AWAS! Cerita ini bikin SENYUM-SENYUM SENDIRI.
Dewa Arga, cowok baru lulus SMA, belum mendapat ijazah sudah disuruh orang tuanya untuk menikah dengan wanita yang lebih tua darinya.
Bagaimana bocah petakilan itu bisa menjadi seorang suami yang baik?
Bara Abraham Wiratmaja, kakak tiri Nona yang baik dan tentunya tampan akan menambah manis cerita ini.
**
IG : marr_mystory
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ria Mariana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 24 : Zalina
Zalina, istri dari Bara hanya bisa termenung dikamarnya mengingat ayah mertuanya telah pergi. Walau sang ayah mertua tidak menyukainya tetapi dia tetap memperlakukannya dengan baik tidak seperti istri dari Bayu dan Bagas.
"Dek, yuk makan!" ucap Bara sambil membawa 2 piring makanan.
"Aku tidak lapar, Mas. Aku tidak enak dengan ibu. Kenapa kita sementara tidak tinggal di rumah ibu selama 7 hari?"
"Ibu tidak ingin diganggu. Biarkan dia sendiri."
Bara menyuapkan makanan ke Zalina, Bara memang sosok suami yang idaman dan perhatian. Zalina merasa tidak enak lalu memutuskan untuk memakan sendiri. Mereka makan bersama di kamar.
"Keadaan Ela..."
"Aku sudah mengurusnya, aku akan mengirim Ela ke luar negeri."
Zalina meletakkan piringnya. Dia memandang wajah Bara dengan heran. "Aku tidak setuju. Ela sedang sakit dan butuh kita."
Bara menghela nafas, setidaknya Elara akan sedikit melupakan Dewa jika berada di luar negeri. Zalina menitikkan air mata mengingat kesalahan fatal yang dia lakukan di masa lalu.
Flashback on.
"Positif?" ucap Zalina saat masih duduk dibangku SMA.
Zalina meremas testpack tersebut lalu menangis sejadi-jadinya di kamar mandi. Sebentar lagi dia akan ujian dan bahkan kuliah tetapi mengapa dia hamil? Orang tua Zalina yang sibuk bekerja sampai tidak memperhatikan kondisi putrinya yang tengah mengandung 3 bulan. Zalina berjuang sendirian tanpa sepengetahuan orang lain termasuk Bara yang usianya lebih tua satu tahun darinya.
Malam minggu tepat 18 tahun yang lalu.
"Za, kenapa tidak di makan? Apa kita pindah tempat makan saja?" tanya Bara melihat Zalina memainkan makanannya dengan sendok.
Zalina hanya menggelengkan kepala. Wajahnya yang pucat pasi membuat Bara panik. Dia lalu memegang kening Zalina yang tidak panas. "Apa kita ke rumah sakit saja?" tanya Bara.
Zalina hanya menggelengkan kepala lagi. Bara heran karena tidak biasanya seperti ini. Wajah pucat Zalina dan postur Zalina yang sedikit berubah membuatnya heran.
Sampai Zalina merasakan mual yang hebat, dia segera berlari ke kamar mandi. Bara mengikutinya. Zalina mual tetapi tidak terlihat muntahan dan hanya air saja yang keluar.
"Aku antar ke dokter saja, ya?" ucap Bara.
Zalina menggeleng kepalanya lagi. Dia menarik nafas panjang dan kepalanya bersandar di tembok. Bara melirik perut Zalina yang sengaja di tutupi menggunakan tas. Bara ingin menarik tas tersebut tetapi tiba-tiba Zalina mendorong Bara.
"Za, jika ada masalah tolong ceritakan! Jangan di pendam sendiri!" ucap Bara.
Zalina menggeleng lagi lalu berjalan meninggalkan Bara. Bara mengikutinya sampai Zalina terduduk lemas dengan kepala yang dia sandarkan di meja.
"Siapa? Siapa orang itu yang menghamilimu?" tanya Bara.
Zalina sontak terkejut. Dia mendongakkan kepalanya menatap Bara. Tubuh Zalina bergetar, bulir matanya mulai berjatuhan. Dia sangat malu kepada Bara, dia sudah mengkhianati Bara. Mungkin ini adalah karmanya.
"Teo? Benar 'kan jika Teo yang melakukan itu kepadamu?" tanya Bara dengan suara sendu.
Zalina justru menangis, semua orang yang berada disana memperhatikannya. Bara tidak mau melihat kekasihnya menjadi tontonan lalu mengajaknya keluar dari rumah makan itu. Bara mengambil sepeda motornya dan memboncengkan Zalina.
