Dia adalah pria yang sangat tampan, namun hidupnya tak bahagia meski memiliki istri berparas cantik karena sejatinya dia adalah pria miskin yang dianggap menumpang hidup pada keluarga sang istri.
Edwin berjuang keras dan membuktikan bila dirinya bisa menjadi orang kaya hingga diusia pernikahan ke-8 tahun dia berhasil menjadi pengusaha kaya, tapi sayangnya semua itu tak merubah apapun yang terjadi.
Edwin bertemu dengan seorang gadis yang ingin menjual kesuciannya demi membiayai pengobatan sang ibu. Karena kasihan Edwin pun menolongnya.
"Bagaimana saya membalas kebaikan anda, Pak?" Andini.
"Jadilah simpananku." Edwin.
Akankah menjadikan Andini simpanan mampu membuat Edwin berpaling dari sang istri?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tri Haryani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB. 25 Konsultasi
Edwin dan Mona sudah tiba dirumah sakit. Mereka sedang menghadap dokter kandungan untuk berkonsultasi.
"Kondisi Bapak dan Ibu sehat hanya saja Ibu Mona kurang subur karena penggunaan pil KB dalam jangka panjang. Beruntung usia Ibu Mona masih 33 tahun jadi masih memungkinkan untuk bisa hamil," terang dokter Anne--dokter kandungan yang memeriksa Edwin dan Mona.
"Apa kalau saya berhenti minun pil KB saya bisa subur lagi, dok?" tanya Mona.
"Bisa, Bu, nanti saya resepkan obat penetral hormon dan vitamin untuk anda supaya cepat mengembalikan kesuburan anda."
"Baik, dok, beri saya obat yang paling bagus. Saya ingin cepat hamil dan punya anak," kata Mona.
Dokter Anne mengangguk, tak lupa juga dia memberi tahu Mona dan Edwin agar menjaga pola makan, hidup sehat dan tidur yang cukup untuk menunjang program hamil yang sedang mereka jalani.
Edwin bernafas lega akhirnya dia menjalani program hamil sesuatu yang dia ingin kan sejak lama meski dia belum tahu kapan sang istri akan hamil.
Setelah dari rumah sakit Edwin dan Mona pulang kerumah untuk bersiap pergi ke Maldives. Perjalanan bulan madu itu yang mengaturnya Mona dan semua menggunakan uang Edwin sebagai bentuk permintaan maafnya dia ingin menyenangkan suaminya.
Mona juga membawa lingerie dengan berbagai model dan warna yang akan dia kenakan saat bersama Edwin disana.
"Kamu tidak membawa pekerjaan kan saat kita bulan madu?" tanya Edwin memastikan. Dia sejak tadi duduk ditepi ranjang memperhatikan Mona yang sedang packing pakaian.
Mona tidak pernah meminta pelayan untuk menyiapkan keperluannya, dia lebih suka menyiapkan sendiri.
"Tidak, Mas, pekerjaan aku sudah kuserahkan semuanya sama asisten aku jadi kita akan benar-benar bulan madu," kata Mona.
Edwin mengangguk mebuat Mona bernafas lega. Mona memang sudah menyerahkan semua pekerjaannya pada asistennya selama dia bulan madu. Mona benar-benar ingin menghabiskan waktu bulan madu dengan Edwin tanpa gangguan pekerjaannya dan berharap dirinya cepat hamil sehingga Edwin tidak menceraikannya.
Jujur saja Mona berat sehari saja tidak bergelut dengan pekerjaannya tapi sementara untuk meyakinkan Edwin dia harus meninggalkan pekerjaannya serta hobinya.
Mona lalu menghampiri Edwin yang duduk ditepi ranjang, duduk dipangkuan pria itu lalu menciumnya memancing Edwin agar mau bercinta seperti tadi malam. Ya, sehabis bertengkar tadi malam dimana Edwin akan menceraikan Mona dan Mona menangis memohon diberi kesempatan, mereka menghabiskan malam dengan bercinta.
Mona juga ingin melakukannya sekarang karena semakin sering mereka bercinta semakin banyak kemungkinan dirinya cepat hamil. Entah sejak kapan mereka melepas pakaian keduanya kini sudah saling bertukar peluh.
...****************...
Angga mendatangi rumah sakit untuk membesuk Ibu Della. Dia sengaja datang disaat Andini belum datang kerumah sakit karena sekalian ingin mencari tahu alamat kontrakan gadis itu pada resepsionis.
Setelah tadi membesuk Ibu Della, Angga menghampiri resepsionis untuk menanyakan alamat rumah Andini. Angga sudah beberapa kali mengirim pesan pada Andini meminta alamat kontrakannya namun Andini tak mau memberi tahu pada akhirnya dia memilih mencari tahu sendiri.
Awalnya resepsionis tidak mau memberi tahu Angga tapi setelah pria itu meyakinkan bila dirinya saudara Andini barulah resepsionis itu memberi tahunya.
