Di malam ulang tahun suaminya yang ke tiga puluh lima, Zhea datang ke kantor Zavier untuk memberikan kejutan.
Kue di tangan. Senyum di bibir. Cinta memenuhi dadanya.
Tapi saat pintu ruangan itu terbuka perlahan, semua runtuh dalam sekejap mata.
Suaminya ... lelaki yang ia percaya dan ia cintai selama ini, sedang meniduri sekretarisnya sendiri di atas meja kerja.
Kue itu jatuh. Hati Zhea porak-poranda.
Malam itu, Zhea tak hanya kehilangan suami. Tapi kehilangan separuh dirinya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ama Apr, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 16
Matahari sudah meninggi ketika Zavier tersentak bangun di sofa apartemen miliknya. Kepalanya berat, mulutnya pahit, dan dadanya sesak seperti diremas.
Ia menatap sekeliling. Botol bekas alkohol berserakan di lantai, jaketnya tergeletak di meja, dan ponselnya yang terus bergetar nonstop sejak semalam ... panggilan tak terjawab dari Elara dan satu pesan dari ayahnya.
Papa: Papa dan Mama malu punya anak tukang selingkuh sepertimu!
Zavier menggertakkan gigi. "Sialan! Sialan!" Ia melempar ponselnya ke dinding. Benda itu pecah berhamburan.
Wajah Zhea yang tersenyum sinis tadi malam muncul di kepalanya, membuat amarahnya meninggi lagi. "Zhea setan! Kenapa kau tega mempermalukanku di depan keluargaku?!" Zavier meremas rambutnya, memukul meja berkali-kali. "Padahal aku selingkuh dengan Elara karena kamu yang selalu menolak berhubungan badan denganku. Kamu terlalu banyak alasan! Jahitan masih basah, kasihan Zheza dan aarrgghh!" Dia meninju sofa yang ia duduki. Amarahnya makin panas. Ia bangkit dan menendang kursi sampai terjungkal.
Lalu ia menyapu meja dengan lengan, menjatuhkan semua barang. Gelas pecah, dan vas bunga hancur berantakan.
Tatapannya tertuju pada foto pernikahannya dan Zhea yang tergantung di dinding ruang tamu itu. "Kenapa lo harus bikin semuanya jadi begini Zhea?! Kenapa?!" Tangannya mengambil foto itu dan melemparkannya ke lantai sekuat tenaga.
Kaca pecah.
Wajah Zhea yang tersenyum di foto itu bak penghinaan untuknya. "Setan! Setan! Setan!" Zavier meludahi foto Zhea berkali-kali, lalu menginjaknya dengan kencang menggunakan bagian belakang sepatunya hingga wajah Zhea di foto itu robek seketika. Napas Zavier memburu dan dalam sekejap mata, helaan napasnya berubah jadi tawa miring, getir, penuh frustrasi. "Aku yakin, tanpa diriku ... hidupmu dan bayi itu akan menderita! Kalian akan sengsara dan pada akhirnya kalian akan mencariku. Memintaku untuk menampung kalian lagi. Dan ketika saat itu terjadi ... aku sudah bahagia bersama Elara." Ia tertawa. "Ya ... Elara adalah wanita yang paling mengerti aku. Dia adalah cinta sejati yang sesungguhnya." Zavier begitu yakin dengan perkataannya. "Elara wanita yang kucari selama ini. Dia sangat menyayangiku, mencintaiku, menghormatiku dan selalu tahu cara memuaskanku. Dia jauh lebih baik dari Zhea. Semuanya ... semuanya."
_______
Mobil yang dikemudikan Soni melaju pelan menuju rumah ibu Zhea yang berada di komplek perumahan yang sejuk dan tidak terlalu mewah. Tidak seperti milik keluarga Dinata.
Di kursi belakang, Zhea duduk memeluk Zheza yang sudah tertidur di pangkuannya. Bayi itu nyaman dalam selimut awan kesukaannya, tak sadar hidup ibunya baru saja porak-poranda.
Rindu duduk di samping Zhea, tangannya tak lepas dari meremas jemari menantunya itu.
Soni menyetir dengan wajah muram, beberapa kali menghela napas.
Arin duduk di kursi depan, sesekali menoleh ke belakang sambil mengusap air mata yang belum benar-benar berhenti.
Tidak ada yang banyak bicara.
Hanya suara AC dan sesekali rengekan kecil Zheza dalam tidur.
Setibanya di depan rumah ibu Zhea, suasana jadi lebih berat.
Rindu memandang rumah sederhana itu dengan air mata berlinang. Rumah yang kini akan menjadi perlindungan Zhea dan cucunya.
"Assalamu'alaikum!" seru Zhea dan tak lama, pintu terbuka.
Zahrani keluar dengan wajah sedikit kaget, dan begitu melihat putrinya diantar oleh kedua mertua dan juga adik iparnya, kekagetan di wajah wanita berkerudung itu semakin terlihat jelas. "Zhea ... Nak ... mau ke sini rame-rame kok nggak bilang-bilang?" Zahrani memeluk putrinya sekilas, menoel pipi Zheza lalu menyalami besannya serta Arin. "Mari masuk!" serunya yang kini sudah tak kaget lagi.
