NovelToon NovelToon
PORTAL AJAIB DI MESIN CUCIKU

PORTAL AJAIB DI MESIN CUCIKU

Status: sedang berlangsung
Genre:Ruang Ajaib / Cinta Beda Dunia / Cinta pada Pandangan Pertama / Time Travel
Popularitas:448
Nilai: 5
Nama Author: Black _Pen2024

#ruang ajaib

Cinta antara dunia tidak terpisahkan.

Ketika Xiao Kim tersedot melalui mesin cucinya ke era Dinasti kuno, ia bertemu dengan Jenderal Xian yang terluka, 'Dewa Perang' yang kejam.

Dengan berbekal sebotol antibiotik dan cermin yang menunjukkan masa depan, yang tidak sengaja dia bawa ditangannya saat itu, gadis laundry ini menjadi mata rahasia sang jenderal.

Namun, intrik di istana jauh lebih mematikan daripada medan perang. Mampukah seorang gadis dari masa depan melawan ambisi permaisuri dan bangsawan untuk mengamankan kekasihnya dan seluruh kekaisaran, sebelum Mesin Cuci Ajaib itu menariknya kembali untuk selamanya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Black _Pen2024, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 24: SKEMA KOTOR BIBI WU

Setelah melihat Selir Mei melarikan diri, Kim dan Letnan He kembali ke paviliun cuci dengan langkah cepat. Kamar itu masih sepi, hanya diisi bunyi air yang masih mengalir dari saluran pembuangan dan bau deterjen yang menyegarkan. Kim menyimpan tas yang berisi dua kantong racun di lemari tersembunyi di sudut ruang, lalu duduk di bangku untuk menuntaskan luka di lengannya yang masih berdarah.

“Kita harus memberitahu Tuan Xian segera,” kata Letnan He, memeriksa luka Kim dengan khawatiran. “Selir Mei dan Permaisuri Hwang pasti akan membuat rencana baru untuk membunuhmu dan Selir Yen.”

“Ya,” jawab Kim, menutupi luka dengan kain bersih yang diberikan pelayan. “Tetapi saya ingin menganalisis racun itu terlebih dahulu—saya perlu tahu apa yang sebenarnya ada di dalamnya, agar kita bisa membuktikan kejahatan mereka di pengadilan istana.”

Tanpa menunggu jawaban, Kim mengambil kantong beludru hitam dari tasnya dan membukanya dengan hati-hati. Dia mengambil sedikit bubuk dengan pipet kimia yang dibawa Xian, kemudian meneteskannya ke dalam cawan kecil yang diisi air murni. Bubuk itu larut dengan cepat, menghasilkan larutan berwarna hijau tua yang mengkilau. Kemudian, dia menambahkan sedikit serbuk teh hijau tradisional—ramuan kuno yang biasanya digunakan untuk menguji keaslian obat.

Larutan itu segera berubah warna menjadi ungu tua. Kim menghela nafas panjang—ini adalah tanda yang dia kenal dari pengetahuannya di dunia modern: campuran herbal yang mengandung senyawa beracun yang menyebabkan alergi fatal. Senyawa itu berasal dari tanaman kuno yang jarang ditemukan, yang biasanya digunakan oleh tabib jahat untuk membunuh orang secara diam-diam.

“Ini adalah campuran herbal yang sangat berbahaya,” gumam Kim pelan. “Jika disentuh kulit atau terhirup, ia akan menyebabkan reaksi alergi parah—sesak napas, pembekuan darah, dan akhirnya kematian. Tidak seperti racun kesuburan sebelumnya yang bekerja lambat, ini bisa membunuh dalam beberapa jam.”

Letnan He mengangguk dengan wajah serius. “Mereka benar-benar ingin membunuh Selir Yen dan kamu, Nyonya Kim. Kita tidak bisa menunggu lama lagi.”

Sebelum Kim bisa menjawab, bunyi suara yang kejam mengguncang pintu paviliun cuci. “Penyihir laundry! Keluar sekarang, jika kamu berani!”

Kim dan Letnan He saling menatap—suara itu adalah suara Bibi Wu. Tapi bagaimana mungkin dia bisa keluar dari penjara istana?

Pintu terbuka dengan keras, dan Bibi Wu memasuki ruang dengan wajah yang memerah dan mata yang membara. Dia dibantu oleh dua orang pelayan yang bekerja untuk Selir Mei, yang telah membukanya keluar dari penjara dengan memaksa penjaga. Di tangannya, dia memegang sebilah pedang besar yang dipinjam dari gudang senjata.

