NovelToon NovelToon
Balas Dendam Psikopat

Balas Dendam Psikopat

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Misteri / Balas Dendam / Horror Thriller-Horror / Misteri Kasus yang Tak Terpecahkan
Popularitas:2.4k
Nilai: 5
Nama Author: Maurahayu

Cintia tumbuh di lingkungan yang penuh luka—bukan cinta yang ia kenal, melainkan pukulan, hinaan, dan pengkhianatan. Sejak kecil, hidupnya adalah derita tanpa akhir, membuatnya membangun dinding kebencian yang tebal. Saat dewasa, satu hal yang menjadi tujuannya: balas dendam.

Dengan cermat, ia merancang kehancuran bagi mereka yang pernah menyakitinya. Namun, semakin dalam ia melangkah, semakin ia terseret dalam kobaran api yang ia nyalakan sendiri. Apakah balas dendam akan menjadi kemenangan yang ia dambakan, atau justru menjadi neraka yang menelannya hidup-hidup?

Ketika masa lalu kembali menghantui dan batas antara korban serta pelaku mulai kabur, Cintia dihadapkan pada pilihan: terus membakar atau memadamkan api sebelum semuanya terlambat.
Ikuti terus kisah Cintia...

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Maurahayu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 11 HUBUNGAN YANG MULAI TERJALIN.

“Apa aku percaya pada diriku sendiri?”

Pertanyaan itu terus bergema di kepala Cintia sepanjang jalan pulang. Langkah kakinya terasa berat, seolah setiap kata yang baru saja diucapkan Araf menambah beban di pundaknya. Ia tidak tahu harus menjawab apa. Percaya pada dirinya sendiri? Bagaimana mungkin? Selama ini, ia hanya percaya pada satu hal: bahwa dunia ini tidak adil, penuh kebencian, dan tidak ada orang yang benar-benar peduli padanya. Tapi, Araf… laki-laki itu berbeda. Atau, setidaknya ia ingin percaya bahwa Araf berbeda.

"Jangan terlalu banyak berpikir," suara Araf memecah keheningan di antara mereka.

Cintia berhenti melangkah. Ia menoleh ke arah Araf yang berjalan di sampingnya, wajahnya penuh dengan perhatian. "Apa kamu pikir ini mudah buatku?" tanyanya tajam.

Araf mengangkat bahu, tapi senyum tipis di wajahnya tidak hilang. "Aku tidak bilang mudah. Aku hanya ingin kamu tahu kalau kamu tidak sendiri."

"Kenapa kamu peduli?" Cintia memotong, suaranya bergetar. Ia tidak bermaksud terdengar kasar, tapi pertanyaan itu keluar begitu saja dari mulutnya. "Aku sudah bilang, aku baik-baik saja. Aku tidak butuh bantuan."

Araf berhenti. Mereka sekarang berdiri di tengah jalan kecil yang sepi, hanya ditemani suara angin yang berbisik pelan. "Apa benar kamu baik-baik saja?" tanyanya pelan, tapi ada nada tajam di balik suaranya. "Karena dari yang aku lihat, kamu tidak pernah benar-benar baik-baik saja, Cintia. Kamu selalu mencoba terlihat kuat, tapi di dalam, kamu terluka."

Cintia membuka mulut, ingin membalas, tapi tidak ada kata yang keluar. Ia hanya menatap Araf dengan mata yang penuh emosi—marah, bingung, dan mungkin, sedikit takut. Ia tidak suka bagaimana Araf bisa membaca dirinya begitu mudah. Ia tidak suka merasa rentan.

"Apa yang kamu mau dariku?" ia akhirnya bertanya, suaranya lebih pelan kali ini.

"Aku tidak mau apa-apa," jawab Araf dengan tenang. "Aku hanya ingin kamu tahu bahwa aku ada di sini. Kalau kamu butuh seseorang untuk mendengarkan, aku ada."

Cintia menggelengkan kepalanya. "Aku tidak butuh kamu. Aku sudah terbiasa sendiri."

"Tapi apa kamu bahagia?" potong Araf.

Cintia terdiam. Pertanyaan itu menamparnya lebih keras daripada apa pun yang pernah ia dengar sebelumnya. Bahagia? Kata itu terasa asing baginya. Ia bahkan tidak yakin kapan terakhir kali ia merasa bahagia, jika pernah.

"Sudahlah," gumamnya akhirnya, melangkah pergi tanpa menunggu jawaban dari Araf.

---

Malam itu, Cintia tidak bisa tidur. Ia duduk di tepi ranjangnya, menatap jendela yang terbuka sedikit, membiarkan angin malam masuk ke dalam kamarnya. Pikirannya penuh dengan bayangan Araf. Kata-katanya, tatapan matanya, senyumnya yang selalu terlihat tulus.

Ia benci bagaimana ia merasa sedikit lebih tenang ketika Araf ada di dekatnya. Ia benci bagaimana Araf membuatnya ingin percaya bahwa dunia ini tidak seburuk yang ia pikirkan. Tapi di sisi lain, ia juga merasa takut. Ia takut jika ia terlalu bergantung pada Araf, maka ketika Araf pergi, ia akan hancur lagi.

