Jelita Sasongko putri satu satunya keluarga Dery Sasongko dipaksa menikah dengan Evan Nugraha pengawal pribadi ayahnya. Jelita harus menikahi Evan selama dua tahun atau seluruh harta ayahnya beralih ke panti asuhan. Demi ketidak relaan meninggalkan kehidupan mewah yang selama ini dia jalani dia setuju menikahi pengawal pribadi ayahnya. Ayahnya berharap selama kurun waktu dua tahun, putrinya akan mencintai Evan.
Akankah keinginan Dery Sasongko terwujud, bagaimana dengan cinta mati Jelita pada sosok Boy?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Titin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 25
Evan menangkis benda empuk yang mengarah ketubuhnya dengan tangannya. Tak satupun lemparan Jelita mengenai tubuh Evan.
"Sayang ada apa?" tanya Evan bingung dengan sikap Jelita. Sementara Jelita yang sedang duduk diatas ranjang menatapnya sengit.
"Gak usah sok gak paham deh Van! Kamu tentu tau apa yang sudah kamu lakukan tadi diluar." cebik Jelita kesal.
Evan tampak berpikir keras, apa yang tadi dia lakukan di luar. Dia tidak merasa melakukan sesuati yang salah. Apalagi sampai menghianati istrinya tercinta.
"Aku benar-benar tidak tau, bicaralah yang jelas." ujar Evan. Dia menghampiri Jelita, lalu duduk disampingnya.
Evan dapat melihat wajah cemberut Jelita, sesekali dia melirik Evan dengan sorot mata mengandung kemarahan.
"Sayang ayolah, bicara yang jelas. Marahmu ini karena apa?" bujuk Evan dengan lemah lembut.
"Jangan panggil aku sayang. Entah siapa saja yang kau panggil sayang diluar sana!" bentak Jelita sembari membulatkan matanya kearah Evan.
"Siapa diluar sana yang aku panggil sayang? cuma kamu, aku gak bohong." jelas Evan panik dan bingung. Siapa yang meracuni Jelita, hingga dia kalap begini.
Bosan dengan sikap Evan yang berlagak tak tau apa-apa. Walau sebenarnya Evan memang tak tau apa-apa. Jelita memperlihatkan foto di ponselnya. "Ini apa?" tanya Jelita dengan tatapan menghunus tajam.
Evan meraih ponsel Jelita, memperhatikan Foto yang tampak di layar. Bukannya cemas Evn malah senyum-senyum sendiri.
"Masih bisa senyum kamu ya." Singut Jelita sembari mengambil ponselnya dari tangan Evan dengan kasar.
"Jadi ini yang membuat kamu marah?" tanya Evan sembari menahan senyum.
Jelita membulatkan matanya menatap Evan. "Iya! kamu gak lihat apa yang kamu lakukan di foto itu. Pegangan tangan Van! Kamu mau aku diam aja lihat adegan itu?!"
"Ya bukan begitu, tapi apa kamu gak mau tanya dulu dia siapa?" Ujar Evan sembari menatap istrinya masih dengan mengulum senyum.
"Gak pelu! Paling kamu akan bikin alesan ini itulah bikin pembenaran, tapi aku gak akan percaya. Aku lihat dengan mata kepalaku sendiri. Gomana lembutnya kamu menyentuh tangan wanita itu. Kalau tidak ingat Etika aku udah gumul wanita itu diepan umum!" ujar Jelita berapi-api.
"Jadi kamu juga ada disana. Kenapa kamu tidak hampiri kami aja biar tau siapa dia."
"Gak sudi!"
Evan menghela napas panjang. "Hhhh, sayang, sayang. Aku baru aja ketemu dia hari ini, dia datang bersama ayah kandungku. Kata papa kami sudah bertunangan sejak dalam kandungan dan dia datang ingin membahas pernikahan." jelas Evan. Tentu saja ucapan Evan membuat Jelita meradang.
"Pernikahan?! Kamu jangan gila Evan aku gak mau dimadu!"
"Yang mau madu kamu siapa sayang. Aku sudah menolaknya."
"Bohong! Dia terlalu cantik untuk kamu abaikan." Ada kesedihan terpancar diwajah Jelita. Dia bisa melihat dengan jelas, betapa sempurnanya wanita itu. Wanita sesempurna itu siapa yang bisa menolak pesonanya.
"Lebih cantik kamulah."
"Bohong!"
"Memang lebih cantik kamu sayang."
"Jangan bohong Evan, kamu pikir aku buta tidak bisa melihat betapa cantiknya dia!" sentak Jelita sembari memukul lengan Evan dengan tangannya.
"Baiklah, baiklah aku akan jujur. Dia memang sangat cantik dan mempesona. Sudah puas?" tanya Evan sembari menatap Jelita yang tampak diam dengan mata berkaca-kaca, dan tes...
"Hey jangan menangis, dia memang cantik tapi aku tidak tertarik sama sekali. percayalah." bujuk Evan sembari merengkuh tubuh Jelita. Menyeka air matanya yang terus saja mengalir deras.
"Kau bohong van..."
"Bagaimana membuatmu percaya kalau aku tidak bohong padamu."
"Bagaimana aku pecaya, kau memegang tangnnya dengan lembut, aku melihatnya hik..hik.." rengek Jelita ditengah isak tangisnya.
"Maafkan aku sayang. Harusnya aku tidak memegang tangannya. Tapi itu aku lakukan bukan karena aku memyukainya. Aku hanya ingin menyanjungnya lalu menghempaskan harga dirinya. Hanya itu tidak lebih." bujuk Evan semari terus membelai rambut Jelita.
