Bukan Sekedar Sugar Daddy
Plakk!
"Sudah berani melawan kamu ya," kata pria paruh baya pada seorang pria yang tak lain ialah menantunya.
Edwin hanya bisa menghela nafas berat karena usahanya untuk membujuk sang mertua agar tidak lagi ikut campur rumah tangganya itu sia sia. Dia justru mendapat tamparan dari mertuanya karena sudah dianggap melawan kehendak sang mertua.
Edwin pulang kerumah nampak sepi, lampu-lampu di beberapa ruangan sudah dimatikan pelayan, hanya ada lampu utama di ruang tengah yang masih menyala dan beberapa lampu diluar rumah.
Pria yang bernama lengkap Edwin Pranata itu ialah seorang pengusaha berusia 35 tahun, memiliki wajah tampan, bertubuh tinggi dan gagah. Dia sangat sempurna, namun semua itu percuma karena hidupnya tak bahagia.
Edwin langsung mendatangi kamar utama miliknya ingin segera bertemu dengan sang istri yang ia rindukan. Membuka pintu, Edwin melihat kamar nampak gelap tidak ada lampu yang meneranginya, hanya sorot lampu balkon saja yang terlihat. Edwin menekan saklar, menghidupkan lampu agar membuatnya bisa melihat isi kamar.
Edwin tersenyum kecut melihat ranjang dikamarnya masih kosong dan rapih, tidak ada sosok istrinya di sana padahal ini sudah larut malam tapi sang istri belum juga pulang ke rumah.
Edwin ingin setiap kali dirinya pulang bekerja sang istri ada di rumah, menyambut kedatangannya, makan malam bersama, bercerita tentang apa yang dilakukan hari ini atau setidaknya menghabiskan waktu bersama sebelum mereka tidur.
Namun semua hanyalah keinginan. Berulang kali Edwin menyampaikan pada sang istri namun wanita cantik bernama Mona itu tidak mau melakukan semua itu. Mona seorang wanita karir, baginya karir lah yang lebih utama dibandingkan Edwin suaminya.
Edwin merasa dirinya tidak dibutuhkan oleh sang istri. Wanita cantik itu terlalu mandiri bahkan untuk memenuhi kebutuhannya Mona tidak pernah menggunakan uang nafkah yang Edwin berikan.
Rumah tangga semakin hambar Edwin rasakan karena Mona tak kunjung hamil dan punya anak, ternyata wanita itu menolak hamil dengan meminum pil kontrasepsi selama hampir sepuluh tahun menikah.
Edwin merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur setelah tadi membersihkan tubuhnya terlebih dahulu di kamar mandi.
Ceklek. Pintu kamar terbuka, munculah sosok sang istri yang baru pulang bekerja. Mona pulang ke rumah pukul 11.00 malam membuat sang suami menunggunya.
"Baru pulang, Sayang?" tanya Edwin mendudukkan kembali tubuhnya yang tadi sudah rebahan.
Mona menoleh pada Edwin lalu mengangguk, menutup pintu terlebih dahulu, kemudian menghampiri sang suami dan ikut duduk di tempat tidur.
"Sudah makan?" tanya Mona.
"Sudah, tadi makan malam sama klien," jawab Edwin.
Mona mengangguk.
"Besok aku harus pergi ke Medan, galeri yang dibuka disana akan diresmikan," ucap Mona, itu bukan sebuah permintaan izin melainkan pemberitahuan. Mona sedang memberitahu Edwin mengenai keberangkatannya besok pagi, karena ia tak butuh izin Edwin untuk melakukan apapun yang ia inginkan. Selama ini juga Mona akan pergi kemanapun meski sang suami tidak mengizinkannya.
Edwin mendengus sebal istrinya benar-benar tidak ada waktu untuknya bahkan besok pagi akan pergi ke Medan. Edwin ingin melarang, tapi ia hafal tabiat istrinya yang akan tetap pergi meski dirinya melarang.
"Berapa hari?" tanya Edwin.
"Satu minggu, dan minggu depan aku sudah kembali karena perusahaan papa juga sedang butuh aku."
"Aku juga butuh kamu, Mona," ucap Edwin menatap Mona penuh arti, namun Mona justru menanggapinya dengan kekehan seolah perkataan Edwin itu hanyalah main-main.
"Kamu kan sudah biasa aku tinggal, Mas, lagi pula kamu baik-baik saja saat aku tinggal," ucap Mona.
