Panggilan Emran, sang papa yang meminta Ghani kembali ke Indonesia sebulan yang lalu ternyata untuk membicarakan perihal pernikahan yang sudah direncanakan Emran sejak lama. Ancaman Emran membuat Ghani tak bisa berkutik.
Ghani terpaksa menyembunyikan status pernikahannya dari sang kekasih.
Bagi Khalisa bukan sebuah keberuntungan bertemu dengan Ghani kembali setelah tak pernah bertukar kabar selama tujuh belas tahun.
Bisakah Khalisa bertahan dengan pernikahan tanpa cinta ini, sedang suaminya masih mencintai perempuan lain.
***
"Kamu sendiri yang membuatmu terjebak." Ghani sudah berdiri di depannya, menyalahkan semua yang terjadi pada Khalisa. "Kalau kamu tidak menyetujui lamaran Papa tidak akan terjebak seperti ini." Sangat jelas kekesalan lelaki itu ditujukan padanya.
"Kalau kamu bisa menahan Papamu untuk tidak melamarku semua ini tidak akan terjadi Gha, kamu memanfaatkanku agar masih bisa menikmati kekayaan yang Papamu berikan."
"Benar, aku akan menyiksamu dengan menjadi istriku, Kha." Suara tawa yang menyeramkan keluar dari mulut lelaki itu. Membuat Khalisa bergidik ngeri, berlari ke ranjang menyelimuti seluruh tubuh. Ghani kemudian pergi meninggalkan kamar.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Susilawati_2393, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
25
"Kha bangun, aku janji tidak akan memaksamu seperti ini lagi." Ghani melepaskan jilbab Khalisa. Menghapus setiap tetes keringat di kening istrinya.
"Maaf Kha, maaf." Ghani membenamkan wajahnya di bahu Khalisa.
"Gha..aa..." lirih Khalisa pelan, panggilnya dengan tercekat.
"Kamu sudah bangun Kha..." ditariknya Khalisa dalam pelukan. "Maaf Kha, maaf."
"Bantu ambilkan obatku Gha."
"Sebentar." Ghani mengambilkan obat dan segelas air putih meminumkan pada istrinya. "Maaf yaa Kha." Dirapikannya rambut Khalisa yang berantakan.
"Beri aku kesempatan Kha, aku ingin bersamamu melanjutkan pernikahan kita."
"Kembalikan aku pada Ayah Gha."
"Tolong jangan pergi dari rumahku, aku janji tidak akan mengulangi kesalahan seperti tadi. Beri aku kesempatan untuk menjadi suami yang baik."
"Please Kha." Mohon Ghani.
"Terserah lakukan apa yang kamu suka Gha." Khalisa membaringkan tubuhnya, menarik selimut sampai kepalanya. Ghani meninggalkan istrinya sendirian di kamar untuk menenangkan diri.
Bodoh Gha, bodoh. Apa yang sudah kamu lakukan padanya, membuatnya menangis dan lagi-lagi terluka.
"Ra, jangan menangis karenaku lagi, carilah kebahagiaanmu, Sayang. Kha, maafkan kakak yang selalu menyakitimu. Kalian kenapa menangis karenaku."
Sesak di dada yang tak mampu Ghani hindari. Jauh dari perempuan yang sangat disayanginya membuat hatinya hancur. Sekarang ada istri yang hatinya remuk berkeping-keping karenanya.
***
Setelah membuat makan malam Ghani membawanya ke kamar Khalisa dengan segelas susu cokelat. Diletakkannya di meja dekat sofa.
"Kha, sudah baikkan?" Khalisa meletakkan kertas dan pulpen yang di pegangnya di meja.
"Sudah, aku bisa makan di dapur kenapa dibawa ke sini?"
"Terlanjur, kamu makan dulu yaa, minum susunya juga." Khalisa mendekatinya memakan makanan yang sudah dibuatkan sendiri oleh Ghani, tanpa bicara panjang lebar.
"Pelan-pelan Kha."
Khalisa hanya mengangguk.
"Malam ini mau ditemani tidur?"
"Sendirian aja."
"Oke, aku tinggal ke kamar ya. Kamu jangan begadang."
Tanpa menunggu persetujuan, Ghani meninggalkan istrinya sendirian di kamar. Tanpa mengecup kening Khalisa seperti biasa.
Kha, kenapa sepi saat kamu diam. Hati ini mendadak rindu senyuman manismu. Ghani gelisah menunggu larut malam untuk kembali ke kamar istrinya. Bolak-balik dia ingin masuk ke kamar itu. Setelah jam sebelas lewat Ghani mendatangi kamar di sampingnya.
Mendorong pintu perlahan, yaah di kunci. Ghani tidak kehabisan akal mengambil kunci cadangan. Tapi tidak bisa dibuka karena kunci di dalam masih menempel.
