SIAPKAN KANEBO UNTUK MENYEKA AIR MATA!!!
"Manakah yang akan membunuhnya, siksaan suami atau penyakit mematikan?"
Demi menghindari perjodohan dengan seorang pria yang merupakan mafia, ia menjebak seorang montir dan memaksa menikahinya. Tanpa disadari olehnya, bahwa sang montir ternyata adalah bekas seorang bos mafia.
Bukannya bahagia, Naya malah mendapat perlakuan buruk dari sang suami. Mampukah Naya bertahan dengan siksaan Zian di tengah perjuangannya melawat maut akibat penyakit mematikan yang menggerogoti tubuhnya?
IG otor : Kolom Langit
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kolom langit, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mencari kerja
"Bos,wanita tdi yang bersamamu siapa?" tanya Dimas.
"Dia temanku," jawab Zian singkat.
"Tapi aku dengar kau memanggilnya sayang..."
Zian melirik Dimas dengan ekor matanya, "Kau akan tahu nanti."
Dimas kemudian menghentikan pekerjaannya sejenak, lalu duduk di samping Zian.
"Bos, apa kau sebenci itu pada Naya? Aku rasa dia tidak seburuk yang kita pikirkan selama ini. Maksudku, dia memang memaksamu menikahinya. Tapi aku benar-benar melihat usahanya tulus untuk bisa mendapatkan hatimu," kata Dimas panjang lebar.
"Itulah kesalahannya. Aku tidak akan pernah bisa menerimanya dalam hidupku, bagiku dia seperti malapetaka."
"Tadi aku lihat wajahnya sangat sedih. Tapi dia masih berusaha tersenyum." Raut wajah Dimas terlihat sedih saat mengucapkannya.
Zian heran dengan Dimas yang tiba-tiba seolah berpihak pada Naya. Padahal selama ini Dimas pun sama seperti Zian yang tidak menyukai Naya.
"Ada apa denganmu? Kenapa kau tiba-tiba membela gadis bodoh itu?"
"Aku tidak membelanya, bos. Aku hanya merasa tidak tega melihatnya."
"Aku harap dia menyerah dan segera pergi dari hidupku..."
"Tapi dia mau kemana kalau kau mengusirnya? Dia tidak punya siapa-siapa lagi kan?"
Zian terdiam beberapa saat seperti sedang berpikir.
"Aku tidak peduli dia mau kemana."
Tanpa mereka sadari, Naya yang berada di ambang pintu sejak tadi mendengar pembicaraan mereka. Gadis itu hanya bisa menundukkan kepalanya.
Dimas yang menoleh ke pintu terperanjak saat melihat Naya mematung di sana. Dimas pun memberi kode pada Zian dan menunjuk Naya dengan ekor matanya.
"Mau apa lagi kau kemari?" tanya Zian saat melihat Naya di ambang pintu.
Seperti biasa, Naya akan berusaha menyembunyikan kesedihannya dan menutupinya dengan senyuman.
"Aku mau mengambi kunci rumah, ketinggalan tadi di meja itu." Naya masuk kedalam dan mengambil kuncinya di atas meja. Zian hanya menatapnya dengan ekor matanya.
"Aku pulang dulu, sampai jumpa di rumah," ucap Naya seraya tersenyum.
Dimas yang mampu melihat kesedihan Naya menjadi tidak enak sendiri.
Kasihan gadis itu. Kenapa aku jadi merasa begitu kasihan padanya. batin Dimas.
****
Naya berjalan kaki untuk pulang ke rumah. Pikirannya tertuju pada pertemuannya dengan Dokter Fahri.
Kakak benar, aku harus sembuh. Aku ingin hidup lebih lama. Bukankah pengobatanku tahun ini seharusnya selesai. Aku akan terbebas dari semua obat-obatan itu. Aku akan pergi ke Barcelona dan mengunjungi museum Pablo Picasso. Aku akan bermain piano lagi. Tapi untuk mewujudkan semua itu aku harus sembuh. batin Naya.
"Aku harus cari pekerjaan supaya aku bisa membiayai pengobatanku." gumam Naya.
Tiba-tiba di perjalanan pulang, seseorang berdiri di hadapannya menghalangi jalannya. Naya mendongak, hendak melihat siapa yang sedang berdiri di hadapannya.
"Hai... kita bertemu lagi," kata orang itu.
"Kau siapa?" tanya Naya.
"Ya, ampun. Kau ternyata memiliki ingatan yang buruk, ya..."
"Maaf, aku..." Naya mencoba menajamkan penglihatannya yang samar-samar. Beberapa detik kemudian, dia bisa melihat dengan jelas, Evan berdiri di hadapannya.
"Kau... Yang kemarin menolongku kan?"
"Ah, kau sudah ingat?" Wajah pria itu langsung berbinar.
"Maaf, aku belum punya uang untuk mengganti uangmu. Aku akan menghubungi begitu aku punya uang."
"Baiklah, tapi kau mau kemana?"
"Aku mau pulang. Maaf ya, aku sedang terburu-buru." Naya beranjak meninggalkan Evan, namun pria itu terus mengekor di belakangnya, "Kenapa kau mengikutiku?"
