Trio Kancil

Cantika berlari keluar dari Hotel Artemis tempat diselenggarakannya pesta pertunangan kekasihnya itu. Sungguh tidak beruntung dirinya saat berada di luar tidak ada taxi satu pun disana, apalagi hujan gerimis mulai turun di tengah malam itu. Dia berlari menuju perempatan jalan mungkin saja ada taxi disana. Tapi sepertinya malam itu semua taxi sudah tidak beroperasi. Waktu hampir menunjukan tengah malam dan hujan makin deras mengguyur bumi. Cantika berjalan gontai dibawah hujan deras, air mata yang keluar dari mata indahnya bercampur dengan air hujan. Suara tangis pilunya tertutupi oleh suara hujan.

     Alex melajukan mobilnya pelan, karena hujan yang begitu deras dan mengurangi jarak pandangnya. Dia sebenarnya mau pergi ke rumah Papa Khalid untuk menginap disana. Dan ada beberapa hal yang mau dibicarakan. Dilihatnya dari seberang jalan sosok wanita yang selalu membuatnya berdebar. Alex berusaha memanggilnya, tetapi suaranya tertelan suara hujan. Karena posisi dia berada di jalur berlawanan ditambah itu jalan satu jalur. Maka Alex menepikan mobilnya dan keluar berlari kearah Cantika. 

"Cantika ...!" teriak Alex sambil berlari.

     Cantika menghentikan jalannya saat dia mendengar ada yang memanggilnya. Dilihatnya Alex hujan-hujanan dan berlari mendekat kearahnya. 

"Apa yang kamu lakukan tengah malam begini dan hujan-hujanan?" Alex bertanya begitu sampai di depan Cantika.

     Dilihatnya mata Cantika yang memerah karena menangis. Saat Cantika hendak menundukkan kepalanya, dia memegang kedua pipi Cantika dan membuat menengadahkan kepalanya lagi. Dilihatnya air mata yang bercampur air hujan di wajah cantik wanita yang dicintainya itu.

"Kenapa kamu jalan kaki ditengah hujan begini?" tanya lagi karena belum mendapat jawaban dari wanita didepannya.

"Mau pulang tapi tidak ada taxi ," jawab Cantika lirih.

"Kalau begitu ayo, aku antar kamu pulang!" ajak Alex.

     Cantika pun mengiyakan, dan berjalan mengikuti Alex yang berjalan di sampingnya. Tanpa dia sadari kalau tangan mereka saling bergandengan.

     Saat masuk mobil dilihatnya baju Cantika yang basah tercetak jelas ditubuhnya, walau pakai gamis dan jilbab. Kemudian, Alex mengambil mantel yang disimpan di kursi belakang.

"Ini pakailah!" Alex menyerahkan mantel miliknya.

     Cantika pun memakai mantel yang kebesaran ditubuhnya itu. Dia merasa tenggelam di dalam mantel itu. Wangi khas dari laki-laki itu langsung tercium. Entah mengapa perasaannya sedikit membaik setelah mencium aroma wangi dari mantelnya. Cantika pun diam-diam terus menghirup bau wangi yang membuatnya terasa rileks.

"Kamu habis dari mana malam-malam begini?" tanya Alex sambil menyetir.

"Menghadiri pesta pertunangan Arga," jawab Cantika dengan suara pelan, tapi masih dapat didengar oleh Alex.

"Apa?" Alex terkejut mendengarnya.

"Apa dia bertunangan dengan wanita rubah yang tadi siang datang ke cafe?" tanya Alex sambil menepikan mobilnya. Sebab terlalu berbahaya bila mengendarai sambil berbicara sesuatu yang penting, ditambah hujan yang lebat.

"Iya. Dan yang paling mengesalkan dia berjanji akan berusaha menggagalkan pertunangan itu, tapi nyatanya mereka akan menikah bulan depan." Cantika masih menangis dengan suara bertahan.

     Alex merasa hatinya ikut sakit melihat wanita yang dicintainya menangis. Tapi di sudut hatinya ada senang karena rivalnya sudah tidak ada.

"Apa rasa cintanya untukmu hanya segitu?

"Harusnya dia memperjuangkan dan mau mengorbankan apa saja demi untuk wanita yang dicintainya!" Alex mulai meracau geram.

"Tentu saja Arga sangat mencintaiku dan dia memintaku untuk bersabar menunggunya. Karena dia akan memutuskan pertunangannya dengan wanita itu.

"Dan apa yang dia korbankan untuk aku itu sangat banyak!