“Kamu berpikir kamu bisa menangkapku dan menyebarkan kebohonganmu?” jerit Bibi Wu, mengarahkan pedang ke arah Kim. “Aku akan membuktikan bahwa kamu yang mengintip dan mencoba meracuni pakaian bangsawan! Aku akan membunuhmu dan menyebutmu sebagai penyihir yang gagal dalam upaya merusak istana!”

Letnan He mengeluarkan pedangnya dan berdiri di depan Kim. “Bibi Wu, kamu telah melarikan diri dari penjara. Berhenti sekarang, atau aku akan harus membunuhmu!”

“Tidak ada yang bisa menghentikanku!” seru Bibi Wu, menyerang Letnan He dengan cepat. Kedua orang saling bertarung, pedang mereka bertabrakan dengan bunyi denting yang keras. Pelayan-pelayan Mei juga mulai menyerang, tetapi Letnan He mampu melawan mereka dengan cekatan.

Kim melihat kesempatan—dia harus melarikan diri dan mengamankan kantong racun itu. Dia mengambil tas yang berisi bubuk racun dan berlari ke arah bagian belakang ruang, di mana ada tumpukan cucian basah yang banyak. Tumpukan itu terdiri dari pakaian sutra dan katun yang baru dicuci, yang masih basah dan licin.

Bibi Wu melihat Kim yang melarikan diri dan meninggalkan Letnan He untuk mengejarnya. “Jangan lari, penyihir!” jeritnya, berlari cepat ke arah Kim.

Kim berhenti di depan tumpukan cucian basah dan menunggu Bibi Wu mendekat. Saat Bibi Wu mengangkat pedang untuk menyerang, Kim dengan cepat mendorong tumpukan cucian itu ke arahnya. Tumpukan pakaian basah dan licin itu dijatuhkan ke atas Bibi Wu, membuat dia tergelincir dan terjatuh ke lantai. Dia mencoba berdiri, tetapi pakaian yang menutupi badannya membuatnya sulit bergerak—dia terjebak di tumpukan cucian basah.

“Ini adalah trik dari dunia modern yang aku pelajari,” kata Kim dengan suara tenang, berdiri di depan Bibi Wu yang terjebak. “Cara untuk menjebak musuh tanpa perlu membunuh mereka.”

Bibi Wu berteriak dan berkelahi, tetapi tidak bisa melepaskan diri. Letnan He juga telah mengalahkan pelayan-pelayan Mei dan mendekati mereka. Dia menangkap Bibi Wu lagi dengan tangan kaku, memastikan dia tidak bisa melarikan diri lagi.

“Kamu akan dibawa kembali ke penjara, dan kali ini aku akan memastikan kamu tidak bisa keluar lagi,” kata Letnan He dengan tegas.

Saat prajurit datang untuk membawa Bibi Wu pergi, Kim melihat sepasang mata yang menyembunyikan di balik pintu—pelayan yang bekerja untuk Selir Mei, yang telah menyaksikan semua yang terjadi. Pelayan itu segera berlari, dan Kim tahu dia akan memberitahu Mei bahwa Bibi Wu telah gagal lagi dan bubuk racun telah hilang.

“Selir Mei akan tahu segalanya sekarang,” kata Kim kepada Letnan He. “Dia akan memutuskan bahwa aku terlalu berbahaya dan harus dibunuh secepatnya. Kita harus menemukan cara untuk bertemu Xian secara diam-diam sebelum dia membuat rencana baru.”

Letnan He mengangguk. “Aku tahu tempat rahasia di mana Tuan Xian biasanya bersembunyi ketika ingin menghindari pengawasan istana. Kita bisa pergi ke sana malam ini—tidak ada yang akan menyadari.”

Setelah matahari terbenam dan istana mulai tenang, Kim dan Letnan He keluar dari paviliun cuci dengan hati-hati. Mereka berjalan melalui jalanan yang sepi, menghindari pelayan dan penjaga istana. Jemala sensor yang dipasang di leher Kim memberi tahu dia posisi setiap orang di sekitarnya, sehingga mereka bisa berjalan tanpa terdeteksi.

Mereka tiba di sebuah gua kecil yang terletak di balik gunung di bagian belakang istana—tempat rahasia yang hanya diketahui oleh Xian dan orang-orang yang dia percayai. Di dalam gua, ada api unggun yang menyala, dan Xian berdiri di depannya dengan wajah serius. Dia telah menunggu mereka.

