Ranjang Tuan Lumpuh

Pulau-pulau kecil yang terletak diantara Izmir (Turki) dan Athena (Yunani). Terdapat satu pulau kosong dengan luas 15 hektar, yang ditumbuhi beberapa tumbuhan liar juga pohon kelapa. 

Uniknya, di sisi barat pulau terdapat sebuah gazebo kecil beratapkan daun kering dari pohon kelapa. Itu tandanya, pernah ada orang yang berkunjung disana. Hal itu membuat Aishe optimis, bisa kembali lagi ke kota.

Namun, sudah 45 hari berlalu sejak ia terdampar di sana, dan tidak ada satu pun kapal yang melintas. Harapan Aishe untuk selamat pun menjadi kandas. 

Ditengah rasa putus asa yang semakin hari semakin menipis, secara tidak sengaja ia melihat sebuah kapal yang mendekat. Aishe pun berlari ke bibir pantai dan melambai, berharap mereka melihat sinyal SOS darinya. 

Akan tetapi, harapannya pupus begitu saja. Sampai pada akhirnya….

Pada hari ke 59 setelah ia terdampar. Pada hari itu cuaca sangat terik. Langit begitu cerah, sampai awan pun enggan melintas di pulau itu. Tubuh Aishe mulai terlihat kurus, sampai tulang selangkanya pun menonjol. 

Dia yang tengah terbaring lemas, sayup-sayup mendengar suara mesin. Dia pun bergegas bangkit dan berlari ke sumber suara.

Sebuah speedboat terlihat sangat jelas dari pandangan matanya, sedang berlayar mendekati bibir pantai. Momen yang membahagiakan itu jelas membuat senyum Aishe mengembang. 

"Tuan, ada seseorang di pulau," ucap salah seorang pria yang berada di atas speedboat kepada pria yang sedang duduk.

"Seseorang?" tanyanya singkat.

Pria itu mengambil teropong dan mengamati Aishe yang sedang melambai di bibir pantai. 

"Seorang gadis … tubuhnya kurus … pakaiannya compang camping," ucapnya.

"Perlukah kita berputar arah, Tuan Diego?" sela salah seorang pria lain.

"Tidak perlu. Tepikan speed boatnya!" 

Speed boat berpenumpang empat orang itu akhirnya sampai di dekat pantai. Aishe pun langsung berenang mendekat untuk meminta bantuan. 

"Sir, please help me," serunya berenang mendekati speed boat yang berhenti di dekat pantai.

Namun, dua pria di antara mereka berdiri di tepi speed boat dan menghentikan Aishe.

"Who are you?"

"Aishe, Aishe, Sir. My name Aishe," jawabnya sedikit gugup. "I'm from Karaköy, Istanbul."

Dua pria yang berdiri, kompak menoleh menatap pria yang dipanggil Diego.

"Sen kara köylüsün?" (kamu berasal dari Karaköy? (Turki)) sahut Diego yang masih duduk di tempatnya.

"Ya, saya berasal dari sana, Tuan. Anda - - berasal dari Turki?" Aishe berusaha terus menggerakkan kaki kecilnya agar bisa mengambang. 

Seorang pria bertopi terlihat menyodorkan ponsel dan membisikkan sesuatu di telinga Diego. Membuat mata pria putih memincing tajam.

"Aishe? Dua bulan lalu seorang wanita dengan nama yang sama dikabarkan tewas tenggelam. Apa itu kau?" Diego berbicara lantang tanpa melihat wajah Aishe yang masih berenang di laut.

Bak disambar petir di tengah laut pada siang hari yang terik. Aishe hampir tidak percaya, jika dirinya telah dinyatakan mati begitu saja. Bahkan, waktu telah berlalu dua bulan lamanya tanpa ia sadari.

Aishe mematung, dengan tatapan kosong memandang speed boat dengan mesin mati.

"Tarik dia, biar aku melihat wajahnya!" titah Diego pada dua anak buahnya.

Aishe dengan segera mengangsurkan tangan, agar dua orang yang berdiri di pinggir boat dapat manariknya. Begitu sampai di atas speed boat, sorot matanya langsung terhenti pada sosok lelaki. Janggut yang di penuhi bulu-bulu tipis, kaos putih ketat di tutup jaket kulit, terlihat tampan dan atletis. 

"Terima kasih, terima kasih, Tuan," ucap Aishe bersimpuh di bawah sebagai ucapan terima kasihnya.

Diego melirik ponsel, kemudian berganti melihat Aishe. "Kau terlihat kurus dari pada di foto!" sindirnya pedas.

Aishe yang sejak tadi menunduk, pun langsung mendongak. Menatap sosok pria yang menurutnya cukup terus terang dan sedikit garang.

"Bagaimana kau bisa sampai disini?" Diego menyodorkan ponselnya kepada seorang pria yang berdiri di samping.

Pertanyaan Diego membuat Aishe cemas. Tidak mungkin baginya menceritakan semua yang terjadi padanya kepada pria asing. Dia takut, pria itu mungkin bisa menyakitinya. 

Lama terdiam, membuat satu pengawal mengancamnya. "Kau bisa diam dan tinggal lebih lama disini!"

Ancaman pria itu berhasil membuat tubuh kecil Aishe gemetar dan merubah pikirannya. Baginya, tidak perduli apa yang akan ia alami setelah ini, karena yang terpenting hanya keluar dari pulau itu.

"Jangan, jangan, Tuan!" mohonnya. "Tanggal 5 pada bulan Mei, beberapa staf perusahaan Halley menyewa kapal pesiar. Kami semua berlibur selama 4 hari, tapi pada malam di hari pertama. Seseorang membuat seluruh sendiku lemas dan mendorongku," jelas Aishe dengan detail.

"Tidak tau bagaimana bisa berakhir di sana, aku hanya ingat tubuhku sempat tenggelam. Saat bangun, aku sudah berada di bibir pantai."

Empat orang pria di speed boat memandanginya penuh curiga. Aishe berusaha bersikap tenang, meski tangannya dan kakinya gemetar.

"Anda bisa memeriksanya, Tuan." Aishe berusaha meyakinkan semua orang.

Diego masih memandangi Aishe untuk beberapa detik. Sebelum akhirnya memberikan mereka perintah.

"Pergi ke Cesme!"

...-TBC-...