Dia memilihnya karena dia "aman". Dia menerima karena dia butuh uang. Mereka berdua tak siap untuk yang terjadi selanjutnya. * Warisan miliaran dollar berada di ujung sebuah cincin kawin. Tommaso Eduardo, CEO muda paling sukses dan disegani, tak punya waktu untuk cinta. Dengan langkah gila, dia menunjuk Selene Agueda, sang jenius berpenampilan culun di divisi bawah, sebagai calon istri kontraknya. Aturannya sederhana, menikah, dapatkan warisan, bercerai, dan selesai. Selene, yang terdesak kebutuhan, menyetujui dengan berat hati. Namun kehidupan di mansion mewah tak berjalan sesuai skrip. Di balik rahasia dan kepura-puraan, hasrat yang tak terduga menyala. Saat perasaan sesungguhnya tak bisa lagi dibendung, mereka harus memilih, berpegang pada kontrak yang aman, atau mempertaruhkan segalanya untuk sesuatu yang mungkin sebenarnya ada?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon zarin.violetta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Penjelasan Selene
Pintu villa kayu yang tebal tertutup dengan bunyi yang dramatis, memutuskan pemandangan Daniel yang masih terpaku, wajahnya seperti patung yang retak.
Suara itu juga seperti membangunkan Selene dari drama yang berbahaya.
Dia masih menggantung di tubuh Tom, kakinya melingkar di pinggangnya, tangan di lehernya, bibirnya baru saja terpisah dari ciuman yang lebih dalam dan lebih panjang dari yang seharusnya.
Napasanya tersengal-sengal, tapi itu bukan karena gairah. Itu karena panik. Tom tidak segera melepaskannya.
Dia masih menahannya di sana, beberapa langkah di dalam ruangan, tampaknya sudah tak peduli dengan Daniel.
Wajahnya begitu dekat, matanya yang tajam menatap langsung ke dalam mata Selene yang lebar.
"Dia … Sudah pergi," gumam Tom akhirnya, suaranya pelan.
Dengan hati-hati, Tom melepaskan pegangannya, membiarkan kaki Selene turun ke lantai.
Sentuhan itu terputus, tapi kehangatan yang ditinggalkannya di pinggang dan bibir Selene masih terasa.
Selene melangkah mundur, hampir tersandung. Tangannya meraih tepi meja kayu di dekatnya untuk menahan tubuhnya.
"Aku ... aku tidak tahu dia kemari ..." Dia tidak tahu harus berkata apa. "Dia … aku harap kau tak salah paham.” Selene tampak canggung dan sedikit panik, takut Tom marah.
Tom tidak menjawab. Dia hanya berdiri di sana, memandanginya. Ekspresinya misterius seperti biasa. Bukan marah, bukan senang. Hanya mengawasinya.
“Siapa dia? Mantanmu?” tanya Tom akhirnya.
Selene menggigit bibirnya yang masih basah dan sedikit bengkak. “Ya, tapi itu sudah lama sekali. Lima tahun yang lalu.”
“Ada lagi yang lain?” Mata Tom tampak masih sangat dingin.
“Ti-tidak … dia saja. Aku tak menjalin hubungan dengan banyak pria. Dia pacar pertamaku.”
“Dan cinta pertamamu?” suara Tom semakin dalam dan dingin.
Selene diam sesaat. Daniel pria yang baik dan dia menyukainya dulu. Tapi … apakah itu cinta? Dia bahkan tak tahu. “Aku menyukainya. Tapi … aku tak tahu apakah aku mencintainya atau tidak. Dia pria yang baik, perhatian, mengerti keadaanku, dan—“
“Stop! Aku tak ingin mendengar kisah cinta kalian dulu,” potong Tom. “Jadi … kemarin kau ketakutan karena melihatnya di kota?”
Selene mengangguk. “Aku bertemu dengannya di kota. Dia bersama kekasihnya. Aku lari tapi sepertinya dia tahu aku di sini.”
Tom kemudian menuju meja dan mengambil buah yang sudah tersedia di sana. Selene mengikutinya dan berdiri tak jauh darinya.
"Dan … kenapa kau bilang ... hal-hal itu?" Selene melanjutkan pertanyaannya. "Tentang uang. Tentang aku memilihmu karena kau memiliki segalanya. Itu ... itu membuatku terdengar seperti ..."
"Seperti pencari emas dari pria kaya?" sela Tom, satu alisnya terangkat. "Ya. Itu memang tujuannya."
"Kenapa?" desis Selene. "Dia akan melihatku seperti—“
"Tujuannya memang itu," kata Tom, bergerak perlahan mendekati bar mini di sudut ruang tamu.
Dia menuangkan dua gelas air. "Tujuannya adalah untuk mengusirnya. Dengan cepat dan permanen. Laki-laki seperti dia, emosional, posesif, akan terus kembali selama ada secercah harapan. Kalau kau mengatakan kau menikah karena cinta mungkin tidak cukup. Tapi jika kau mengatakan kau menikah untuk uang, itu mematikan harapannya dengan cara yang berbeda. Itu membuatnya marah, benci, dan akhirnya ... menyerah padamh. Karena dia tidak bisa bersaing dengan kekayaan."
Tom menyerahkan segelas air pada Selene. Jari-jari mereka bersentuhan sejenak. Dingin.
"Dan ciuman itu? Apakah kita akan sering melakukan itu jika terjebak dalam situasi seperti itu lagi?” tanya Selene canggung, kemudian meneguk airnya, berusaha meredakan rasa kikuknya.
"Bagian dari pertunjukan," jawab Tom, sederhana. Dia meneguk airnya sendiri, memandang ke luar jendela besar yang menghadap ke laut. "Dia perlu melihat bahwa pernikahan ini bukan hanya di atas kertas. Bahwa ada ... gairah di dalamnya."
Kata 'gairah' itu membuat wajah Selene memerah.
"Aku kira kau akan marah.” Selene mengalihkan pembicaraan. "Karena dia datang. Karena dia menyebabkan masalah."
Tom menolehkan wajahnya ke arahnya lagi. "Yang penting adalah menyelesaikannya." Dia menjeda ucapannya. "Meskipun harus kuakui, kau cukup pintar berciuman.”
Selene tersedak minumannya sendiri. Dia ingat betapa dia secara naluriah melingkarkan kakinya di pinggang Tom, menariknya kepalanya lebih dekat dan menyesap bibirnyaa lebih dalam.
Ada momen yang sangat singkat, di mana dia lupa bahwa itu sandiwara. Tom mendekatinya dan menepuk punggungnya.
Selene masih terbatuk dan meminum airnya lagi untuk meredakan rasa tak nyaman di tenggorokannya.
pasti keinginanmu akan tercapai..
terima kasih kak Zarin 😘🙏
jangan biarkan Selene melakukan hal yg kurang pantas hanya karena ingin memiliki bayi ya kak Zarin 😁
tetap elegant & menjaga harga diri Selene, oke
aah lanjuut kak zarin..