Elina Widiastuti, dengan rambut sehitam malam yang terurai lembut membingkai wajahnya yang cantik jelita, bukanlah putri seorang bangsawan. Ia hidup sederhana di sebuah rumah kecil yang catnya mulai terkelupas, bersama adik perempuannya, Sophia, yang masih belia, dan kedua orang tuanya. Kehidupan mereka, yang tadinya dipenuhi tawa riang, kini diselimuti bayang-bayang ketakutan. Ketakutan yang berasal dari sosok lelaki yang menyebut dirinya ayah, namun perilakunya jauh dari kata seorang ayah.
Elina pun terjebak di pernikahan tanpa dilandasi rasa cinta, ia pun mendapatkan perlakuan kasar dari orang orang terdekatnya.
bagaimana kelanjutannya?
silahkan membaca dan semoga suka dengan ceritanya.
mohon dukung aku dan beri suportnya karena ini novel pertama aku.
jangan lupa like, komen dan favorit yah 😊
kunjungan kalian sangat berarti buat aku. see you
selamat membaca
see you 😍
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nona Rmaa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 26
Axel membanting pintu ruangannya dengan keras, meninggalkan Sean yang masih terpaku di tempatnya. Ia butuh udara segar, butuh tempat untuk melampiaskan amarah yang hampir meluap di dadanya. Langkah kakinya membawanya ke restoran milik Ryan, sahabatnya yang selalu menjadi tempatnya berkeluh kesah dan melampiaskan emosinya.
Restoran Ryan, terletak di sudut kota yang tenang. Aroma kopi dan kue-kue panggang menyambutnya, namun aroma itu tak mampu menenangkan amarahnya. Ia memesan segelas wiski, berharap minuman keras itu mampu sedikit meredakan gejolak emosinya.
Ryan, yang melihat wajah Axel yang tegang, langsung mengerti sesuatu terjadi. Ia menepuk bahu Axel pelan, tanpa bertanya. Mereka berdua terdiam sejenak, hanya ditemani oleh suara-suara samar dari pengunjung restoran lainnya. Malam itu, Ryan menjadi pendengar setia Axel, yang menceritakan segala kekesalannya. Kekesalan bukan hanya kepada Sean, tetapi juga kepada takdir yang telah merencanakan hidupnya.
Ryan mendengarkan dengan sabar cerita Axel. Bukan hanya tentang Sean yang ceroboh, tetapi juga tentang Clara, gadis penuh ambisi yang menurut Axel, terlalu agresif. Axel bukanlah pria yang mudah jatuh cinta, ia lebih mementingkan karir dan kebebasannya. Perjodohan ini adalah keputusan mommy nya, sebuah upaya untuk menyatukan dua keluarga berpengaruh. Namun, bagi Axel, ini terasa seperti jebakan.
"Dia... dia seperti serigala berbulu domba" ujar Axel, menyesap wiski nya.
"Ambisinya terlihat jelas dari caranya bersikap. Dia bukan hanya ingin menikah denganku, tapi juga ingin mendapatkan kekuasaanku, kekayaanku."
Ryan mengangguk, memahami kekhawatiran Axel. Ia mengenal Axel sejak lama, tahu betapa ia menghargai kebebasannya. Perjodohan ini jelas-jelas sebuah ancaman bagi kehidupan Axel.
"Tapi, ada juga sesuatu yang lain kan?" Ryan bertanya lembut. Ia melihat ada luka yang lebih dalam di balik amarah Axel.
Axel terdiam sejenak, mengingat masa lalunya. Ia pernah terluka parah oleh seorang wanita yang juga sangat ambisius. Wanita itu telah memanfaatkannya untuk mencapai tujuannya sendiri, lalu meninggalkannya tanpa ampun. Luka itu masih terasa hingga kini, menjadikannya sangat waspada terhadap wanita yang terlalu ambisius.
"Clara mengingatkan aku padanya" lirih Axel, suaranya hampir tak terdengar.
"Aku takut... takut terluka lagi"sambung Axel lagi.
"Emily?" tanya Ryan mengangkat sebelah alisnya, mencoba menebak sesuatu.
Namun Axel menggeleng pelan.
Ryan meletakkan tangannya di bahu Axel.
"Kau tidak sendiri, Axel. Aku di sini untukmu" hibur Ryan.
Axel masih larut dengan kekesalannya, tiba tiba suara keributan diluar mengagetkan mereka. rasa penasaran itu membawa keduanya ke tempat kejadian, Clara si topik utama dalam pembahasan penting mereka ada disana sedang membuat kekacauan. gaun merah terang yang ia kenakan sama membaranya dengan amarah api di hatinya yang sulit dipadamkan.
Sasaran nya adalah Elina. berbagai kata tidak pantas ia ucapkan dengan lantang tanpa memikirkan perasaan si pendengar.Luna pun memasang badan melindungi sahabatnya yang diam tanpa ada perlawanan.
"dasar wanita murahan, sudah ku bilang jauhi Axel. dia tidak pantas untukmu" hardik Clara dengan murkanya.
"apa, murahan? bukannya kau yang murahan? udah ditolak malah maksa" jawaban Luna membuatnya kalah telak.
