Naiki, seorang gadis cantik, cerdas, tegas, dan berani, namun berhati dingin. Ia dan Rhean kakaknya, menderita suatu gangguan mental akibat kekejaman ayah kandung mereka dimasa lalu. Penyiksaan fisik dan batin mereka dapatkan. Ketika penderitaan mereka berakhir, kebersamaan dengan ibu mereka pun ikut berakhir.
Dua puluh tahun kemudian Naiki kembali. Dengan status dan kemampuan bertarungnya yang luar biasa, Naiki ingin merebut kembali perusahaan ibunya yang dirampas paksa. Tidak ada kata ampun di kamusnya. Semua orang jahat, harus merasakan penderitaan yang pernah ia rasakan.
Namun, saat ia akan memulai misinya, ia dijodohkan dengan seorang pria tampan pemilik perusahaan besar yang tidak sengaja ditolongnya.
"Kau tenang saja, aku akan meminta kakek untuk menjadikanku milikmu secepatnya."
Kalimat pria itu seakan menghipnotis Naiki dan membuat hatinya meleleh. Apakah misinya akan berjalan sesuai rencana walaupun ia sudah menikah?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Annadrie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
25 Candu
Di luar taman, tampak sosok Niko yang bingung melihat kondisi taman yang tiba-tiba diblokir oleh orang-orang berseragam hitam. Ia sama sekali tidak tahu apa yang sudah terjadi dan apa yang tengah dialami kedua temannya tadi. Niko sibuk melihat jam tangannya berkali-kali. Sudah hampir tiga puluh menit berlalu, namun dua orang temannya tak kunjung muncul di sana.
"Brengsek! Jangan-jangan mereka berkhianat." Umpat Niko sambil menendang ban mobilnya. Ia lalu bersandar di pintu mobilnya yang tertutup.
"Kau lihat tidak wajah dua orang pria mesum tadi seperti apa?" Ucap salah seorang pengunjung yang baru saja keluar dari taman dan berlalu di depan Niko.
"Gila, sudah seperti tomat busuk, merah dan bonyok. Hahaha..." Sahut salah seorang lagi sambil tertawa keras.
Niko penasaran dan mengejar dua orang yang baru saja berlalu di depannya.
"Maaf, ada kejadian apa di dalam?" Tanya Niko tanpa basa-basi.
"Ada dua orang pria mesum dihajar seorang wanita tadi."
Niko terdiam. Apakah pria mesum yang dimaksud adalah kedua temannya? Tapi tidak mungkin Naiki atau Killa yang menghajar. Mereka terlihat lemah seperti wanita pada umumnya. Niko terus bertanya-tanya dalam hatinya. Ia lalu berusaha menelepon kedua temannya. Namun tidak ada jawaban sama sekali.
Niko memaksa masuk kembali ke taman, tapi orang-orang berseragam hitam mencegahnya. Tidak ada yang diizinkan masuk, pengunjung hanya dapat keluar dari taman, itupun setelah menerima pemeriksaan ketat dari orang-orang misterius berseragam hitam. Niko akhirnya menyerah dan memutuskan untuk meninggalkan taman.
Sementara itu, Naiki, Killa, dan Darel telah berada dalam sebuah mobil. Mereka menuju kediaman besar Gerandra. Naiki sudah terlihat tenang, begitu pun dengan Killa. Setibanya di kediaman, Darel membawa Naiki langsung masuk ke kamar dan Killa pergi mencari Mama Vanya.
"Bukankah pria yang menyuruh kedua b4jingan tadi adalah Niko sepupumu, Nai?" Tanya Darel memecah kesunyian. Naiki mengangguk. Ia lalu duduk di sofa yang terdapat di kamar luas itu.
"Menurutmu, baiknya kita apakan pria itu?" Tanya Naiki dingin.
Tidak biasanya Naiki bersedia meminta pendapat Darel perihal masalah pribadinya dan semua rencana-rencananya. Darel menatap Naiki lekat. Ia lalu duduk di samping istrinya.
"Kalau aku sih maunya pria ini dikebiri, Nai." Sahut Darel. Naiki tersentak, ia lalu melempar wajah Darel menggunakan bantal kecil tidak jauh dari tempatnya duduk. "Lah, kenapa?" Tanya Darel kaget.
"Itu masih kurang sadis, Tuan!" Celetuk Naiki kemudian.
Darel terbelalak. Padahal baru saja ia berpikir bahwa Naiki tidak tega berbuat kejam pada sepupunya sendiri. Ternyata Darel salah.
"Dasar kejam!" Ledek Darel sambil mengusap-usap kepala Naiki dengan gemas.
*************
Di taman belakang kediaman Gerandra, tampak Vanya sedang menikmati tehnya. Killa tiba-tiba muncul dan memanggil mamanya.
"Mama..." Teriak Killa sambil berlari mendekati Vanya yang duduk di kursi rodanya.
"Ada apa? Semangat sekali, sih!" Ucap Vanya.
"Ma, mama dapat menantu di mana, sih? Kak Nai tuh ya Ma, dia cantik, pintar, elegan, dan kejam dalam satu tubuh. Luar biasa, Ma!" Celoteh Killa penuh semangat.
