Follow IG 👉 Salsabilagresya
Follow FB 👉 Gresya Salsabila
"Aku tidak bisa meninggalkan dia, tapi aku juga tidak mau berpisah denganmu. Aku mencintai kalian, aku ingin kita bertiga hidup bersama. Kau dan dia menjadi istriku."
Maurena Alexandra dihadapkan pada kenyataan pahit, suami yang sangat dicintai berkhianat dan menawarkan poligami. Lebih parahnya lagi, wanita yang akan menjadi madu adalah sahabatnya sendiri—Elsabila Zaqia.
Akan tetapi, Mauren bukan wanita lemah yang tunduk dengan cinta. Daripada poligami, dia lebih memilih membuang suami. Dia juga berjanji akan membuat dua pengkhianat itu merasakan sakit yang berkali lipat.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Gresya Salsabila, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bertengkar
"Sayang, maafin aku ya tidak bisa mengantar kamu. Mood Mauren sedang nggak baik dan ... aku tidak ingin membuatnya makin kacau." Jeevan melepaskan tangan Elsa. "Aku selesaikan dulu urusanku dengannya, ya. Aku akan memberikan pengertian padanya agar mau menerima kamu," sambungnya.
"Iya, Mas. Aku ... nanti pulang sendiri," jawab Elsa dengan penuh kekecewaan.
Sebenarnya, dia sangat ingin menahan Jeevan. Namun, apa bisa dikata. Mauren terlihat marah dan kecewa, pasti sangat sakit hati dengan perbuatannya.
"Nanti kamu hati-hati, ya. Kabari aku kalau sudah sampai rumah," kata Jeevan.
Dia merangkul tubuh Elsa dan mendaratkan kecupan mesra di keningnya. Kemudian, bangkit dan melangkah pergi menyusul Mauren.
Sepeninggalan Jeevan, Elsa menangis seorang diri. Dia duduk di dekat kaki kursi dengan wajah yang disembunyikan di antara dua lutut.
Banyak hal yang membuat perasaannya berkecamuk. Ada rasa sesal karena sudah mengkhianati Mauren, sahabat dekat yang selama ini selalu ada untuknya. Namun, di sisi lain dia juga ingin memperjuangkan perasaan. Dia ingin memilik Jeevan dalam ikatan halal meski sebatas istri kedua.
"Aku dan Mas Jeevan saling mencintai. Apa salah jika aku ingin mempertahan hubungan ini?" batin Elsa di sela-sela tangisnya.
Cukup lama Elsa larut dalam kesedihan, bahkan sampai jarum jam menunjukkan pukul 01.00 dini hari. Kepala Elsa terasa pening dan tubuhnya juga nyeri karena terlalu lama duduk sambil menunduk.
Akhirnya, Elsa bangkit dan mengusap air mata dengan punggung tangan. Lantas, keluar ruangan dan bersiap pulang.
"Ahh, mati," desis Elsa ketika melihat ponselnya, yang ternyata mati karena kehabisan baterai.
Elsa terus berjalan hingga tiba di halaman kantor. Satpam menatapnya dengan sinis, tidak seperti hari-hari sebelumnya yang sangat hormat.
"Pak," panggil Elsa. Tak peduli meski satpam itu cuek, saat ini dia benar-benar membutuhkan pertolongan.
"Kenapa, Bu?" tanya satpam. Matanya menilik Elsa dari ujung kaki hingga ujung kepala, lalu tersenyum remeh saat melihat mata Elsa yang sembap.
"Boleh pinjam HP? Saya ingin pesan taxi, tapi HP saya mati," ucap Elsa.
"Maaf, Bu, saya tadi tidak bawa HP," jawab satpam, entah jujur atau tidak.
Karena tidak ada pilihan, akhirnya Elsa keluar gerbang dan berjalan menyusuri trotoar. Selangkah demi selangkah meninggalkan Gedung Victory, dengan perasaan yang makin lama makin tak karuan.
"Aku belum pernah melihat Mauren semarah tadi, apa dia benar-benar kecewa?" tanya Mauren pada angin malam yang menemani langkahnya.
"Bagaimana kalau dia nggak bisa memaafkan sikapku? Dibandingkan dia, aku bukan siapa-siapa. Pasti sangat mudah baginya untuk melakukan apa pun yang merugikanku." Elsa mengembuskan napas panjang. Rasa waswas dan khawatir mulai menganggu benaknya.
"Tapi, masih ada Mas Jeevan. Dia mencintaiku, jadi nggak mungkin membiarkan Mauren menyakitiku. Mas Jeevan pasti selalu membela." Elsa mengulum senyum. Dia kembali teringat dengan cinta Jeevan selama ini, sangat tulus dan manis.
Akan tetapi, senyuman itu menghilang dalam waktu singkat. Ingatan tentang gertakan Mauren yang mengancam cerai terus mengusik pikirannya. Bagaimana jika hal itu benar-benar terjadi? Bagaimana kehidupan Jeevan dan bagaimana kehidupannya? Elsa sangat tahu, semua harta yang dikelola Jeevan adalah milik Mauren. Jika wanita itu bersikeras pisah, habis sudah masa depan Jeevan.