"Kau tidak bohong?" tanya Jelita masih terisak disisa tangisnya.
"Berani sumpah!"
"Sekarang tidak, tapi nanti aku tidak jamin. Selain cantik dia adalah tunanganmu," sungut Jelita, dia masih was-was dengan kehadiran tungan Evan.
"Sayang, kau lupa aku menyukaimu sejak lama. Dan dalam kurun waktu itu, aku sudah menemui banyak wanita yang menaru hati padaku. Mereka juga cantik, seksi bahkan ada yang sangat agresif. Kalau aku masih tetap menyintaimu dalam diam dan tak tertarik pada mereka, hanya tertarik padamu. Apa kau kira aku tidak punya keteguhan yang kuat untuk bisa mencintaimu ditahap ini. Kalu hanya sosok Kalista aku tidak akan menggadaikan hatiku. Percayalah." ujar Evan dengan penuh kesungguhan.
Masih sesegukan Jelita menatap wajah tampan suaminya. Ucapan Evan barusan meyakinkan Jelita. Dia juga berharap ucapan Evan bukan hanya sekedar rayuan punjangga. Selain papa, dia hanya punya Evan yang menerangi hidupnya,. Andai Evan meninggalkannya Jelita tak tau akan segelap apa dunianya.
"Percayalah aku hanya ingin mencintai satu wanita seumur hidupku, Seperti tuan Sasongko yang mencintai Almarhum istrinya seumur hidup." Bisik Evan sembari mempererat pelukannya. Jelita memejamkan matanya, berusaha merasakan ketulusan Evan.
"Sayang, aku tadi membeli sesuatu untuk mu."
"Benarkah, apa itu?"
"Ini, lihatlah." Evan memberikan paper bag pada Jelita. Saking marahnya tadi Jelita sampai tak melihat Evan membawa oleh-oleh untuknya.
Jelita menerima paper bag dengan hati berbunga, sejenak dia melupakan kemarahannya yang begitu menggebu beberapa saat yang lalu.
Jelita mengeluarkan kotak berwarna hitam dari paper bag. Membukanya perlahan dan tara...
Satu set perhiasan dengan desain yang begitu imut untuk Jelita. Liontin berbentu hati berukuran kecil dan cincin dengan bentu yang sama.
"Kau menyogokku dengan ini?" selidik Jelita dengan mata menyipit.
"Sembarangan, ini murni hadiah sayang."
"Baiklah aku percaya."
"Aku pakaikan ya sayang?" Jelita menganggung senang. Evan memasangkan cincin terlebih dahulu, baru kemudian memasangkan kalung di leher Jelita.
Evan menyibak rambut Jelita, mengaitkan pengait kalung dengan kuat. Kemudian menge cup lembut tenkuk Jelita.
"Geli!" pekik Jelita yang tak menyangka Evan akan melakukannya.
"Geli apa enak sayang," goda Evan dengan kerling nakal.
"Geli tau!"
"Tapi saat bercumbu, kenapa sayang mendesah."
"Itu beda..." sahutnya pelan dengan wajah memerah.
"Bedanya diman?" bisik Evan sembari menyusuri ceruk leher Jelita.
Jelita tak menyahut, dia malah memejamkan matanya menikmati glenyar nikmat yang menjalari aliran darahnya. Apalagi saat jemaei Evan menyusup kedalam menjamahi kulit mulusnya.
"Sayang," bisik Evan ditengah cumbuannya.
"Hemm."
"Jangan pernah meragukan cintaku. Kau wanitaku satu-satunya. Tidak ada wanita lain. Kau dengar itu!" Evan mengigit telingah Jelita dengan gigitan kecil, Jelita melenguh. Membuat Evan tersenyum puas. Dia sangat menyukai tubuh Jelita yang memiliki banyak titik sensitip. Setiap menerima sentuhan dari Evan reaksi Jelita mampu membangkitkan hasrat Evan.
"Kau sangat sensitif sayang, aku menyukainya."
Jelita tak lagi mampu menjawab ucapan berbau rayuan dari Evan, bibirnya sibuk mende sah dan merintih. Dia bisa merasakan junior Evan yang pelahan membesar mendesak bokongnya sebab Evan duduk memelunya dari belakang. Gerakan kecil dari junior Evan membuat otak Jelita traveling.
Jelita, melepas kancing baju Evan satu persatu dengan gerakan tergesa. Hasratnya meronta tak sabar, apalagi Evan begitu agresif menyerangnya, menyelipkan jemarinya kedalam inti kenikmatan miliknya, mengerakanya maju mundur dengan gerakan cepat.
Jelita tak tahan lagi dia bergerak mengikuti instingnya. Dia gantian menyerang Evan. Menge cup dada bidang dengan penuh naf su. menyusuri garis lurus kebawah dengan bibir basahnya. Evan melenguh panjang saat Jelita melahap juniornya dengan rakus. Dia tak habis pikir, setiap kali berhubungan Jelita selalu melakuakan hal baru.
Evan mendesah berat, dia mencengkram rambut Jelita membantunya bergerak lebih lincah. Mengu lum lebih dalam Juniornya sudah mengeras sempurna.
Evan tak tahan lagi, dia bisa keluar sekarang kalau tidak melepasnya dari mulut jelita. Lidah gadis ini sungguh lincah membuat Evan tak tahan.
Gema kenikmatan memenuhi ruang kamar, dua sejoli ini bermain tak kenal kata lelah. Melakuaknnya lagi dan lagi, hingga tubuh terkulai tak berdaya bermandi peluh. Mereguk kenikmatan duniawi.
To be continuous.