(Warisan Mutiara Hitam Season 2)
Setelah mengguncang Sekte Pedang Awan dan memenggal Jian Chen, Chen Kai mendapati bahwa kemenangannya hanyalah awal dari mimpi buruk baru. Sebuah surat berdarah mengungkap kebenaran yang meruntuhkan identitasnya: ia bukan anak Klan Chen, melainkan putra dari buronan legendaris berjuluk "Sang Pengkhianat Naga".
Kini, Klan Jian dari Ibu Kota memburunya bukan demi dendam semata, melainkan demi "Darah Naga" di nadinya—kunci hidup untuk membuka segel terlarang di Utara.
Demi melindungi adiknya dan mencari jati diri, Chen Kai menanggalkan gelar Juara dan mengasingkan diri ke Perbatasan Utara yang buas. Di tanah tanpa hukum yang dikuasai Reruntuhan Kuno, Sekte Iblis, dan Binatang Purba ini, Chen Kai harus bertahan hidup sebagai pemburu bayangan. Di tengah badai salju abadi, ia harus mengungkap misteri ayahnya sebelum darahnya ditumpahkan untuk membangkitkan malapetaka kuno.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kokop Gann, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tanah Putih Tanpa Hukum
Tiga minggu kemudian.
Dunia di sini tidak memiliki warna selain putih.
Langit berwarna putih kelabu, tanah tertutup salju setebal lutut yang tak berujung, dan udara dipenuhi kabut beku yang bisa membekukan paru-paru manusia biasa dalam hitungan detik.
Ini adalah Dataran Beku Utara. Wilayah tanpa hukum yang memisahkan Kekaisaran dari Reruntuhan Kuno dan wilayah Sekte Iblis.
KREK... KREK...
Suara langkah kaki berat memecah kesunyian yang mematikan.
Sesosok tubuh berjalan tertatih-tatih menembus badai salju. Dia mengenakan jubah tebal dari kulit serigala abu-abu yang kasar, dengan tudung kepala yang ditarik rendah menutupi wajahnya. Di punggungnya, sebuah benda besar terbungkus kain lusuh menyilang, terlihat seperti peti mati kecil atau senjata raksasa.
Itu adalah Chen Kai.
Atau sekarang, dia menyebut dirinya "Pengembara".
Chen Kai berhenti sejenak. Dia menarik napas dalam-dalam, dan uap panas terlihat keluar dari balik tudungnya, kontras dengan udara dingin.
"Dingin sekali," gumamnya, suaranya parau.
"Darah Nagamu tidak menyukainya," suara Kaisar Yao terdengar di benaknya, sedikit menggigil. "Naga adalah makhluk (Yang). Tempat (Yin) ekstrem ini membuat darahmu gelisah. Kau harus terus mengalirkan Qi apimu atau kau akan membeku dari dalam."
Chen Kai merogoh pinggangnya, mengambil botol labu giok pemberian Tetua Gu, dan meneguk isinya sedikit. Rasa pedas dan panas dari 'Arak Api Merah' membakar tenggorokannya, menyebarkan kehangatan ke seluruh tubuh.
"Masih jauh ke pos terdepan?" tanya Chen Kai.
"Menurut peta yang kau curi dari bandit minggu lalu... seharusnya Kota Batu Hitam ada di balik bukit itu," jawab Yao.
Kota Batu Hitam. Itu adalah pos perdagangan terakhir sebelum masuk ke zona Reruntuhan Kuno yang sesungguhnya. Tempat berkumpulnya para pemburu harta karun, pedagang gelap, buronan, dan pembunuh.
Tiba-tiba, telinga Chen Kai berkedut.
Langkah kakinya berhenti. Dia tidak menoleh, tapi tangan kanannya perlahan bergerak ke balik jubahnya.
GRRRRR...
Dari balik tirai salju putih, sepasang mata biru menyala muncul. Lalu sepasang lagi. Dan lagi.
Dalam sekejap, sepuluh ekor serigala berukuran sebesar anak sapi muncul mengepungnya. Bulu mereka putih menyatu dengan salju, dan gigi mereka transparan seperti es.
Serigala Hantu Salju. Binatang Roh Tingkat Tujuh. Mereka berburu dalam kawanan dan dikenal bisa membekukan mangsanya dengan napas mereka.
"Sepuluh ekor Tingkat Tujuh," gumam Chen Kai datar. "Tiga minggu lalu, ini akan menjadi masalah. Sekarang?"
Serigala pemimpin (Puncak Tingkat Tujuh) melolong dan menerjang.
Chen Kai tidak mencabut pedang di punggungnya.
Dia hanya menghentakkan kaki kanannya.
"Tulang Api: Panas Laten."
WUSH!
Suhu di sekitar Chen Kai melonjak drastis dalam radius lima meter. Salju di bawah kakinya meleleh seketika menjadi uap.
Serigala pemimpin itu terkejut oleh ledakan panas yang tiba-tiba. Gerakannya goyah di udara.
Tangan kanan Chen Kai melesat keluar dari balik jubah. Dia mengenakan sarung tangan kulit biasa di atas 'Cakar Naga Api Merah'-nya untuk menyamarkannya, tapi bentuknya yang besar dan keras tetap terlihat.
BUKK!
Satu pukulan sederhana.
Tinju Chen Kai menghantam moncong serigala itu.
Terdengar suara tulang tengkorak yang remuk. Serigala itu terlempar ke samping, mati seketika tanpa sempat menjerit. Otaknya hancur oleh getaran kekuatan fisik murni Chen Kai.