"Ahh, apa yang harus kulakukan setelah ini?" Elsa mengusap wajahnya dengan kasar. Banyak dilema yang membuat hatinya bergejolak tak karuan.
Sekitar dua jam kemudian, Elsa tiba di kediamannya, sebuah rumah sederhana yang hanya memiliki satu kamar, itu pun tidak luas.
Elsa melemparkan tas kerjanya ke sembarang tempat dan kemudian duduk di tepi ranjang. Dia melepas high hells-nya sambil meringis sakit. Terlalu lama berjalan membuat kakinya lecet dan perih.
"Istirahat dulu, semoga besok ada jalan untuk melewati semua ini." Elsa merebahkan tubuhnya sambil memejam, rasanya sangat lelah saat ini.
Tak lama setelah itu, Elsa sudah terlelap. Sejenak ia melupakan masalahnya dalam buaian mimpi.
_____________
Beberapa jam yang lalu, di kediaman Mauren.
"Sayang! Tunggu, Sayang!" panggil Jeevan. Dia berlari menyusul sang istri yang lebih dulu memasuki rumah.
Namun, Mauren sama sekali tak peduli. Dia terus berjalan dan mengabaikan panggilan Jeevan. Bahkan, Mauren langsung naik ke lantai dua dan masuk ke kamar.
"Sayang, dengarkan aku! Jangan diam seperti ini, kita perlu bicara!" Suara Jeevan makin meninggi. Dia sedikit kesal dengan sikap Mauren yang cuek.
Alih-alih menjawab, Mauren justru meletakkan tas dan kunci mobil. Kemudian, melangkah menuju kamar mandi.
Jeevan makin geram. Alhasil, dia gagal mengontrol emosi.
"Mauren!" bentak Jeevan ketika istrinya sudah membuka pintu kamar mandi.
Mauren menoleh dengan mata yang memicing. Amarah yang hampir reda kembali tersulut saat mendengar bentakan Jeevan.
"Aku sudah menuruti keinginanmu. Aku pulang dan meninggalkan Elsa sendirian. Tapi, masih begini sikapmu. Egois kamu!" kata Jeevan seraya menatap tajam ke arah Mauren.
"Egois?" Mauren berbalik dan berjalan menghampiri Jeevan. "Aku marah karena dikhianati dan itu kamu anggap egois? Lalu, menurutmu aku harus bersikap seperti apa? Menerima dan mengalah, iya?" sambungnya dengan intonasi tinggi.
"Setidaknya dengerin penjelasan aku, jangan diam kayak gini," sahut Jeevan.
"Penjelasan seperti apa lagi, Mas? Udah jelas-jelas kamu selingkuh dan itu bikin aku sakit. Aku cuma mau meredam emosi, tapi kamu malah mancing lagi. Oh, atau kamu nyesel karena pulang ke sini? Kamu masih mau nganterin ****** itu dan berdua-duaan melepas hasrat, begitu?" Napas Mauren memburu, bahkan dadanya sampai naik-turun.
"Jaga ucapanmu, Mauren!" bentak Jeevan. Tangannya terangkat dan siap menampar Mauren, tetapi terhenti dan hanya gemetaran di awang-awang.
"Kenapa berhenti? Ayo, pukul aja!" teriak Mauren.
"Jangan membuatku makin marah, Mauren! Kita bicarakan ini baik-baik, jangan pakai emosi." Intonasi Jeevan mulai menurun, tetapi masih terdengar tegas.
"Membahas perselingkuhan kamu, aku nggak bisa kalau nggak emosi."
"Mauren___"
"Apa sih hebatnya Elsa? Kalau hanya andal di ranjang, itu bukan kelebihan. Itu wajar karena dia perempuan murahan. Pasti banyak pria yang sudah ngelatih dia," pungkas Mauren.
"Cukup, Mauren! Elsa bukan wanita murahan, apalagi ****** seperti yang kamu teriakkan. Dia wanita baik yang punya perasaan tulus. Dia tahu cara mencintai dan memperlakukan orang yang dicintai," bela Jeevan yang lantas membuat Mauren makin kecewa.
"Terus saja bela dia, Mas! Sama-sama pengkhianat, nggak kaget kalau saling membenarkan." Mauren berteriak sambil mendorong kasar tubuh Jeevan.
"Berhenti menyebut aku dan Elsa pengkhianat! Sebelum kamu nyalahin kami, introspeksi diri dulu. Udah bener belum jadi istri!" sahut Jeevan.
Mauren memelotot, "Dasar suami brengsek! Nggak tahu terima kasih kamu, Jeevan!"
Jeevan tidak menjawab, tetapi langsung mencengkeram kedua bahu Mauren dan mendorongnya hingga membentur dinding.
"Kurang apa aku selama ini? Sudah banyak hal yang kulakukan untukmu, tapi apa balasanmu? Jangan karena harta, jadi kamu angkuh dan menutup mata!" kata Jeevan tepat di wajah Mauren.
Bersambung...
Suka dg karakter nya karin /Joyful//Kiss/
Suami begitu buang aj ke sampah 🤪😂