Angga langsung mengunjungi alamat kontrakan Andini namun kata tetangga Andini gadis itu sudah pindah dari kontrakan dan hanya Bima saja yang tinggal dikontrakan itu.
"Tinggal dimana sekarang kamu, An, kenapa susah sekali ingin menjalin hubungan lebih dekat denganmu," ucap Angga setelah menghela nafas berat.
Angga kembali menaiki motor pergi dari sana namun tidak sengaja dia melihat Bima pulang dari bekerja. Bima juga melihat Angga yang menghentikan motor didepannya.
"Kak Bima."
"Lagi apa kamu disini, Ga?" tanya Bima.
"Aku ingin bertemu Andini, Kak, tapi kata tetangga Kak Bima Andini sudah pindah," jawab Angga.
"Masuk dulu ke rumah, Ga, kita bicara didalam," ajak Bima yang melihat raut kecewa diwajah Angga. Bagaimanapun Bima mengenal Angga dan lelaki itu sangat baik pada adiknya.
Angga mengangguk, dia kembali mengendarai motornya menuju kontrakan Bima. Angga masuk kedalam kontrakan itu dan Bima membuatkan kopi untuk mereka mengobrol.
"Jadi benar Andini tidak tinggal disini lagi?" tanya Angga.
"Iya, Ga, Andini tidak tinggal disini lagi," jawab Bima.
"Lalu tinggal dimana dia?" tanya Angga lagi.
Bima bingung. Dia ingin mengatakan bila Andini tinggal diapartement tapi khawatir lelaki itu semakin banyak bertanya.
"Apa Andini tinggal dengan om kalian?" tanya Angga.
Bima tak paham siapa yang dimaksud 'om' oleh Angga hingga lelaki itu mengatakan bila pernah bertemu Andini yang mendaftar kuliah bersama seorang pria, barulah Bima paham.
"Ah iya, Ga, Andini memang ikut om kami tinggal dirumahnya katanya sih karena kampus Andini lebih dekat sama rumah om kami."
"Boleh aku minta alamat rumahnya? Aku ingin bertemu dengannya, Kak."
"Kamu hubungi saja Andini bila ingin bertemu, Ga, aku tidak enak bila memberi tahukan alamat rumahnya."
"Sudah, Kak, tapi Andini selalu menolak aku ajak bertemu."
"Kamu usaha lagi mungkin usahamu itu belum maksimal."
Angga menghela nafas kemudian mengangguk.
...****************...
Mona menyiapkan baju yang akan Edwin bawa ke Maldives karena tadi hanya bajunya saja yang baru dia siapkan. Mona mencari-cari kemeja Edwin yang dia belikan sebagai hadiah ulang tahun Edwin beberapa bulan yang lalu namun kemeja itu tidak kunjung dia temukan.
"Kamu cari apa?" tanya Edwin saat keluar dari kamar mandi sembari menggosok rambutnya yang basah dengan handuk.
"Aku cari kemeja yang aku belikan hadiah ulang tahun kamu, Mas, tapi tidak ada."
Edwin menghentikan pergerakannya, dia ingat bila kemeja itu tertinggal diapartement Andini.
"Apa tertinggal disaat kamu menginap kemarin? Kamu menginap dimana biar aku ambil kemeja itu," tanya Mona.
"Bawa kemeja yang lainkan saja, Mon, kita harus segera berangkat ke bandara."
"Masih ada waktu sebelum kita berangkat kebandara, Mas, aku masih sempat mengambilnya."
"Lain kali saja mengambilnya sebaiknya gantian kamu yang bersiap biar ini aku yang siapkan." Edwin mengambil alih beberapa pakaian ditangan Mona yang hendak dimasukkan kedalam koper.
"Iya, Mas." Mona mengalah lalu masuk kedalam kamar mandi membuat Edwin bernafas lega.
Tak lama terdengar suara notifikasi pesan masuk diponselnya. Edwin mengambil ponsel miliknya yang ada diatas nakas lalu membuka pesan tersebut.
"Boleh saya gunakan uang anda untuk beli motor?"
Andini mengiriminya pesan beserta vidio gadis itu sedang berjalan kaki pulang dari cafe.
Edwin meletakkan pakaian ditangannya lalu berjalan menuju balkon dan menelpon Andini.
"Iya, Pak."
"Bukannya saya sudah bilang gunakan saja atm yang saya berikan padamu. Beli apa saja yang kamu mau."
"Saya takut menggunakan uang sebanyak itu kalau tidak izin pada anda dulu."
"Tak apa, An, jangan merasa seperti itu, saya senang bisa menyenangkanmu."
"Terima kasih, Pak, anda baik sekali."
"Ya sudah saya tutup teleponnya kamu jaga diri baik-baik."
Edwin mengakhiri panggilan teleponnya, membalikkan tubuh dan hendak kembali ke dalam kamar namun dia terkejut mendapati Mona ada dihadapannya.