Haruskah dia jadi seperti maling dulu ingin masuk ke kamar istrinya sendiri... argghh,, Ghani kembali ke kamar dalam keadaan frustasi, mengacak-ngacak rambutnya sendiri.
Foto gadis itu pun tak punya, istri yang di samping kamarnya sendiri sekarang terasa sangat jauh. Besok malam dia harus memastikan Khalisa tidak mengunci pintu, kalau perlu merusak kunci kamarnya.
Berapa lama lagi menunggu pagi agar bisa bertemu Kha, kenapa dia jadi seperti ini. Sangat rindu dengan perempuan itu.
***
Pagi-pagi Ghani bangun menyiapkan sarapan untuk istrinya. Tidak masalah baginya melayani perempuan seperti itu, dulu juga sering dilakukannya pada Clara. Setelah selesai menghidangkan di meja dan membuat susu, dia beranjak ke kamar istrinya.
"Kha, sarapan dulu sudah siap...!!"
"Makan aja duluan Gha."
"Aku tunggu yaa...!!"
Khalisa keluar kamar tapi tidak menuju meja makan, dia langsung menuju pintu keluar.
"Kha..." Ghani bergegas mengejarnya dengan membawakan segelas susu, menarik tangan Khalisa. "Kalau gak mau makan minum dulu."
"Aku sudah ditunggu taksi di depan Gha." Tolak Khalisa, dia berlalu tanpa menghiraukan Ghani.
Ghani menarik napas kasar melihat istrinya memasuki taksi dan menghilang dari pandangan. Beginikah rasanya berjuang untuk orang yang tidak mau bertahan.
***
Hari ini tidak ada semangat ke kampus, Khalisa menaiki tangga dengan gontai. Kepalanya sangat berat sejak dalam taksi, tubuhnya juga lemas karena tidak sarapan. Bayangan tentang Ghani berkeliaran di kepala, lelaki itu membuatnya trauma.
Khalisa menelungkupkan kepala setelah sampai di meja. Keringat dingin membasahi keningnya, tubuhnya jadi sangat lemah.
Semakin gencar dia ucapkan keinginan berpisah dari Ghani, semakin berat yang dirasakan kepalanya. Lelaki itu sudah memberikan warna dalam hidupnya, walau tidak dapat dipungkiri juga banyak luka yang harus diterimanya.
"Kha, kamu kenapa?" Sayup-sayup terdengar suara Azhar, pelan Khalisa mengangkat kepala dan tersenyum padanya.
"Kha, kita ke dokter kamu sakit."
Khalisa menggelengkan kepala, hanya mau Ghani yang merawatnya. Azhar ingin menghapus peluh di keningnya, tangan itu segera ditepisnya kasar. Saat itu terlihat kilat mata Azhar yang berbeda. Di ruangan hanya ada mereka berdua, apa yang ada dipikiran lelaki itu.
"Ghani hanya memanfaatkanmu Kha, tinggalkan dia dan menikahlah denganku." Azhar semakin mendekatinya.
"Menikahlah denganku Kha."
"Aku akan membuatmu sangat bahagia dibanding bersama Ghani." Azhar mencondongkan wajah ingin menciumnya. Khalisa menepis dan memalingkan wajah.
"Jangan kurang ajar Azhar, mau apa kamu." Kepalanya sekarang tambah berat. Khalisa mencari-cari ponsel dalam tas dengan gelagapan. Langsung menelpon Ghani setelah ketemu. "Gha tolong aku." Ucapnya lirih berkali-kali, tidak tau Ghani sudah menjawab telponnya atau belum saat Azhar merebut ponsel itu dan membantingnya.
"Di sini hanya ada kita Khalisa." Senyuman jahat muncul di wajah Azhar. "Cuma ada kita Sayang." Tangan Azhar ingin membelai wajahnya, namun berhasil Khalisa tepis. Azhar menatapnya seperti ingin memangsa.
"Azhar, kamu kenapa jadi seperti ini." Ucap Khalisa lirih sambil menangis, tubuhnya sudah sangat lemas berharap Ghani datang sebelum dia tumbang.
"Semua karena kamu Kha." Azhar menangkup kedua pipinya yang sudah tidak berdaya. "Aku akan datang Sayang."
"Azhar jangan." Khalisa memohon, "aku sudah menjadi istri Ghani." Sambil berusaha melepaskan tangan Azhar yang memegang kuat pipinya, Namun tak berhasil, karena energinya sudah habis.
Saat ingin mencium bibirnya, ada orang yang datang. Azhar yang menyadarinya langsung berteriak. "Tolong, Kha sakit." Teriak Azhar sambil melepaskan pipinya, dia berubah seolah sangat peduli. Saat orang itu mendekat Khalisa sudah tidak sadarkan diri.