Sembilan serigala lainnya ragu-ragu. Naluri binatang mereka menjerit bahwa mangsa ini berbahaya.
"Maju," tantang Chen Kai, uap panas mengepul dari tubuhnya. "Aku butuh uang untuk penginapan."
Kawanan itu menyerang bersamaan.
Chen Kai bergerak. Dia tidak menggunakan 'Langkah Kilat Hantu' sepenuhnya untuk menghemat Qi. Dia hanya menggunakan gerakan efisien, menghindar seminimal mungkin dan memukul sekeras mungkin.
BAM! KRAK! BUG!
Setiap pukulan adalah satu nyawa.
Dua menit kemudian.
Salju putih di sekitarnya kini berlumuran darah merah dan bangkai serigala. Chen Kai berdiri di tengah pembantaian itu, mengambil pisau bedah, dan dengan terampil mengambil Inti Roh dari kepala mereka.
"Sepuluh Inti Tingkat Tujuh. Lumayan untuk makan malam," katanya, menyimpan hasil jarahannya.
Dia melanjutkan perjalanan.
Satu jam kemudian, badai salju mereda sedikit, memperlihatkan sebuah pemandangan yang suram di lembah di bawahnya.
Sebuah kota kecil yang dibangun dari batu vulkanik hitam, dikelilingi oleh tembok tinggi yang dipenuhi paku besi. Asap hitam membumbung dari cerobong-cerobong asap, dan suara keributan samar terdengar dari kejauhan.
Kota Batu Hitam.
Chen Kai menarik tudungnya lebih rendah. "Yao, sembunyikan auraku ke Tingkat Delapan."
"Baiklah. Jangan menarik perhatian. Ingat, di sini tidak ada aturan sekte. Jika kau terlihat lemah, kau dimangsa. Jika kau terlihat terlalu kaya, kau juga dimangsa."
Chen Kai berjalan menuju gerbang kota.
Dua penjaga bertampang sangar dengan kapak besar berdiri di sana. Mereka menatap Chen Kai dengan tatapan menilai.
"Masuk bayar 10 Batu Roh," gerutu salah satu penjaga.
Chen Kai melempar kantong kecil tanpa bicara.
Penjaga itu menangkapnya, menimbangnya, lalu menyeringai. "Silakan masuk, Tuan Pengembara."
Chen Kai melangkah masuk ke jalanan kota yang becek dan bau.
Kota itu padat dan kacau. Bangunan-bangunan batu berhimpitan. Orang-orang dengan berbagai macam senjata dan penampilan berjalan dengan waspada. Ada kultivator iblis dengan aura gelap, pemburu harta karun dengan baju zirah hancur, dan pedagang budak yang menyeret rantai.
Chen Kai masuk ke sebuah kedai minum yang ramai bernama "Taring Beku". Dia butuh informasi.
Dia duduk di sudut gelap, memesan daging panggang dan arak.
Saat dia makan, matanya tertuju pada sebuah papan pengumuman di dinding kedai yang dikerumuni orang.
Di sana, ada beberapa poster buronan.
Dan di tengah-tengahnya, ada poster baru dengan gambar sketsa wajah yang sangat dia kenal.
Gambar wajahnya. Walaupun sketsanya kasar, ciri khasnya tertangkap jelas.
DICARI: CHEN KAI Mantan Murid Sekte Pedang Awan. Tingkat Bahaya: Tinggi. Hadiah: 50.000 Batu Roh (Hidup) / 20.000 Batu Roh (Kepala). Pemberi Tugas: "Klan J".
"Lima puluh ribu," bisik seorang pria berwajah codet di dekat papan itu. "Itu harga untuk kepala Pembangunan Fondasi! Apa yang dilakukan bocah Tingkat Sembilan ini sampai dihargai segitu mahal?"
"Siapa peduli?" sahut temannya. "Kudengar dia lari ke Utara. Jika kita menemukannya, kita kaya mendadak."
Tangan Chen Kai yang memegang gelas arak berhenti di udara.
Klan Jian bergerak cepat. Mereka tidak menggunakan nama klan secara resmi, tapi "Klan J" dan jumlah hadiah itu sudah jelas. Dan yang lebih mengerikan... poster itu sudah sampai di sini, di ujung dunia.
"Mereka memasang jaring di mana-mana," kata Yao. "Kau harus sangat berhati-hati. Jangan gunakan Pedang Meteor Hitam atau Cakar Naga di depan umum kecuali kau berniat membunuh semua saksi."
Chen Kai meletakkan gelasnya. Matanya di balik tudung bersinar dingin.
"Mereka menaikkan hargaku," batin Chen Kai. "Bagus. Itu artinya mereka takut."
Tiba-tiba, pintu kedai terbuka kasar.
Angin dingin dan salju masuk. Sekelompok orang berjubah merah darah melangkah masuk. Aura mereka panas dan amis.
Sekte Darah. (Salah satu sekte aliran sesat di wilayah ini).
Pemimpin mereka, seorang pria kurus dengan mata merah, memegang sebuah artefak berbentuk kompas yang jarumnya berputar liar.
"Kompas Darah bereaksi," desis pemimpin itu, matanya memindai seluruh ruangan kedai. "Ada seseorang dengan darah yang sangat kuat di sini... darah yang 'lezat'."
Jantung Chen Kai berdetak satu ketukan lebih cepat.
Kompas itu menunjuk lurus ke arah sudut tempat dia duduk.