"Dan tadi dia juga bilang, kalau terpaksa melanjutkan pertunangan itu demi melindungi aku!" Cantika marah pada Alex yang menurutnya tidak tahu apa-apa.

"Jadi dia dibawah ancaman si wanita rubah itu?" Alex menatap Cantika.

"Mungkin saja?" jawab Cantika sambil menyeka air mata yang membasahi pipinya.

"Emangnya si Arga itu lemah ya? Sama wanita aja kalah!" Alex bicara seolah mengejek Arga.

"Kamu itu tidak tahu Anggit itu wanita seperti apa? Dia anak konglomerat, Papinya selain pengusaha besar dan terkenal dia juga seorang Dewan!" Cantika mulai sewot.

"Oh ..., ternyata backingan-nya orang berpengaruh?" Alex mengangguk-anggukan kepalanya.

                   * * * * * * *

     Alex mengantarkan Cantika sampai ke rumah. Saat pintu di buka, Cantika jatuh pingsan. Untung Alex masih berdiri disampingnya jadi keburu ketahan dan tidak jatuh ke lantai.

"Cantika, hey ayo bangun! Sadarlah!"

Alex mencoba membangunkan Cantika dengan menepuk - nepuk pelan pipinya, tapi tidak juga sadar. Tubuh Cantika begitu dingin, mungkin tadi terlalu lama dibawah guyuran air hujan.

     Alex akhirnya membopong Cantika ke kamarnya yang berada di lantai atas. Dibaringkannya dulu tubuh Cantika di sofa yang berada dikamar itu. Kemudian, dia memanggil Gaya, tapi tidak ada sahutan darinya.

"Ya Allah, bagaimana ini?" teriak Alex panik.

     Diisinya bathtub dengan air hangat cenderung panas. Kemudian, Cantika dimasukannya kesana. Alex bingung, karena harus membuka pakaian Cantika. Kepalang tanggung pikirnya, urusan Cantika marah karena sudah melihat tubuhnya itu urusan belakangan. Dalam hati dia berdo'a terus agar dirinya tidak tergoda sama bisikan setan. Alex benar - benar harus menahan hasratnya ketika kulit mereka saling bersentuhan.

     Setelah selesai berendam di air hangat, Cantika di baringkan di kasurnya. Dipakaikan baju tidur dan sweater tebal, kemudian digulungkannya selimut tebal. Agar suhu tubuhnya cepat kembali normal.

      Alex mencoba menelepon Gaya berkali - kali, tapi tidak di angkat. Diri tidak mungkin meninggalkan Cantika yang sedang sakit sendirian.

"Halo, Gil apa kamu bisa datang ke sini. Ada pasien yang mengalami Hipotermia " Alex menghubungi temannya yang berprofesi seorang dokter.

[Sekarang kamu sedang berada di mana ?] suara Gilang diseberang sana.

"Aku kirim alamatnya lewat SMS." Alex pun mengakhiri pembicaraannya.

Setelah dokter memeriksa keadaan Cantika dan memasangkan cairan infus di tangannya. Alex dapat bernafas lega. Akhirnya dia duduk di sofa yang ada dikamar, menemani Cantika sampai besok pagi.

                * * * * * * *

Beberapa jam sebelumnya,

     Setelah Cantika dan istrinya keluar kamar, Andi memberi tahu alasannya menjodohkan Arga dengan Anggit.

"Arga mungkin kamu tidak tahu mengapa Papi tidak merestui hubunganmu dengan Cantika." Andi menatap wajah anaknya.

"Itu karena Papi melihat kalau keluarga Cantika tidak sepadan dengan keluarga kita kan?" Arga memandang Papinya tidak suka.

"Buka itu yang sebenarnya. Cantika adalah gadis cantik berhati baik. Dia juga sopan dan santun orangnya. Penyayang dan selalu menghormati orang yang lebih tua darinya. Papi juga suka ucapannya yang lemah lembut. Bisa dikatakan dia calon menantu idaman." Andi menghela napasnya.

"Pada awalnya Papi setuju saat Mami kamu mengenalkan Cantika sebagai calon mantunya." Andi diam sejenak.

"Sampai waktu Cantika bilang mengenai identitas orang tua kandungnya." Andi bicara dan teringat jelas sosok dari ayahnya Cantika.

"Memangnya ada masalah apa sama orang tuanya Cantika, Pih?" Arga emosi dan penasaran.

"Dengarkan dulu cerita Papi, ini kisah lama yang hampir terlupakan " Andi mulai bercerita.

                  * * * * * * *