“Kamu datang dengan kecepatan yang tepat, Kim,” kata Xian, mendekati dia dan melihat luka di lengannya. “Aku telah mendengar kabar bahwa Bibi Wu melarikan diri dan menyerangmu. Apakah kamu baik-baik saja?”

“Cukup baik,” jawab Kim, menyentuh cincin di jari tangannya. “Dan aku punya sesuatu yang harus kamu lihat.”

Dia mengambil tas dari saku dan memberikannya kepada Xian. Xian membukanya dan melihat dua kantong beludru yang berisi bubuk racun. Matanya memerah dengan kemarahan dan kesesalan.

“Apa ini?” tanya dia dengan suara yang dingin.

“Racun yang digunakan untuk mencoba membunuh Selir Yen,” jawab Kim. “Yang pertama adalah racun kesuburan yang bekerja lambat, yang kedua adalah campuran herbal yang menyebabkan alergi fatal. Keduanya diberikan oleh Selir Mei, dengan perintah dari Permaisuri Hwang.”

Xian memegang kantong racun itu dengan tangan yang gemetar. Dia tidak menyangka kebrutalan di harem bisa sampai sejauh itu—orang-orang yang seharusnya hidup berdampingan dalam damai malah saling membunuh untuk kekuasaan.

“Bagaimana kamu bisa menemukan ini?” tanya dia, memandang Kim dengan rasa hormat.

“Dengan bantuan cermin saku ajaibku dan pengetahuanku tentang kimia modern,” jawab Kim. “Aku juga telah menganalisis bubuk itu—ini adalah bukti yang sah untuk menuduh mereka di pengadilan istana.”

Xian mengangguk, wajahnya menjadi tegas. “Aku akan membawa bubuk ini ke tabib terpercaya istana, yang akan memverifikasi keberacunannya. Setelah kita punya laporan resmi, kita bisa menuduh Selir Mei dan Permaisuri Hwang ke Kaisar. Mereka tidak akan bisa melarikan diri dari keadilan.”

Namun, di hatinya, Xian tahu bahwa ini tidak akan mudah. Permaisuri Hwang memiliki banyak pengikut di istana, dan Kaisar juga sangat menyayanginya. Mereka perlu bukti yang sangat kuat untuk membuat Kaisar percaya bahwa istrinya yang dicintai terlibat dalam kejahatan.

“Kamu harus berhati-hati, Kim,” kata Xian, merangkulnya dengan lembut. “Selir Mei akan memutuskan bahwa kamu terlalu berbahaya dan akan mengirim orang untuk membunuhmu. Aku akan menempatkan prajurit terpercaya untuk melindungi kamu di paviliun cuci, dan aku juga akan tinggal di istana untuk memantau aktivitas mereka.”

Kim mengangguk, merasa lega karena ada orang yang melindunginya. Dia telah bekerja keras untuk mengumpulkan bukti, dan sekarang ia berharap bahwa keadilan akan ditegakkan. Tetapi dia juga tahu bahwa perjuangan belum berakhir—Selir Mei dan Permaisuri Hwang tidak akan berhenti sampai mereka membunuhnya dan Selir Yen.

“Saya tidak takut,” kata Kim dengan suara yang tegas. “Saya akan terus melindungi Selir Yen dan Dinasti Naga Langit, bahkan jika itu berarti mengorbankan diriku sendiri.”

Xian memandangnya dengan mata yang penuh cinta dan kagum. Dia tahu bahwa Kim adalah orang yang istimewa—seorang wanita yang cerdas, tangguh, dan penuh keberanian. Dia adalah anugerah yang datang ke kehidupannya, dan ia akan melakukan apapun untuk melindunginya.

“Saya akan selalu ada untukmu, Kim,” kata dia, mencium dahinya. “Kita akan melalui ini bersama-sama.”Xian memeluk tubuh Kim dengan erat. Walaupun dia tahu permaisuri Hwang pasti akan membalas berkali lipat atas kegagalan itu....

Di luar gua, angin bertiup kencang, membawa bunyi keinginan dan harapan. Kim memandang ke arah istana yang jauh, merasa bahwa hari keadilan tidak akan terlalu lama lagi. Tetapi dia juga tahu bahwa dia harus tetap waspada—bahaya masih mengintai di setiap sudut istana, dan satu kesalahan kecil bisa membuat semua yang dia kerjakan hancur.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!