#Mertua Julid
Amelia, putri seorang konglomerat, memilih mengikuti kata hatinya dengan menekuni pertanian, hal yang sangat ditentang sang ayah.
Penolakan Amelia terhadap perjodohan yang diatur ayahnya memicu kemarahan sang ayah hingga menantangnya untuk hidup mandiri tanpa embel-embel kekayaan keluarga.
Amelia menerima tantangan itu dan memilih meninggalkan gemerlap dunia mewahnya. Terlunta-lunta tanpa arah, Amelia akhirnya mencari perlindungan pada mantan pengasuhnya di sebuah desa.
Di tengah kesederhanaan desa, Amelia menemukan cinta pada seorang pemuda yang menjadi kepala desa. Namun, kebahagiaannya terancam karena keluarga sang kepala desa yang menganggapnya rendah karena mengira dirinya hanya anak seorang pembantu.
Bagaimanakah Amelia menyikapi semua itu?
Ataukah dia akhirnya melepas impian untuk bersama sang kekasih?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mama Mia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
24. Ungkapan Perasaan Raka
.
“Sebenarnya…” ucap Raka, menggantungkan kalimatnya. Ia menarik napas dalam, lalu menghembuskannya perlahan. Ia memantapkan hatinya, inilah saat yang tepat untuk mengungkapkan semua yang selama ini ia rasakan.
Amelia masih menatap ke arah Raka, menunggu apa yang akan diucapkan oleh pria itu dengan rasa penasaran.
"Sebenarnya, aku..." Raka menatap Amelia dengan tatapan penuh ketulusan. "...Aku menyukaimu, Amelia."
Amelia tertegun. Jantungnya berdegup kencang. Ia memang merasa Raka menyimpan perasaan padanya, namun mendengar pengakuan Raka secara langsung membuatnya gugup dan salah tingkah.
"Aku menyukaimu sejak lama," lanjut Raka, dengan nada semakin lirih. "Bahkan mungkin sejak pertama kali kita bertemu di perempatan jalan waktu malam hari saat kamu baru datang dari Jakarta."
Amelia terpaku mendengar pengakuan Raka. Benarkah sudah sejauh itu?
"Kenapa Mas Raka menyukaiku?" tanya Amelia pelan. Ia penasaran apa yang membuat Raka tertarik padanya.
Raka menoleh dan tersenyum lembut. "Aku juga tidak tahu," jawabnya. "Tapi cinta tidak butuh alasan. Yang aku tahu, aku merasa nyaman dan bahagia saat bersamamu."
Amelia terdiam sejenak. Ia masih belum yakin dengan perasaan Raka.
"Mungkin Mas Raka hanya sedang salah mengartikan pikiran Mas sendiri. Mungkin Mas Raka merasa nyaman karena kita terbiasa bersama,” ucap Amelia. "Aku ini hanya seorang mantan pembantu. Sedangkan Mas Raka adalah seorang yang berasal dari keluarga kaya, bahkan sekarang menjadi seorang kepala desa."
Raka menggelengkan kepalanya dengan tegas. "Aku tidak peduli dengan semua itu," bantahnya. "Walaupun kamu pembantu atau bahkan jika kamu adalah seorang pengemis sekalipun, aku tetap akan menyukaimu."
Amelia terdiam dengan pandangan menatap kosong ke depan. Ia bingung dengan perasaannya sendiri. Mungkin sebenarnya ia juga menyukai Raka. Ia merasa nyaman dan bahagia saat bersama Raka. Raka adalah sosok yang baik, perhatian, dan tulus.
Namun, di sisi lain, ia teringat sikap Bu Sundari terhadap dirinya. Bu Sundari sama sekali tidak menyukainya. Ia takut, jika ia menerima cinta Raka, bisa dipastikan Bu Sundari akan semakin membenci dirinya.
Amelia menghela napas panjang. Ia tidak tahu apa yang harus ia lakukan. Ia merasa terjebak dalam situasi yang sulit.
"Lalu... bagaimana dengan orang tuamu, Mas?" tanya Amelia, dengan nada khawatir. "Apa mereka akan merestui hubungan kita?"
Raka menatap Amelia dengan tatapan meyakinkan. "Aku tidak membutuhkan persetujuan orang lain untuk menyukaimu, Amel," jawabnya dengan tegas. "Bahkan ibuku sekalipun." Raka tidak ingin mengatakan jika Sundari bukanlah ibu kandungnya. Jika waktunya tiba Amelia akan mengerti dengan sendirinya.
Amelia terkejut mendengar jawaban Raka. Apa iya, Raka akan melawan ibunya sendiri demi dirinya.
"Tapi..." Amelia mencoba membantah, namun Raka segera memotong ucapannya.
"Aku tahu apa yang kamu pikirkan, Amel," ucap Raka, dengan nada lembut. "Kamu khawatir ibuku tidak menyukaimu, kan?"
Amelia mengangguk pelan. Ia tidak bisa menyembunyikan kekhawatirannya. Bukan khawatir sebenarnya, dia hanya tidak mau hidup di lingkungan orang yang tidak menyukainya.
“Jangan pikirkan ibuku," lanjut Raka, dengan nada semakin tegas. "Yang terpenting adalah aku menyukaimu, dan aku pasti akan mengutamakan kamu lebih dari siapapun."
Raka meraih kedua tangan Amelia dan menggenggamnya erat. Ia menatap Amelia dengan tatapan penuh cinta.