"I-Iya, besan." Soni dan Rindu memaksakan bibirnya tersenyum manis, walau dalam hati rasa bersalah dan malu melingkupi.
Mereka masuk ke dalam rumah, lalu duduk melingkari meja ruang tamu.
Zahrani langsung sibuk menggendong Zheza dan menyuruh ART-nya menyiapkan minuman serta kudapan untuk menyambut besannya.
Tanpa wanita itu ketahui, jika kedatangan besannya kali ini bukanlah kunjungan biasa, melainkan ... untuk memulangkan putri sulungnya.
"Ayo besan, Arin ... silakan diminum dan dimakan kuenya," kata Zahrani dengan senyum ceria.
"Iya, besan."
"Iya, Ma."
Setelah Soni, Rindu dan Arin meminum dan mencicipi kue yang ada di meja.
Zahrani pamit untuk menidurkan Zheza.
Keheningan pun tercipta.
"Zhea ... Papa malu mengatakan apa yang Zavier lakukan kepadamu, Nak." Soni memecah keheningan di ruang tamu itu.
"Mama juga, Zhea. Mama tidak bisa membayangkan akan sehancur apa perasaan besan Rani mendengar putrinya disakiti dan dikhianati. Mama tidak sanggup, Zhea ... huhu ..." Air mata Rindu tumpah lagi, dan Arin segera memeluknya, menenangkan.
"Ma, Pa ... biar aku yang mengatakan semuanya ke Mama," balas Zhea. "Papa, Mama dan Arin tunggu saja di sini. Aku akan menyusul Mama ke kamar." Zhea bangkit, meninggalkan kedua mertua dan adik iparnya.
Berita buruk ini harus tetap ia sampaikan, walaupun ia tahu, hati ibunya pasti hancur.
Namun baru lima langkah, Rindu berlari dan menahan Zhea.
"Tunggu, Nak! Biar kami saja yang bicara! Ini semua adalah tanggung jawab Mama dan Papa! Jadi kamilah yang harus mengatakan apa yang terjadi tadi malam kepadamu dan rumah tanggamu pada besan Rani. Dan juga perbuatan menjijikan Zavier. Biar Mam-"
"Apa yang terjadi semalam, besan?" Tiba-tiba suara Zahrani memotong perkataan Rindu. Sontak Zhea dan Rindu menoleh ke arah suara. Mata mereka kompak membesar. "Ada apa dengan rumah tangga Zhea, dan perbuatan menjijikan apa yang Zavier lakukan?" Tiga pertanyaan itu membuat Rindu gelagapan, sementara Zhea menahan napasnya yang tiba-tiba memberat.
"Besan Rani ... mari ikut saya ke ruang tamu lagi. Saya akan menjelaskan semuanya," lirih Rindu sambil melirik Zhea yang kini memejamkan mata.
Zahrani tertegun, lalu melirik putrinya. "Zhea ... ini sebenarnya ada apa?"
Zhea membuka mata, menarik lembut tangan ibunya. "Ayo kita ke ruang tamu lagi. Di sana, aku, Mama Rindu dan Papa Soni akan menjelaskan semuanya."
Ruang tamu yang beberapa menit lalu penuh kehangatan dan tawa ceria, kini berubah menjadi penuh ketegangan dan hawa penuh tanda tanya.
Soni yang pertama membuka suara. "Besan Rani ... sebelum saya menjelaskan semuanya, saya mewakili seluruh keluarga Dinata ingin meminta maaf yang sebesar-besarnya. Tolong jangan membenci kami, ampunilah kami karena tidak bisa mendidik Zavier menjadi suami dan ayah yang baik ..." Soni menjeda ucapannya demi melonggarkan dadanya yang terasa sesak.
"Tolong jangan bertele-tele, besan. Katakan saja apa yang sebenarnya terjadi! Apakah Zhea dan Zavier bertengkar?" desak Zahrani sedikit tak sabar.
Soni membuka mulut lagi. "Iya, besan. Mereka memang bertengkar. Selama ini, kami menduga kalau Zavier adalah suami dan ayah yang baik. Tapi tadi malam ... kebusukan anak itu dibongkar oleh Zhea. Ternyata selama ini ... dia ... selingkuh dengan sekretarisnya sendiri. Dan perselingkuhan itu sudah terjadi sejak satu tahun yang lalu ..."
Pupil mata Zahrani melebar, sebelah tangannya refleks menutup mulutnya yang menganga karena syok. Dia melirik Zhea yang duduk di sampingnya.
Detik berikutnya, tangisan Zahrani pecah. "Zhea ... kenapa nasibmu seperti ini, Nak?"
memang cocok mereka berdua sama-sama iblis
gimana yah reaksi zavier kalau lihat El lagi kuda" sama laki laki lain
seperti istrimu yg melihat mu pasti booom like nuklir