"Aku tidak pernah baik-baik saja kamu tinggal, Mona, aku ingin kamu selalu ada disisi ku, aku sekarang sudah kaya, aku bisa menghidupi kamu bahkan hingga anak cucu kita tanpa kamu harus bekerja."
Mona terkekeh lagi. "Uangku bahkan lebih banyak darimu, Mas, tapi jalan pikiranku tidak seperti kamu. Bagiku bekerja dan berkarir itu adalah sesuatu yang menyenangkan karena bisa terus mengembangkan diri."
"Tapi kamu sudah menikah, Mona, kamu tidak bisa seperti ini terus, kamu juga harus melayani aku sebagai suamimu. Oke lah dulu aku mengalah membiarkan kamu bekerja karena gaji ku tidak cukup untuk menghidupi kamu, tapi sekarang aku sudah kaya, kamu tidak perlu bekerja lagi. Aku ingin kamu menggunakan uangku untuk memenuhi semua kebutuhanmu."
Mona mengecup sekilas bibir Edwin yang terus bicara. "Kamu tahukan aku ini anak tunggal, Mas? Aku yang akan meneruskan bisnis orang tuaku jadi kamu tidak bisa mencegahku untuk terus bekerja."
"Aku bisa menggantikanmu menghandlenya."
"Tidak bisa, Mas, orang tuaku tidak percaya sama kamu," ucap Mona membuat Edwin tersenyum kecut.
Edwin memilih turun dari ranjang ia ingin ke balkon kamar, mencari angin segar disana. Berbicara dengan Mona selalu membuat Edwin sakit, tapi ia sangat mencintai wanita itu.
Edwin mengurungkan niatnya saat Mona kembali bicara.
"Kamu harus mengerti aku, Mas, aku tidak bisa meninggalkan perusahaan dan aku juga tidak bisa meninggalkan hobiku. Memiliki banyak galeri lukis adalah impianku dan kamu tahu itu."
Edwin berbalik, menatap lekat pada mata sang istri. "Aku tidak akan melarangmu bekerja bila kamu bisa mengatur waktu untukku, tapi nyatanya selama ini kamu sama sekali tidak memiliki waktu bahkan hanya sekedar makan malam bersama saja kita sudah lama tidak melakukannya. Dan mengenai anak, aku ingin kita segera punya anak, Mona."
"Aku belum siap punya anak, Mas," ucap Mona.
"Selalu itu yang kamu katakan." Lagi-lagi Edwin tersenyum kecut.
"Dulu saat aku miskin kamu mengatakan belum siap karena takut aku tak bisa menghidupi kalian. Sekarang aku sudah kaya kamu masih saja mengatakan belum siap. Sebenarnya apa yang membuatmu belum siap punya anak, Mona, kita ini sudah menikah hampir 10 tahun," sambungnya.
"Aku belum siap direpotkan dengan anak kita, Mas," ucap Mona membuat Edwin geleng-geleng tak percaya.
"Kamu cukup hamil dan lahirkan dia, setelah itu aku yang akan merawatnya," tegas Edwin.
"Tapi, Mas_"
"Aku yang akan merawatnya, Mona!" seru Edwin yang sudah tak tahan dengan sikap Mona.
"Tetap saja aku yang hamil dan melahirkan, aku belum siap, Mas."
"Lalu kapan kamu akan siap? Umur kamu sudah 33, Mona, diumur segitu seharusnya seorang wanita sudah siap hamil dan punya anak. Kita sudah menikah hampir 10 tahun, aku ingin kita punya anak."
"Aku masih disibukkan dengan pekerjaan dan galeri aku, Mas, tunggu satu atau dua tahun lagi aku pastikan kita punya anak."
Edwin bergeming, ia ingin memliki anak sekarang tapi sang istri terus saja menundanya. Mona meraih tangan Edwin lalu menariknya ketepi ranjang. Mereka duduk berhadapan disana.
Mona mengecup sekilas bibir Edwin, pria itu masih saja diam dengan menatap wajah sang istri tanpa mengeluarkan satu kata pun.
"Satu atau dua tahun lagi aku janji akan hamil dan melahirkan anak untukmu."
*
*
Jangan lupa beri dukungan buat author, tinggalkan like, komen, vote dan kembang setaman ya..🌹🌹🌹
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 138 Episodes
Comments
Ayada Ayada
hadir
2024-02-02
2
🌺awan's wife🌺
hadir
2023-12-12
0
Tara
good Wife stay n take care family at home
2023-12-03
1