"Aku janji, Amel," ucap Raka, dengan nada tulus. "Aku tidak akan membiarkan siapapun menindasmu termasuk ibuku. Aku serius dengan ucapanku. Aku ingin kamu menjadi bagian dari hidupku."
Amelia membalas tatapan Raka dengan tatapan yang sama dalamnya. Ia merasa terharu dan bahagia mendengar ucapan Raka.
"Aku akan memikirkannya,” ucap Amelia.
Raka tersenyum lega mendengar jawaban Amelia. Ia meraih kedua tangan Amelia dan menggenggamnya erat.
"Kalau begitu..." ucap Raka, menggantungkan kalimatnya. "Sepulang dari sini aku akan langsung meminta restu dari Bu Sukma dan Pak Marzuki."
Amelia terkejut mendengar ucapan Raka. "Apa? Secepat itu?" tanyanya dengan nada tidak percaya.
Raka mengangguk mantap. "Iya. Bukankah niat yang baik tidak boleh ditunda?” jawabnya dengan senyum yang penuh keyakinan
Amelia terdiam sejenak. Ia menatap Raka dengan tatapan penuh keraguan. Ia masih merasa khawatir dengan reaksi Bu Sundari.
"Mas yakin?" tanya Amelia ingin memastikan.
Raka menghela napas pelan. Ia mengerti kekhawatiran Amelia. Iya juga pernah mendengar selentingan cerita tentang sesuatu yang terjadi antara Amelia dan Bu Sundari. Namun, ia tidak ingin Amelia terus merasa ragu dan tidak percaya diri.
"Aku sudah bilang, Amel," ucap Raka dengan nada lembut namun tegas. "Apapun yang terjadi, aku akan mengutamakan dirimu daripada siapapun termasuk ibuku." Raka menggenggam erat tangan Amelia, memberikan kekuatan dan keyakinan. Ia ingin Amelia tahu bahwa ia tidak akan menyerah begitu saja. Ia akan berjuang untuk cinta mereka.
Amelia menatap Raka dengan tatapan penuh haru. Ia akan mencoba mempercayai ucapan pemuda tampan itu.
"Baiklah," ucap Amelia akhirnya. "Aku percaya sama Mas Raka. Aku akan ikut apapun keputusan Mas Raka."
Raka tersenyum lega mendengar ucapan Amelia. Ia mendekatkan wajahnya ke wajah Amelia dan mengecup keningnya dengan lembut, membuat Amelia sedikit tersentak.
"Terima kasih. Aku janji, aku tidak akan mengecewakanmu," ucap Raka tulus.
.
Matahari telah bergeser ke arah barat. Teriknya tak lagi menyengat. Amelia mengajak Raka untuk pulang.
"Sudah agak sore, Mas," ucap Amelia dengan lembut. "Sebaiknya kita pulang sekarang."
Raka menoleh ke arah matahari yang tak lagi menyilaukan. Ia tersenyum dan mengangguk setuju.
"Iya, sudah sore," jawab Raka. "Baiklah, kita pulang sekarang."
Raka menggandeng tangan Amelia dan berjalan menuju sepeda motornya. Amelia tak lagi berusaha untuk melepaskan genggaman tangan Raka. Mereka berjalan berdampingan, menikmati suasana sore yang tenang dan damai.
Sesampainya di dekat sepeda motor, Raka membantu Amelia memakai helmnya. Ia memastikan helm itu terpasang dengan benar dan aman. Lalu memakai helmnya sendiri.
Raka menaiki motornya dan menyalakan mesin. Ia menoleh ke arah Amelia dan memberikan kode agar Amelia segera naik.
.
Sepeda motor yang dikendarai oleh Raka telah tiba kembali di depan rumah Bu Sukma. Raka memarkirkan motornya dengan hati-hati dan membantu Amelia turun.
"Terima kasih ya, Mas, sudah mengantarku," ucap Amelia dengan senyum manis.
Raka membalas senyum Amelia dengan tatapan penuh cinta. "Aku akan bicara dengan Bu Sukma dan Pak Marzuki sebelum pulang," ucap Raka
Amelia mengangguk dan berjalan menuju pintu rumah. Ia membuka pintu dan masuk ke dalam rumah. Raka mengikutinya dari belakang.
Amelia yang tidak melihat keberadaan ibunya, merasa sedikit heran, biasanya Bu Sukma selalu menyambutnya dengan senyuman hangat.
"Ibu?" panggil Amelia setengah berteriak. "Ibu di mana?" panggilnya lagi.
Tidak ada jawaban. Amelia semakin merasa penasaran. Ia berjalan menuju ruang tengah, namun, ibunya juga tidak ada di sana. Ia pun pergi mencari ibunya di halaman belakang
Namun, ketika gadis itu hendak memanggil Bu Sukma lagi, ia seperti melihat sekilas ibunya sedang berbicara melalui telepon.
Amelia menghentikan langkahnya. Ia merasa ada sesuatu yang aneh. Kenapa harus bertelepon di belakang rumah? Ia mendekat perlahan, mencoba mendengarkan percakapan ibunya.
"Baik, Tuan." Suara Bu Sukma terdengar jelas. Amelia mengerutkan kening. Nada bicara ibunya terdengar sangat berbeda dari biasanya. Lebih tegang dan seperti sedang menahan sesuatu.
“Iya, Tuan. Saya mengerti." Suara Bu Sukma kembali terdengar, membuat gadis itu semakin mengerutkan kening.
Amelia semakin penasaran. Siapa yang sedang menelepon ibunya? Dan apa yang sedang mereka bicarakan?
bentar lagi nanam padi jg 🥰