Cintia menarik napas dalam-dalam, mencoba mengusir pikirannya. Tapi saat ia memejamkan mata, wajah Araf kembali muncul di benaknya. "Kenapa kamu peduli?" gumamnya pelan, bertanya pada dirinya sendiri.

---

Keesokan harinya, Cintia kembali ke toko tempat ia bekerja. Seperti biasa, Bu Rini sudah sibuk mengatur barang-barang di rak. Perempuan paruh baya itu menyambut Cintia dengan senyum lebar, meskipun matanya penuh rasa ingin tahu.

"Kamu diantar Araf lagi tadi malam?" tanya Bu Rini tanpa basa-basi.

Cintia menghela napas. Ia tahu pertanyaan seperti ini pasti akan muncul. "Dia cuma teman," jawabnya singkat, mencoba mengakhiri pembicaraan sebelum dimulai.

"Tapi teman yang satu itu kelihatannya sayang banget sama kamu," goda Bu Rini sambil terkekeh.

"Bu, aku kerja di sini buat bantu toko, bukan buat dengerin gosip," balas Cintia, mencoba terdengar tegas. Tapi ia tidak bisa menyembunyikan rona merah di pipinya.

Bu Rini tertawa kecil sambil melanjutkan pekerjaannya. "Ya sudah, aku nggak ikut campur. Tapi jangan terlalu keras sama dia, ya. Kadang, orang baik itu cuma datang sekali."

Cintia tidak menjawab. Kata-kata Bu Rini membuatnya berpikir. Apa benar Araf sebaik itu? Apa benar ia bisa mempercayai seseorang seperti Araf?

---

Hari itu, Araf kembali datang ke toko, seperti yang sudah menjadi kebiasaannya. Ia membeli beberapa barang kecil—hal yang tidak benar-benar ia butuhkan, hanya alasan untuk bertemu dengan Cintia.

"Kamu sibuk?" tanyanya sambil meletakkan barang-barangnya di meja kasir.

"Kalau aku sibuk, kamu nggak akan lihat aku di sini," jawab Cintia datar.

Araf tertawa kecil. "Kamu selalu punya jawaban yang tajam, ya."

Cintia hanya mengangkat bahu. Ia tidak ingin terlalu banyak bicara, tapi ia juga tidak bisa mengusir Araf. Ada sesuatu tentang kehadiran Araf yang membuatnya merasa nyaman, meskipun ia tidak mau mengakuinya.

"Kalau kamu nggak sibuk, mau jalan-jalan nanti sore?" tanya Araf tiba-tiba.

Cintia menatapnya dengan alis terangkat. "Kenapa aku harus?"

"Karena kamu butuh udara segar," jawab Araf santai. "Dan mungkin kamu juga butuh teman bicara."

Cintia ingin menolaknya, seperti biasa. Tapi untuk alasan yang tidak ia mengerti, kali ini ia mengangguk. "Oke. Tapi jangan terlalu lama. Aku nggak suka kalau terlalu banyak orang lihat."

Araf tersenyum lebar. "Deal."

---

Mereka berjalan di sepanjang jalan setapak menuju pantai, tempat yang dulu menjadi pelarian Cintia dari semua kesedihannya. Angin laut yang segar menerpa wajah mereka, membawa aroma asin yang khas.

"Kenapa kamu selalu ngajak aku ke sini?" tanya Cintia, memecah keheningan.

"Karena aku tahu kamu suka tempat ini," jawab Araf. "Dan aku juga suka. Tempat ini bikin aku merasa tenang."

Cintia mengangguk pelan. Ia tidak bisa menyangkal kata-kata Araf. Pantai ini memang selalu memberinya rasa damai, meskipun hanya untuk sementara.

Mereka duduk di atas pasir, membiarkan ombak kecil menyentuh ujung kaki mereka. Untuk beberapa saat, tidak ada yang berbicara. Hanya ada suara deburan ombak dan angin yang berhembus pelan.

"Apa kamu pernah merasa… kosong?" tanya Cintia tiba-tiba. Suaranya pelan, hampir seperti bisikan.

Araf menoleh ke arahnya. Wajahnya serius, tapi lembut. "Aku pernah. Setelah orang tuaku meninggal, aku merasa seperti itu setiap hari."

Cintia menatap Araf, mencoba membaca ekspresi di wajahnya. "Bagaimana kamu bisa melewatinya?"

"Aku nggak tahu," jawab Araf jujur. "Kadang aku cuma mencoba bertahan, satu hari demi satu hari. Tapi aku sadar, kalau aku terus-terusan hidup dalam kesedihan, aku nggak akan pernah benar-benar hidup."

Kata-kata itu membuat Cintia terdiam. Ia merasa seperti melihat dirinya sendiri di mata Araf. Ia tahu rasa kosong yang Araf bicarakan. Ia tahu betapa sulitnya bertahan setiap hari dengan beban yang tak terlihat.

