Anindirra

Ini yang anda minta Tuan. Bayu menyerahkan dua amplop dengan warna berbeda kepada Dirga. Satu amplop berwarna putih dan yang satunya berwarna coklat.

Dirga membuka amplop yang berwarna putih. Ia membaca keterangan yang menjelaskan kondisi kesehatan Ratna yang sebenarnya saat ini. Lalu beralih ke amplop berwarna coklat yang berisikan beberapa foto keberadaan Istrinya di tempat yang berbeda.

Yang membuatnya kecewa bukan dimana Istrinya berada? Karna ia sudah tidak perduli. Tetapi foto yang membuktikan Istrinya yang sudah bisa berjalan tanpa harus menggunakan kursi roda. Kecurigaannya selama ini terbukti.

"Dasar ja*ang penipu!"

Ia berkata sambil tersenyum sinis. Tampak tercetak jelas di raut wajahnya. Sudah tidak ada kesedihan dan kemarahan di sorot matanya yang tajam.

Rasa sedih dan amarahnya sudah hilang entah sejak kapan? Bersamaan dengan hilangnya rasa cinta dan sayangnya sebagai seorang suami.

Selama ini ia bertahan untuk tidak menceraikankannya semata-mata ia masih memiliki rasa empati. Mau bagaimanapun ia pernah mencintai wanita itu. Mereka pernah merasakan kebahagiaan dalam menjalani rumah tangga selama lima tahun.

Ia tidak bisa meninggalkan wanita itu dalam keadaan masih duduk di kursi roda. Rasa iba masih ada di hatinya mengingat status Ratna sebagai yatim piatu.

Selama ini ia terlalu menyibukkan diri dengan pekerjaan, ia mengalihkan kemarahannya dengan memperluas jaringan bisnisnya. Ia lengah dan tak menyadari hingga dengan mudah Ratna menipunya kembali.

"Anda baik baik saja Tuan? Anda mau saya melakukan sesuatu?"

"Tidak perlu."

"Anda yakin?"

"Iya."

Atur jadwal pertemuanku dengan Pengecaraku.

"Baik tuan!"

"Keluarlah!! Aku butuh sendiri."

Bayu keluar dari ruangan Dirga, ia sangat paham Tuannya tidak dalam keadaan baik-baik saja.

*

*

Sudah melewati batas jam kerja. Di luar gedung, matahari sudah tenggelam di ufuk barat. Warna jingga akan berubah menjadi petang. Tetapi Dirga masih berada dalam ruangannya. Tak ada yang ia lakukan selain menenggak minuman berwarna merah anggur.

Dirga mengeluarkan wine dari lemari pendingin miliknya. Ini sudah yang kesekian kalinya ia menuangkan minuman ke dalam gelas kaca yang telah kosong. Biasanya ia akan mengunjungi Club malam dan menghabiskan waktu hanya untuk menikmati beberapa botol minuman. Tetapi saat ini ia hanya ingin sendiri berada dalam ruangannya.

Menyadari Dirga belum beranjak keluar sedari tadi, Bayu memutuskan masuk ke dalam. Ia khawatir terjadi sesuatu dengan Dirga. Di lihatnya di atas meja ada dua botol wine, yang biasanya di gunakan Dirga untuk menjamu Clientnya.

"Cukup Tuan! Anda sudah terlalu banyak minum. Saya akan mengantarkan anda pulang ke hotel." Bayu membantu memapah tubuh Dirga.

"Aku tidak mabuk Bay! Kamu meremehkankan aku. Beberapa botol lagipun aku masih sanggup." Dirga menepis tangan Bayu yang coba membantunya berdiri.

"Jangan bodoh Tuan! Jangan merusak diri hanya untuk Wanita tidak tahu diri itu! Anda harus pulang!"

"Aku memang bodoh Bay! Kenapa harus menunggu selama tujuh tahun untuk mengambil keputusan?" Dirga terkekeh lirih.