Axel dan Ryan melihat dari kejauhan, Ryan gelisah ingin segera menghampiri Elina dan ada diantara perdebatan sengit mereka. Axel menahan tangan Ryan yang hendak melangkah maju, ia melirik sahabatnya itu seperti ada kekhawatiran yang mendalam terhadap gadis yang sedang di intimidasi itu.
"biarkan saja" ucap Axel datar.
mendengar itu Ryan mengerutkan dahinya. Axel si pelaku utama diantara perdebatan itu merasa cuek malah ia dengan santai melipat kedua tangannya melihat acuh tanpa ada simpati sedikitpun pada Elina.
"Axel, apa yang kau lakukan? dia mempermalukan Elina dan kau hanya... arghh sial" umpat Ryan kesal. tanpa menghiraukan Axel, ia segera mendekati ketiga wanita yang masih bersitegang disana.
Axel mengangkat keningnya santai, melihat Ryan dengan perasaan yang tidak bisa dimengerti oleh Axel itu, berusaha menenangkan Elina, sungguh drama yang menarik menurutnya.
Clara dengan langkah gontai mendekati Axel lalu bergelayut manja di lengan Axel,sesekali ia bersandar di bahu Axel yang kekar dan berotot itu. kedatangan Elizabeth seakan mengisyaratkan kemenangan diantara pertarungan mereka.Axel melepaskan tangan Clara dengan kasar, menatapnya tajam hingga membuatnya menelan ludahnya dengan paksa.
Elizabeth menghampiri Clara dan Axel, senyumnya mengembang sempurna.
"selangkah lagi tujuanku akan tercapai" pikirnya. namun tanpa ia ketahui ketegangan diantara beberapa orang tersebut sedang berlangsung.
"Axel, clara kalian disini? mommy sangat bahagia"ucap Elizabeth. kemudian ia memeluk Axel lalu beralih ke Clara, mencium pipinya lembut dengan penuh kasih sayang. mendapat perlakuan manis tersebut Clara merasa kemenangan sudah ada didepan mata.
" beruntung tante cepat kesini, wanita murahan itu menggoda Axel lagi" tunjuk nya pada Elina.
Elizabeth berbalik menatap Elina dengan tajam. kali ini sudah cukup memuakkan baginya, ia harus bertindak.
"plak" tamparan keras mendarat di pipi Elina yang mulus.
Elina tak mampu melawan.
"apa yang mommy lakukan? " Bela Ryan.
Luna maupun Elina tampak bingung.
beberapa karyawan maupun pengunjung lain masih enggan melangkah dari tempat itu, pertengkaran itu telah menjadi tontonan menarik banyak orang.
"dia sudah berani merusak hubungan anakku" hardik Elizabeth
"apa yang mommy bicarakan? Elina merusak apa? . mommy percaya dengan apa yang wanita gila katakan? " Ryan tampak sedikit emosi. ia tak habis pikir,Elizabeth yang di kenalnya dengan lemah lembut memiliki amarah yang menakutkan seperti itu.
Clara. dengan niat jahatnya, terus memanipulasi situasi untuk membuat Elizabeth semakin membenci Elina. Ia mulai menyebarkan rumor-rumor buruk tentang Elina, mengklaim bahwa Elina tidak layak untuk Axel dan hanya ingin mengambil alih hidup mereka.
Ketika Elina mencoba mendekati Elizabeth untuk menjelaskan niat baiknya, Elizabeth malah merespons dengan kemarahan yang meluap-luap.
"Kau pikir kau bisa masuk ke dalam hidup kami begitu saja? Aku tidak akan membiarkanmu merusak keluargaku" serunya, matanya melotot dengan kemarahan.
Elina terkejut dengan reaksi tersebut, tetapi ia tetap tenang.
"Saya hanya ingin menjelaskan semuanya,nyonya" katanya dengan lembut. Namun, Elizabeth tidak ingin mendengarkan.
Dalam kebingungan, Elina mulai menyadari bahwa ada sesuatu yang lebih dalam di balik sikap Elizabeth. Clara, yang mengamati dari jauh, merasa puas melihat kekacauan yang ia timbulkan. Dia tahu bahwa dengan memecah belah hubungan antara Elina dan Elizabeth, rencananya untuk menyatukan Axel dan dirinya sendiri semakin memiliki peluang.
Suasana tegang masih menyelimuti ruangan. Pertengkaran antara Elina dan Elizabeth mencapai puncaknya, dibumbui bisikan-bisikan jahat Clara. Namun, sebelum situasi semakin lepas kendali, Axel tiba-tiba bersuara,suaranya dingin dan tanpa emosi seperti biasanya.
"Cukup," katanya, nada perintah yang tak terbantahkan.
"Aku akan menikahi Elina."
Perkataan Axel bagaikan sebuah bom yang sangat dasyat yang menghantam restoran tersebut.
Keheningan. Bukan keheningan terkejut yang penuh harap, melainkan keheningan yang dingin dan menegangkan. Elizabeth, Ryan, Clara, dan Luna terpaku. Tak ada satu pun dari mereka yang bisa memprediksi pernyataan Axel yang tiba-tiba dan tak terduga ini. Bahkan Elina sendiri tampak terkejut, matanya melebar tak percaya.
.
.
.
jangan lupa dukung aku yah
Like komen dan favorit, dukungan kalian sangat berarti buat aku dan biar lebih semangat lagi up nya 😊
lanjut yah
See you