"Apa kamu percaya aku bisa berubah?" tanya Cintia, suaranya hampir tak terdengar.

Araf menatapnya dalam-dalam. "Aku percaya. Tapi yang lebih penting, apa kamu percaya pada dirimu sendiri?"

Cintia mengalihkan pandangannya ke laut. Ia tidak tahu harus menjawab apa. Tapi di dalam hatinya, ia mulai merasa bahwa mungkin, hanya mungkin, Araf benar.

"Apa kamu akan tetap di sini kalau aku gagal?" tanyanya lagi, suaranya gemetar.

Araf tersenyum kecil. "Aku di sini bukan untuk menilai kamu berhasil atau gagal, Cintia. Aku di sini karena aku peduli."

Cintia menatapnya, matanya penuh dengan emosi yang campur aduk. Untuk pertama kalinya, ia merasa ada seseorang yang benar-benar peduli padanya tanpa syarat. Tapi di dalam hatinya, ia masih takut.

"Apa kamu benar-benar tidak akan pergi?" tanyanya pelan, hampir seperti memohon.

Araf menatapnya dengan lembut. "Aku tidak akan pergi, Cintia. Tapi pertanyaannya, apa kamu akan membiarkanku tetap di sini?"

1
Apin🐦🚬
done mampir tante
𝐫𝐚.: Thanks Alvin.
total 1 replies
MissHalu🐌🐢
bisa gak Cintia kamu jangan ngejar dendam, aku takut kamu terluka dan luka itu lebih besar dari luka yg pernah kamu rasakan sebelumnya 😔
MissHalu🐌🐢
tidak ada kata terlambat untuk lebih baik dari kemarin
Jeje
Balas dendammmmm
MissHalu🐌🐢
Cintia.. kamu sibuk dengan rencana balas dendam mu,tanpa kamu pikirkan bagaimana masa depan mu🥺
𝐫𝐚.: Cintia bilang "Masa depanku, balas dendam ku." 💃🔥
total 1 replies
☆🅢🅐🅚🅤🅡🅐☆🇮🇩🇸🇩
kq serem ya, kira kira siapa yg di balik pesan anonim it
☆🅢🅐🅚🅤🅡🅐☆🇮🇩🇸🇩
wajarlah Cintia berfikiran begitu ttg Luna, Krn dya yg SDH membully Cintia, pasti berbelas di hati dan ingatannya Cintia.
tetel semangat ya Cintia
☆🅢🅐🅚🅤🅡🅐☆🇮🇩🇸🇩: terbawa ke novel author 🤣
𝐫𝐚.: Tetep semangat untuk Kak Sakura, semoga jantung aman sampe tamat 🙏🥲😂
total 2 replies
MissHalu🐌🐢
Cintia 😔

jadi Mak yg merasa takut tauuu
🌸 Yaya Gea ʕっ•ᴥ•ʔっ✿࿐
aku mampir Thor 😊
☆🅢🅐🅚🅤🅡🅐☆🇮🇩🇸🇩
Cintia berusaha iklas it lebih baik, kl km bales sama aja km sprti dya.
ambil hikmah dari kejadian dlu. it yg membuat km bertahan smpe skg
MissHalu🐌🐢: ya setuju... karna perasaan dendam sebenarnya akan mencelakakan diri sendiri
☆🅢🅐🅚🅤🅡🅐☆🇮🇩🇸🇩: aq terbawa suasana dalam novel author 🤣
total 3 replies
☆🅢🅐🅚🅤🅡🅐☆🇮🇩🇸🇩
knp g berdamai dengan keadaan aja Cintia, hilang dendammu walaupun sakit bgt
MissHalu🐌🐢
ternyata mimpi..
sebenarnya Cintia mimpi mu adakah gambaran yg terjadi kelak,rasa luka yg membawa dendam dan rasa dendam yg akan membawa celaka
MissHalu🐌🐢
cuma bisa menghela napas atas sikap Cintia 😔
MissHalu🐌🐢
lanjutkan /Determined//Determined//Determined/
☆🅢🅐🅚🅤🅡🅐☆🇮🇩🇸🇩
Cintia berdamai dengan keadaan ya biar hidupmu tenang
MissHalu🐌🐢
hahh makin di pendam rasa dendam mu makin terdorong kamu buat kelakukan yg tak seharusnya kamu lakukan Cintia 😔 aku tau masalalu mu teramat sakit tapi dengan begini pun akan menambah rasa sakit mu🥺
MissHalu🐌🐢
bingung mau komen apa, ini menurut Mak nih ya.. kalo Cintia kaya gitu terus yg ada kamu hanya nyakitin diri kamu sendiri
MissHalu🐌🐢
🥺
☆🅢🅐🅚🅤🅡🅐☆🇮🇩🇸🇩
ada apa dgn Araf?
apa sakit thor
marrydiana
keren, semangat thorr
mampir juga ya di cerita aku
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!