Airilia seorang gadis yang hidup serba kekurangan, ayahnya sudah lama meninggal sejak ia berusia 1 minggu. Airilia tinggal bersama ibunya, bernama Sumi yang bekerja sebagai buruh cuci. Airilia merupakan anak kedua dari dua bersaudara, kakaknya bernama Aluna yang berstatus sebagai mahasiswa yang ada di banjar.
Pada suatu hari, Airilia kaget mendengar Sumi terkena kanker darah. Airilia yang tidak tau harus kemana mencari uang, ia berangkat ke banjar untuk menemui Aluna, agar Aluna mau meminjamkan uang untuk pegangan saat Sumi masih di rawat dirumah sakit.
Alih-alih meminjamkan uang, Aluna justru membongkar identitas Airilia sebenarnya. Aluna mengatakan bahwa Airilia anak pelakor yang sudah merebut ayahnya. Sumi yang berlapang dada merawat Airilia semenjak ibunya mengetahui ayahnya meninggal karena kecelakaan. Aluna yang menuntut Airilia harus membiayai pengobatan Sumi sebagai bentuk balas budi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Irla26, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 1. AIRILIA
Airilia seorang gadis yang hidup serba kekurangan, ia menempuh pendidikan sebagai SMA Nusa Bangsa kelas 3 IPA. Ia tinggal bersama ibunya yang bernama Sumi bekerja sebagai buruh cuci, ayahnya sudah lama meninggal sejak Airilia masih kecil. Airilia anak kedua dari dua bersaudara. Kakaknya bernama Aluna yang masih menjadi seorang mahasiswa disebuah fakultas yang ada di Banjarbaru.
Demi memenuhi kebutuhannya, Airilia bekerja di kantin sekolah membantu bibi Darmi mengantar pesanan, mencuci piring dengan upah sebesar Rp.10.000. Setelah pulang sekolah, ia juga membantu pekerjaan ibunya sebagai buruh cuci.
"Bu, ini Lia ada uang untuk membeli beras". Airilia meletakkan uang satu lembar berwarna merah diatas meja.
"Loh, inikan uang kamu, kamu simpan saja untuk keperluan kamu sendiri". Sumi menolak menerima uang yang diberikan Airilia, karena Sumi merasa bahwa kebutuhan makan dan lain sebagainya adalah kewajibannya bukan tanggung jawab anaknya.
"Bu, Lia masih ada simpanan kok, hari ini Lia ingin kita makan nasi. Emang ibu enggak bosen makan singkong rebus melulu". Sumi terdiam mendengar perkataan putrinya. Sumi sadar sudah tiga hari, ia dan putrinya makan singkong rebus yang ia ambil di halaman belakang rumahnya.
"Ya sudah, ibu ambil ya uangnya. Nanti jika cucian ibu banyak, ibu akan ganti uang kamu".
"Enggak perlu bu, Lia ikhlas. Untuk makan kita berdua". Sumi tersenyum dan bersyukur mempunyai putri seperti Airilia.
Ketika Sumi sampai di warung pak kumis, Sumi mendengar seseorang memanggil dirinya. Ia berbalik dan melihat Asih tetangga seberang rumah yang memanggilnya.
"Mbak Asih, ada apa?".
"Ini, saya mau membayar cucian yang kemarin". Asih memberikan uang satu lembar berwarna hijau.
"Oh, terima kasih".
Setelah dari warung pak kumis, Sumi bergegas masuk rumah dan meletakkan kantong plastik hitam diatas meja. Akhir-akhir ini Sumi memikirkan tentang biaya kuliah Aluna, pasalnya ia tidak mempunyai banyak uang, karena cuciannya sedang sepi, lantaran tetangga yang jadi pelanggannya membeli mesin cuci.
"Bu...bu, ibu kenapa?ibu sakit?". Sumi terkejut mendengar suara Airilia yang berada dibelakang.
"Ibu cuma sedikit pusing".
"Kalau begitu, biar Lia aja yang memasak". Sumi mengangguk dan berjalan ke kamarnya.
Airilia segera mengambil kantong plastik hitam yang berada diatas meja, ia membawa beras itu dan meletakkannya didekat tungku. Saat dibuka, Airilia terkejut karena isinya 1kg beras, 2 butir telur dan sedikit cabai.
"Kenapa ibu cuma beli 1kg?padahal uangnya cukup untuk beli 3kg beras?". Merasa penasaran, Airilia berjalan menuju kamar Sumi dan menanyakan perihal beras itu. Namun tiba tiba Airilia mendengar suara seperti barang jatuh di kamar Sumi. Ia berlari ke kamar Sumi, takutnya ada sesuatu yang terjadi pada ibunya.
"IBU..!".
Airilia terkejut melihat Sumi sedang memecahkan celengan, dari hasil cucian yang Sumi tabung dua tahun terakhir.
"Bu, kenapa celengannya ibu pecahkan?kalau beli sesuatu bilang sama Lia".
"Enggak, ibu enggak ada yang mau dibeli".
"Lantas, kenapa celengannya ibu pecahkan?".
"Dua hari lagi, Aluna mau pembayaran uang kuliah. Karena cucian ibu lagi sepi, jadi ibu pecahkan celengan ibu". Sumi menghitung uang pecahan diatas kasur.
Airilia diam menatap Sumi sedang menghitung uang kertas, tanpa ia sadari air matanya lolos begitu saja tanpa bisa dicegah.
"Lia, kira kira jam segini, toko amang ujang buka atau enggak, ya?ibu mau..". Ucapan Sumi terhenti ketika melihat Airilia menangis tersedu-sedu.
"Lia, kamu kenapa, nak?kamu sakit?atau ada yang nyakitin kamu?". Airilia menggeleng pelan lalu menatap wajah Sumi yang selama merawatnya dengan kasih sayang.
"Bu, maaf. Lia enggak bisa bantu bayar uang kuliah kak Alu a".
"Enggak papa, ini udah kewajiban ibu".
"Maaf, jika Lia menyusahkan ibu".
"Lia, jangan ngomong seperti itu, Lia enggak pernah menyusahkan ibu, yang ada ibu sering menyusahkan Lia". Sumi menghapus bekas air mata yang ada di pipi Airilia.
"Bu, kenapa ibu cuma membeli 1kg beras?".
"Maaf Lia, sebenarnya tadi ibu mau beli 3 kg beras, tapi ternyata pak kumis menagih hutang bulan lalu". Ucap Sumi dengan suara pelan.
"Enggak papa, kalau begitu Lia ke dapur dulu, mau memasak". Airilia meninggalkan Sumi dalam kamar yang masih menghitung uang.
*Bersambung*