Vanya mengernyitkan dahinya. Ia heran mengapa anaknya tiba-tiba berkata seperti itu.
"Maksudnya?" Tanya Vanya heran.
"Tadi Killa ke taman sama Kak Nai. Terus ada dua laki-laki mesum mau gangguin kami, Ma! Mereka temannya Niko. Mama ingat Niko, kan?" Killa memulai ceritanya. Vanya mengangguk-angguk mengerti.
"Killa sudah gemetaran tadi. Eh, tiba-tiba Kak Nai berdiri terus menghajar dua laki-laki mesum itu, Ma. Tapi..." Killa menggantungkan kalimatnya.
"Tapi apa, Killa?"
"Kak Nai langsung nunjukin gejala phobianya, Ma. Ternyata perkataan Kak Darel waktu itu benar." Lirih Killa. Kepalanya tertunduk. Ada raut kesedihan di wajahnya.
Vanya langsung mengulurkan kedua tangannya, menarik anak bungsunya itu lalu memeluknya.
"Lalu, apa yang terjadi?" Tanya Vanya kemudian, setelah Killa terlihat sedikit tenang. Killa duduk di kursi taman di samping mamanya.
"Kak Darel datang dan menenangkannya. Killa heran, kenapa sentuhan Kak Darel malah jadi penawar phobianya Kak Nai ya, Ma?" Tanya Killa bingung.
Vanya terkejut sekaligus senang mendengar cerita Killa. Itu berarti, pernikahan Darel dan Naiki akan tetap aman walaupun Naiki menderita haphephobia.
"Bagus dong kalau gitu, La." Ucap Vanya tiba-tiba.
"Iya juga ya, Ma. Killa berarti bisa cepat dapat ponakan yang lucu-lucu." Seru Killa sambil terkikik.
************
Malam telah larut, Naiki duduk di sofa. Ia sibuk dengan laptopnya yang baru saja dikirim Ivan tadi sore. Naiki harus menyelesaikan beberapa dokumen Caraka Corp yang sempat tertunda ia kerjakan karena harus merangkap menjadi karyawan di Brata Corp.
Darel terus menatapnya dari atas ranjang. Menunggu Naiki selesai mengerjakan pekerjaan kantornya. Matanya sudah sangat mengantuk, namun ia tidak tega tidur lebih dulu dari istrinya itu.
Naiki mematikan laptop dan menaruhnya di atas meja di depan sofa. Ia lalu berdiri dan meregangkan tangannya ke atas. Naiki lalu menuju ranjang.
"Lho, kenapa belum tidur?" Tanya Naiki pada Darel. Ia lalu menyibakkan selimut dan berbaring di pinggir ranjang, sangat jauh dari Darel.
Darel hanya tersenyum. Ia lalu ikut merebahkan tubuhnya di ranjang dan perlahan mendekati istrinya.
"Kau akan jatuh bila tidur terlalu pinggir begitu, Sayang." Bisik Darel tepat di telinga Naiki.
Tubuh Naiki tiba-tiba merinding. Wajahnya merona. Bisikan Darel terasa seperti tiupan pada daun telinganya. Sungguh membuat tubuh Naiki merinding dan lemas bersamaan.
"Berhenti menggodaku, Darel! Tidur sana!" Ketus Naiki tanpa menoleh. Darel terkekeh melihat respon istrinya.
"Ok baiklah. Tidur yang nyenyak, Sayang." Ucap Darel lalu mengecup dahi Naiki.
Naiki terdiam, tidak merespon dengan gerakan apa pun dan juga tidak bicara apa pun. Ia berusaha terus menyembunyikan wajahnya dari Darel sebisa mungkin.
"Ya Tuhan...jantungku rasa mau copot." Batin Darel yang sudah kembali ke posisinya semula, namun tetap menghadap Naiki.
"Satu domba, dua domba, tiga domba...." Naiki terus menghitung domba dalam hatinya. Ia berusaha mengalihkan pikirannya dan bergegas ingin tidur, namun tidak bisa.
Naiki lalu membalikkan tubuhnya. Matanya lalu bertemu dengan mata Darel.
"Apa kau belum bisa tidur, Nai?" Tanya Darel lirih. Naiki mengangguk.
"Mendekatlah. Aku akan memelukmu hingga kau tertidur." Ucap Darel kemudian.
Entah mengapa Naiki langsung menuruti perkataan Darel. Ia menggeser tubuhnya tepat ke sebelah suaminya itu. Pelukan Darel seakan menjadi candu untuk Naiki sekarang. Darel lalu memeluk tubuh Naiki dengan hangat. Ia menggosok-gosok punggung istrinya itu hingga istrinya tertidur lelap di pelukannya. Darel tersenyum lalu mencium puncak kepala Naiki.
"Mimpi indah, Sayang." Ucap Darel lalu ikut memejamkan matanya.
***********
Maaf yaa, up nya kelamaan.
Jangan lupa like, vote, dan komen yah, thanks 🥰