Dalam perjalanan, Zalina hanya bisa menangis sambil memeluk Bara dari belakang. Dia malu dengan Bara, Bara menjaga Zalina dengan hati-hati bahkan Bara tidak berani melakukan hal yang negatif kepada Zalina mengingat ayah Bara adalah aparat negara dan Bara juga mempunyai adik perempuan yaitu Nona.
Hati Bara memang hancur tetapi dia sekarang ini hanya memikirkan perasaan Zalina. Bara mengantar Zalina pulang ke rumah karena ini sudah malam.
Sesampainya di rumah Zalina, rumah tersebut masih gelap menandakan jika orang tua Zalina belum pulang.
"Masuklah! Kita bicara besok saja! Jaga kesehatanmu dan bayimu!" ucap Bara sambil mengelus kepala Zalina.
Bara lalu berpamitan pulang tetapi Zalina mencegahnya. "Kau pasti jijik denganku? Aku wanita kotor."
Bara menghentikan langkahnya. "Lebih tepatnya aku sangat kecewa tapi sudahlah, semua sudah terjadi. Almarhum Teo pasti sedih jika kau merasa sedih. Lebih baik segera beritahu orang tuamu dan orang Tua Teo. Walau Teo baru saja tiada tetapi orang tuanya harus tetap tahu jika dia meninggalkan bayinya bersamamu," ucap Bara.
"Jadi maksudmu hubungan kita berakhir?" tanya Zalina.
Flashback selesai.
Bara memperhatikan istrinya yang sedang melamun. Dia langsung mencubit pipi Zalina.
"Aaw... Mas membuatku kaget saja," ucap Zalina.
Bara tersenyum. "Cepat makan, dek! Setelah ini Dokter Logan akan datang."
********
Dewa yang menggendong Nona langsung mendudukan Nona di atas meja. Dewa lalu melihat persediaan di kulkas, ada ayam, bayam dan lain-lain.
Dewa memilih mengambil ayam dan tepung serba guna. Karena sudah terlalu lapar jadi dia memutuskan untuk memasak sederhana.
Nona yang duduk diatas meja hanya melihat sang suami mengeksekusi ayam tersebut. Bagi Nona menggoreng ayam sangat sulit karena dia saat menggoreng tidak pernah matang dan selalu gosong pada bagian luar.
"Sayang, mau ku bantu?" tanya Nona.
"Tidak usah sayang. Cukup lihat saja!"
Nona tersenyum lagi sampai dia tidak sengaja melirik Arsel yang berjalan keluar dari ruangannya. Mereka bertatapan lalu Arsel menundukkan kepala dan menghampiri Nona.
"Nona, ini ponsel pesanan anda. Jika saya boleh tahu apa ponsel anda rusak sampai membeli yang baru?" tanya Arsel.
"Ini untuk suamiku."
Raut wajah Arsel mendadak kecewa. Dia melirik Dewa yang memunggunginya. Nona turun dari meja dan memeluk Dewa dari belakang. "Sayang, aku ada ponsel baru untukmu."
Arsel meremas jemarinya lalu memilih meninggalkan mereka. Hatinya sangat terluka, dia berjalan keluar seperti orang putus asa. Sepertinya memang dia tidak mempunyai kesempatan menyatakan rasa sukanya kepada Nona.
"Hancur... hancur hatiku. Hancur... hancur hatiku... Hancur... hancur hatiku. Hancur hancur hancur hatiku. Hancur hancur hancur hatiku. Kasihan deh lo!" ucap Mas Supri bernyanyi sambil memegang kemuning sebagai microphone seolah mengejek Arsel.
Arsel berdecih lalu keluar dengan kesal dari rumah Nona. Dia membuka pintu mobil lalu membanting saat menutup kembali.
Disisi lain, Dewa menolak pemberian Nona. Dia menjelaskan akan mengumpulkan uang sendiri untuk membeli ponsel baru. Nona heran kenapa Dewa begitu keras kepala.
"Sayang, pakai saja ini dulu! Jika kau ada uang nanti boleh menggantinya. Jika tidak ada ya sudah maka anggap saja ini hadiah dariku," ucap Nona.
"Tidak usah, aku tidak mau di cap sebagai suami payah karena menerima ponsel pemberian darimu padahal aku belum bisa memberikan apa-apa untukmu."
Dewa lalu memegangi pipi Nona dengan kedua tangannya. Mereka saling memandang dan mendekatkan wajah masing-masing. Bibir mereka sampai bersentuhan dan Dewa dengan sigap memasukkan lidahnya. Mereka berciuman di dapur sampai melupakan ayam masih diwajan yang sebagian sudah gosong.
Mas Supri yang melihat mereka dari jauh segera memotret mereka dan mengirimkan ke Bara.
Saat mendapat kiriman foto dari Mas Supri, Bara tersenyum. Dia bahagia jika Dewa memperlakukan adiknya dengan baik.