sinopsis:
Nama Kania Abygail tiba tiba saja terdaftar sebagai peserta Olimpiade Sains Nasional.
Awalnya Kania mensyukuri itu karna Liam Sangkara, mentari paginya itu juga tergabung dalam Olimpiade itu. Setidaknya, kini Kania bisa menikmati senyuman Liam dari dekat.
Namun saat setiap kejanggalan Olimpiade ini mulai terkuak, Kania sadar, fisika bukan satu - satunya pelajaran yang ia dapatkan di ruang belajarnya. Akan kah Kania mampu melewati masa karantina pra - OSN fisikanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Zuy Shimizu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
#Chapter 16: Saran Dari Senior
BILA ada sesuatu yang bisa jadi saksi bisu ketegangan Kania, maka jawabannya adalah meja yang berada di antara Galen dan Kania. Beberapa menit berlalu, dan Galen masih diam dengan tatapannya yang begitu dalam.
Kania tak paham apa maksudnya.
"Bang"
"Oh, sori." Galen tersadar dari lamunannya. "Simpelnya, gue cuma mau gibahin Liam."
"Eh?" Kania menaikkan dua alisnya. "Kenapa emang?"
"Kalo ada masalah sama dia, buru selesein. Keknya dia cemburu gegara lo deket sama Evan. Kasian tuh bocil, isinya cuma ngelamun mulu di kamar. Mikirin orang, pastinya lo kan, pacarnya."
"Hah? Gue nggak pacaran sama dia kok, Bang."
Galen yang tadinya hanya duduk bersandar dengan tatapan datar kini mengangkat kedua alisnya, menjadi lebih ekspresif. "Seriusan?"
Kania mengangguk cepat.
Galen pun menghela nafasnya sembari menepuk keningnya sebelum kembali menatap Kania. "Terus... dia PHPin lo?"
Kania kembali menggeleng.
"Seriusan, demi apa? Terus apa dong? Mantan?"
Kania menggeleng lagi. "Cuma temen, kok. Lagian baru deket pas karantina ini."
Galen pun terdiam sejenak, lalu menghela nafasnya panjang. "Seriusan, tim fisika ngiranya lo pacaran sama Liam. Terus anak karantina lain ngiranya lo pacaran sama Evan." tutur Galen yang sepertinya juga mengira Kania berpacaran dengan Liam. "Pantesan,"
"Pantesan apa?"
"Pantesan aja Leona nyerang lo." ujar Galen yang membuat Kania tersentak. "Jangan lo kira gue nggak kenal dia. Gue itu sering dapet karantina disini, sering liat dia. Awalnya sih eneg, gue pengen belajar di rumah aja. Tapi gegara ada Renatta, ya gue disini."
"Kak Renatta Claudine? Kenapa emang?"
"Ya reuni. Hampir di semua tim, gue selalu barengan sama dia dari awal ikut olim. Makanya masalahnya sama Evan dulu juga gue tau." Galen terdiam cukup lama sembari melempar tatapan kosong, lalu menghela nafas.
"Dari kejadian kemarin... lo udah tau kan, apa yang harus lo lakuin?"
Kania mengangguk pelan.
Galen mengalihkan pandangannya ke jendela, menatap jauh ke langit. "Leona itu lawan yang mengerikan buat lo. Gak tanggung-tanggung, neneknya itu CEO hotel ini, ibunya mentri kehutanan, sedangkan cabang perusahaan kakeknya udah sampe Singapura."
Kania kembali tersentak, "GILA! Seriusan!?"
"Serius gue." jawab Galen datar sembari kembali menatap Kania. "Gue nggak tau kemanjaan macam apa yang diajarkan dirumahnya, tapi yang jelas, kemauannya selalu dituruti. Gue denger dari bocorannya sih, bokapnya jadi panitia. Jadi untuk nyingkirin kita, itu hal mudah."
Seketika gadis itu terdiam. Semudah itu? Padahal ada mimpi orang lain yang dipertaruhkan dalam olimpiade ini.
"Tenang, gue udah janji sama kalian." Galen terdiam sejenak.
"Gue... nggak bakal kehilangan temen gue untuk kedua kalinya."
Kania terdiam. Ia paham tatapan kosong Galen saat ini. Kania tahu Galen adalah bagian dari secuil bagian pahit dalam hidup Renatta.
Ternyata ini rasanya diasingkan secara tidak langsung.
Ini rasanya, saat hanya bisa mendengar dan mendengar.
Kania menghela nafasnya panjang. Rasanya lelah sekali. Rupanya sampai di karantina ini, Kania tak hanya belajar soal fisika. Kania belajar banyak. Apalagi perihal kesabaran.
"Lo pacaran aja sekalian sama Liam,"
Kania reflek mendongak, menatap Galen kembali.
Gadis itu menahan rasa tidak menyangka dalam hati. Ia tidak paham, mengapa Galen masih bisa bercanda disaat seperti ini. Terlebih lagi, Galen bukanlah tipe orang yang suka bercanda.
"Gue nggak bercanda ya, Kania." ujar Galen tenang, seolah dapat membaca pikiran Kania. "Gue ngasih saran kayak gini ke elo, juga buat keselamatan lo sendiri."
"Keselamatan gimana, Bang?"
Galen menghela nafasnya. "Singkatnya gini, saat lo ada hubungan resmi dengan Liam, Leona juga bakal redam sedikit amarahnya."
"Maksud lo.... Leona nyerang gue karena dia marah, gue deket sama Evan? Dan kalo gue jadi pacarnya Liam, Leona bakal mikir gue udah nggak ada apa-apa sama Evan?"
Galen menatap Kania cukup lama, lalu menggangguk pelan.
Kania pun meneguk ludahnya. Kalau pun ia meresmikan hubungan dengan Liam, belum tentu kakaknya suka. Apalagi Sabiru begitu anti sekedar mendengar nama Liam.
Kania menghela nafasnya sekali lagi, lelah sekali.
Galen pun bangkit dari kursinya dan menepuk pundak Kania "Gue gak maksa, gue cuma ngasih saran lo. Kalo sekiranya bagus, ikutin." ujar pemuda itu sebelum beranjak pergi.
Kania hanya mengangguk lemah.
✩₊̣̇. To Be Continue