Mencintai pria dewasa yang umurnya jauh lebih matang sama sekali tidak terbesit pada diri Rania. Apalagi memikirkannya, semua tidak ada dalam daftar list kriterianya. Namun, semua berubah haluan saat pertemuan demi pertemuan yang cukup menyebalkan menjadikannya candu dan saling mengharapkan.
Rania Isyana mahasiswa kedokteran tingkat akhir yang sedang menjalani jenjang profesi, terjebak cinta yang rumit dengan dokter pembimbingnya. Rayyan Akfarazel Wirawan.
Perjalanan mereka dimulai dari insiden yang tidak sengaja menimpa mobil mereka berdua, dan berujung tinggal bersama. Hingga suatu hari sebuah kejadian melampaui batas keduanya. Membuat keduanya tersesat, akankah mereka menemukan jalan cintanya untuk pulang? Atau memilih pergi mengakhiri kenangan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Asri Faris, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 26
Rania akhirnya menurut, sepertinya pria itu butuh istirahat lantaran masuk angin.
"Ra, mau ke mana? Jangan pergi jauh-jauh, Ra!"
"Mau bikin sarapan, terus Dokter minum obatnya," jawab Rania gemas. Pria dewasa ini sungguh manja, bisa-bisanya menyuruh Rania tetap di dekatnya layaknya bocah yang ditunggui ibunya.
"Jangan lama-lama ya Ra," rengek pria itu memelas.
Rania lebih dulu ke kamar, kembali menukar seragamnya dengan pakaian rumahan. Dirinya benar-benar dibooking Dokter Rayyan untuk hari ini. Bergegas menuju dapur untuk membuat menu pagi ini.
"Dok, kalau sakit istirahat di kamar saja, ngapain nyusul ke sini?" Rayyan sampai turun ke bawah, menyambangi Rania yang tengah membuatkan sarapan untuknya.
"Di atas sepi, males," jawabnya datar.
"Ya sudah tunggu di ruang tengah aja biar bisa tiduran dengan nyaman. Aku buatkan soup dulu untukmu, nanti habis ini minum obatnya, pasti lebih baik."
Rania membimbing Rayyan untuk berbaring di sofa yang telah gadis itu siapkan agar nyaman.
"Ra!"
"Kenapa Dok?"
"Kamu masih marah sama aku? Maafin aku ya atas sikapku yang kemarin, udah bikin kamu nangis."
"Lupakan saja," jawab Rania tak mau dibahas.
Rania terlihat sibuk di dapur, sementara Rayyan tiduran di sofa ruang tengah. Usai masak soup, gadis itu berikan untuk Rayyan selagi masih hangat.
"Dok, makan dulu!" titahnya sembari menyodorkan kuah hangat beserta lauknya.
"Aku mau makan, tapi suapin ya, anggap saja kamu sedang merawat pasien yang sakit," ujarnya percaya diri.
Ingin menolak tapi kasihan juga, alhasil Rania pun menyuapi pria itu dengan telaten. Benar saja, gadis itu berperan layaknya Dokter yang tengah merawat pasiennya.
"Ra, kamu nggak makan? Makan juga dong Ra," titahnya perhatian.
"Aku belum terlalu lapar, nanti saja."
Rania mengambil obat demam di kotak obat, menyiapkan untuk pria itu agar meminumnya. Setelahnya Rania pamit untuk kembali ke kamarnya. Lumayan, waktu luangnya yang tersisa ia gunakan untuk mengerjakan tugas.
"Dokter istirahat saja di kamar, aku ada di kamar, nanti kalau butuh bisa panggil."
"Iya," jawab Rayyan menurut.
Rania akhirnya bisa bernapas sedikit lebih lega, ia bisa mengerjakan tugas tanpa gangguan. Dokter Rayyan pasti akan tertidur karena baru saja selesai minum obat. Rania baru saja membuka laptopnya, lekas mengerjakan apa yang menjadi PR, ketika vibrasi handphonenya memekik, rupanya Rayyan yang sengaja menelepon supaya dirinya datang ke kamarnya.
"Ada apa Dok?" Rania masuk mendekati ranjang.
"Ra, kamu belajarnya dari sini aja ya, sambil jagain aku," ujarnya manja sekali.
Astaga! Rania sungguh gemas sekali dengan tingkah dokter yang satu ini.
"Saya di sebelah Dok, kalau penting manggil, tapi kalau nggak ada apa-apa ya nggak usah manggil! Saya sedang sibuk ngerjain tugas!" sewot Rania kesal. Tua-tua kelakuannya kaya bocah.
Rayyan terdiam, terlihat murung tetapi Rania tidak peduli, gadis itu berharap Rayyan segera tidur dan tidak mengganggunya lagi. Balik ke kamarnya dengan wajah sedikit kesal. Kembali fokus mengerjakan tugasnya, namun lagi-lagi ponselnya memekik, dengan nama Dokter Tampan memenuhi layarnya, membuat ia menghela napas dalam, mengumpulkan kesabaran sebelum menyambangi kamarnya kembali.
"Ada apa lagi Dok?" tanya Rania menekan sabar.
"Sini Ra." Pria itu melambaikan tangannya malas, tubuhnya berbaring di kasur. Rania mendekat dengan langkah terpaksa.
"Kenapa?" tanyannya dengan sabar.
"Kamu duduk sini Ra, naik ke ranjang," ujarnya dengan tubuh terlihat lemas tak bersemangat.
"Bentar Dok, aku ambil buku dulu, sekalian baca-baca," jawab Rania beralasan.
"Cepet ya Ra!" titahnya tak sabaran.
Rania baru sampai di kamarnya, belum juga menutup pintu, terdengar ponselnya kembali memekik, siapa lagi kalau bukan Dokter Rayyan pelakunya. Rasanya Rania setengah frustrasi menghadapi ini, ekspektasinya mengerjakan tugas dengan tenang gagal total, kalau sudah begini tentu saja Rania lebih memilih masuk ke rumah sakit.
Gadis itu menghela napas sepenuh dada, kembali menyambangi kamarnya dengan muka tak ada ramah-ramahnya. Ingin marah dan memaki-maki saja, namun ia masih sayang dengan masa depan indahnya. Gadis itu kembali masuk ke kamar Rayyan dengan buku seputar kedokteran di tangannya yang akan ia pelajari sembari menunggu pria itu.
"Lama banget sih, Ra, sini naik!" titahnya sedikit bangkit, lalu menarik tangan Rania agar gadis itu terduduk ke ranjang.
Rayyan mengambil tangan Rania, lalu menaruhnya di atas kepalanya. Pria itu bergerak memindai dirinya lebih rapat dengan paha Rania sebagai bantalan.
"Usap Ra, aku susah tertidur, numpang rebahan di sini ya," ujar pria itu berkata sembari memejamkan matanya.
Rania ingin menolak, tetapi entah mengapa hati kecilnya merasa iba. Dengan sedikit tidak minat dan terpaksa, gadis itu mengusap-usap kepala Rayyan dengan lembut. Sementara tangan kiri Rania sibuk membawa buku bacaan. Perlahan pria itu tertidur, Rania yang lelah membaca pun, tidak terasa tertidur dengan menyender pada kepala ranjang.
Kabar izinnya Rayyan tidak hadir ke rumah sakit jelas terendus ayahnya. Pria yang tak lagi muda itu melapor pada istrinya, Bu Wira yang super duper perhatian itu tanpa menunggu lama langsung bertolak ke rumah anaknya. Perempuan yang masih terlihat modis di umur lima puluh tahuan itu menyambangi rumahnya tanpa memberi kabar.