"Ya anda bodoh Tuan! Kehadiran Nona Anindirra ternyata membawa pengaruh yang baik untuk anda. Anda mampu secepat ini mengambil tindakan." Bayu tertawa menimpali omongan bosnya.

"Kamu sudah bosan kerja Bay? Apa mau aku pindahkan ke Tembagapura?"

"Saya tidak berani Tuan!" Bayu menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

"Anindirra." Dirga mengingat satu nama yang sangat ia rindukan. Terlalu larut dalam rasa kecewa dengan dirinya. ia sampai melupakan kalau hari ini ia belum menghubunginya setelah pesan yang di kirimnya tadi pagi.

"Aku membutuhkanmu Anindirra." lirihnya.

*

*

Selesai jam kerja. Ketika sudah berada di lobi, seperti biasanya Anin akan memesan ojek online. Ia memilih menunggu di halte tidak jauh dari kantornya. Beberapa kali mengorder ojek melalui aplikasi selalu di tolak.

"Ada apa dengan hari ini?" gumam Anin.

Hari ini tidak seperti biasanya. Saat di kantin ia di introgasi oleh Dewi. Seperti seorang detektif Dewi mencecarnya dengan banyak pertanyaan. Sehingga ia harus memutar otak mencari alasan yang tepat.

Dan hari ini juga tidak ada kabar dari Pria pemaksa itu. Setelah terakhir ia mengirimkan pesan.

"Kemana dia?" Anin bertanya dalam hati.

Perasaannya hari ini sungguh tidak nyaman. Hatinya merasa cemas berbalut rindu yang belum di akuinya.

Dan saat ini ia masih duduk di Halte menunggu orderannya di terima oleh salah satu driver online. Tidak biasanya seperti ini! Anin menggerutu sendiri. Tau gini ikut tawaran Dewi tadi pulang bareng.

Tiiinnnn

Suara klakson mengagetkannya. Sedan berwarna merah berhenti tepat di hadapannya. Menurunkan kaca hitam mobilnya. Seorang pria memanggilnya.

"Anindirra!"

"Ayokk masuk." ajaknya.

"Hah!" Anin masih bengong memperhatikan siapa yang berada di dalam mobil.

"Anindirra! Ayo …"

Pria itu memanggilnya kembali

"Ayo aku antar, ini sudah sore. Kamu lagi menunggu kendaraan online kan?"

"Kak Adi?" Anin baru menyadari siapa pria yang menawarinya tumpangan.

"Tapi tempat tinggal Anin jauh Kak." Anin merasa sungkan.

"Tidak masalah! Ayok masuk!"

Adi melajukan kendaraannya setelah Anin masuk ke dalam mobil.

"Kak."

"An."

Mereka bersamaan memanggil ketika akan memulai pembicaraan.

"Kakak dulu dehh." keduanya tertawa.

"Kenapa pesan Kakak gak kamu jawab An? Maaf An, Kakak meminta nomormu dari kekasihnya Aldi temannya Mira."

"Pesan?" Anin mengerutkan keningnya Anin tidak mengerti.

"Yup! Apa kamu tidak membaca nya?" tanya Adi

"Tapi tidak ada pesan masuk dari Kak Adi lohh!" Anin segera mengecek pesan di aplikasi ponselnya.

"Kakak juga telfon kamu! Tapi sepertinya nomor Kakak kamu blokir."

"Kamu tega An!" Adi berpura-pura merajuk.

"Blokir?"

"Masa sih?"

Anin menatap Pria yang berada di balik kemudi di sampingnya dengan raut wajah bingung.

Adi hanya tersenyum melihat wajah Anin yang polos menggemaskan saat ia kebingungan.

"Kamu cantik An, kamu perempuan lembut. Sungguh bodoh Andre meninggalkankan kamu. Biarpun aku tau Andre belum bisa melupakanmu." Adi membatin dalam hatinya.

"Degg!!"

****

Bersambung❤️