"Aku tidak mengikutimu. Kebetulan aku sedang menuju arah kesana." Evan sedang menunjuk arah jalanan di depannya.
"Baiklah, lanjutkan perjalananmu. Aku akan ke arah sana." Naya menunjuk jalan yang berlawanan arah dengan Evan, membuat lelaki tampan itu gelagapan.
"Naya... Tunggu dulu..."
"Apa lagi?" tanya Naya yang mulai kesal.
"Baiklah, aku memang sedang mengikutimu. Aku hanya ingin tahu kau tinggal dimana," ucap Evan.
"Untuk apa?"
"Memang tidak boleh?"
Naya kemudian mengusap wajahnya, tubuhnya terasa lelah berjalan sejak tadi.
"Apa yang kau inginkan dariku? Bukankah aku sudah bilang, akan mengganti uangmu kalau aku sudah punya uang."
Gadis yang lucu. Dia pikir aku mengikutinya karena ingin meminta uangnya.
"Baiklah, aku hanya ingin berteman denganmu. Apa tidak boleh?"
"Tidak!" jawab Naya singkat. Gadis itupun segera pergi meninggalkan Evan. Namun, rupanya pria itu tidak menyerah. Dia terus mengikuti Naya kemana pun gadis itu melangkah.
"Aku mohon berhentilah mengikutiku. Aku akan segera mencari pekerjaan untuk bisa membayar hutangku,"
Evan tersenyum senang mendengar ucaoan Naya. Laki-laki itupun punya ide bagaimana cara agar bisa sering bertemu dengan gadis itu.
"Kau sedang mencari pekerjaan?" tanyanya.
"Iya," jawab Naya singkat.
"Pekerjaan sebagai apa?"
"Apa saja akan aku kerjakan. Pelayan restoran, petugas kebersihan..."
"Kau benar-benar mau bekerja?"
"Memangnya kenapa?"
"Aku punya teman. Dia memiliki sebuah cafe. Kebetulan aku dengar dia membutuhkan karyawan wanita. Aku bisa bicara dengannya kalau kau mau," tawar pria itu.
Bagai mendapat oase di gurun pasir, Naya langsung bersemangat mendengar ucapan Evan.
"Kau serius?"
"Tentu saja. Aku akan menghubungimu setelah bicara dengannya."
"Baiklah, terima kasih..."
untuk pertama kalinya Naya menunjukkan senyumnya pada pria itu. Membuat jantungnya terasa berdetak lebih kencang.
Sepertinya aku harus menghubungi dokter. Aku merasa jantungku mulai tidak normal. batin Evan.
Nayapun pergi meninggalkan Evan dengan senyum bahagianya. Gadis itu segera pulang kerumah. Setumpukan pekerjaan rumah sudah menunggunya.
***
"Sekarang aku tinggal minta izin dari Zianku. Dia pasti akan senang kalau aku bekerja. Dia akan tahu aku gadis mandiri dan tidak manja," gumam Naya di tengah-tengah pekerjaannya mencuci baju milik Zian.
Setelah mencuci pakaian, gadis itu kemudian membersihkan seluruh isi rumah, melupakan pesan Dokter Evan yang memintanya untuk tidak beraktivitas berlebihan.
Saat mengepel lantai, setetes darah yang keluar melalui lubang hidungnya dan jatuh ke lantai. Naya meraba hidungnya dan menemukan cairan merah itu di jarinya.
"Aku mimisan lagi..." Dengan cepat, Naya berlari menuju kamar mandi untuk membersihkan hidungnya.
Tidak lama kemudian, Zian pulang. Saat melangkahkan kakinya ke dalam rumah, dia melihat ember dan pel tergeletak begitu saja di lantai.
"Apa yang dilakukan gadis bodoh itu, kenapa dia meninggalkan pembersih lantai seperti ini." gumam Zian.
Dia baru akan melangkahkan kaki menuju kamarnya, ketika dia melihat bercak darah di lantai.
Apa ini? Darah? batin Zian.
Laki-laki itu kemudian mengikuti tetesan darah itu hingga ke kamar mandi. Terdengar percikan air di kamar mandi.
Apa yang terjadi padanya. Apa dia berdarah?
Zian lalu mengetuk pintu kamar mandi.
"Naya..." panggil Zian.
Naya yang sedang membersihkan hidungnya di kamar mandi menjadi panik mendengar Zian memanggilnya.
"Sebentar. Aku akan keluar," teriak Naya.
Tidak lama kemudian, Naya keluar dari kamar mandi dengan menutup hidingnya dengan jarinya.
"Ada apa? Kenapa ada bercak darah di lantai?" tanya Zian.
"Aku... Aku terpeleset saat mengepel dan kepalaku terbentur. Jadi aku mimisan."
"Dasar ceroboh! Cepat bersihkan itu," Zian beranjak meninggalkan Naya dan masuk ke kamarnya. Naya pun segera membersihkan bercak darah yang berceceran di lantai.
**** BERSAMBUNG