gue, tapi sekarang gue sadar ... mungkin gue enggak perlu berlebihan. Mungkin gue cuma perlu jadi diri gue sendiri."
Anya tersenyum kecil, tampak tersentuh oleh kejujuran Gara. "Itu pemikiran yang bagus, Gar. Jujur aja, aku lebih suka kalau kamu apa adanya. Aku sering bingung kenapa kamu tiba-tiba berubah-ubah, kadang terlalu berusaha."
Gara merasa hatinya sedikit lega. Ini pertama kalinya dia mendengar Anya berkata begitu. "Iya, gue sadar telat, sih. Tapi gue pengen mulai lagi. Kalau lo mau, kita bisa mulai dari ngobrol-ngobrol biasa. Gue janji nggak bakal bawa balon atau bunga aneh lagi," canda Gara, mencoba meredakan ketegangan.
Anya tertawa kecil, masih ingat saat Gara tersangkut di jendela kamarnya dan membawa bunga kuburan untuk ngapeli dirinya. "Itu kedengarannya bagus. Aku suka ngobrol biasa, Gar. Nggak perlu yang heboh-heboh."
Mereka melanjutkan obrolan ringan sepanjang pagi itu. Kali ini, Gara tidak berusaha menjadi seseorang yang bukan dirinya. Dia membiarkan percakapan mengalir alami, tanpa tekanan untuk membuat momen spesial. Mereka berbicara tentang film yang mereka suka, musik, dan bahkan topik-topik ringan seperti makanan favorit.
Gara mulai menyadari bahwa dengan cara ini, dia merasa jauh lebih dekat dengan Anya. Tidak ada lagi kecanggungan atau rasa takut gagal. Dan yang lebih penting, Anya terlihat lebih nyaman bersamanya.
Sambil menatap Anya yang tampak nyaman duduk di sampingnya, Gara bergumam dalam hati, "Kenapa nggak dari dulu gue kayak gini?" Pikirannya melayang pada semua rencana gila dan ugal-ugalan yang sudah ia jalani hanya demi mencari perhatian Anya. Mulai dari sabotase yang berakhir memalukan, hingga jatuh dari atap dalam jebakan rencana aneh Yoyok.
"Ngapain gue harus susah-susah ngejar perhatian dengan cara yang bikin malu, apalagi sampai cedera fisik? Ternyata ada cara santai kayak gini, lebih menyenangkan, dan ... jelas nggak ada risiko malu," batin Gara menarik napas panjang, merasa lega dan sedikit menyesal mengapa ia tak menyadari hal ini sejak awal.
Ia melirik Anya yang tengah tersenyum menatap bunga di taman, tanpa tekanan apapun, obrolan mengalir alami. Gara akhirnya mengerti bahwa perhatian dan kehadiran Anya bisa ia dapatkan tanpa perlu trik berlebihan atau aksi konyol yang justru merugikan dirinya sendiri. Ini lebih baik, lebih tulus. Dan kali ini, ia benar-benar merasa nyaman menjadi dirinya sendiri.
Saat suasana di taman kampus itu terasa begitu damai, nasib baik rupanya belum sepenuhnya berpihak pada Gara. Ketika ia hendak melanjutkan obrolan ringan dengan Anya, tiba-tiba terjadi sesuatu yang ... tak terduga.
...🌸❤️🌸...
.
To be continued
Ditunggu launching novel terbarunya ya smg sehat sll dan sukses sll dan semangat sll terus berkarya.....
Gara sangat kocak dan apa adanya membuat anya bs tertawa lepas,,,
Bagus gara apa adanya dan dgn menunjukan ketulusanmu anya dan orgtuanya menerima apa adanya gara....
Sangat sangat happy akhirnya anya menerima jd kekasihnya.....
lanjut thor semangat sll dan sehat sll....