"Anda memang istriku,tapi ingat....hanya di atas kertas, jadi jaga batasan Anda"
" baik.... begitu pun dengan anda, tolong jangan campuri urusan saya juga, apapun yang saya lakukan asal tidak merusak nama baik keluarga anda, tolong jangan hentikan saya"
bismillahirrahmanirrahim...
hadir lagi... si wanita lemah lembut, baik hatinya , baik adabnya , baik ucapnya....tapi ingat, Hanya untuk orang-orang yang baik padanya, apalagi pada keluarga nya...
Rukayyah... gadis bercadar yang menutupi seluruh tubuhnya dengan kain kebesaran serta berwarna hitam, bahkan hanya kedua matanya saja yang terlihat.... terpaksa harus menerima perjodohan, karena wasiat kakeknya dulu, dan memang di lingkungan pesantren semua saudaranya menikah karena di jodohkan...hanya kakak laki-lakinya yang paling lembut hatinya mencari sendiri jodoh nya, siapa lagi kalau bukan Yusuf dan Zora....
nantikan kisah selanjutnya, semoga sukaaaa...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Siti Marina, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
permintaan Hilman
Rukayyah dan Hilman menghabiskan waktu beberapa jam di kantor, dengan Rukayyah memberikan komentar-komentar cerdas tentang data-data yang membuat para eksekutif Hilman tercengang. Ketika mereka selesai, hari sudah menjelang sore.
Saat mereka kembali ke lobby, Hilman sudah mengambil keputusan. Ia harus memastikan keselamatan Rukayyah, sekaligus memonitornya.
"Aku akan mengantarmu pulang." kata Hilman lembut... walaupun sedikit kaku.
"Tidak perlu, Tuan Hilman. Saya membawa mobil sendiri...., kalau saya ikut anda bagaimana dengan....!" balas Rukayyah berhenti.
Karena Hilman Memotong dengan nada yang tegas namun lembut "Mobilmu di parkiran perusahaan ,jauh dari pengawasan. Aku tidak mau mengambil risiko lagi setelah keributan tadi. Lagipula, aku ingin bicara denganmu."
Rukayyah mengangguk. Hilman bersikeras mengantarnya. Rencana kecelakaan tunggalnya sedikit berubah, tetapi ini justru lebih baik. Jika Hilman yang memaksa Rukayyah pulang, maka alibinya semakin kuat bahwa ia tidak sengaja mencari masalah.
Mereka pun masuk ke dalam mobil Hilman, meninggalkan Ferrari putih Rukayyah di basement khusus.
Di dalam mobil, keheningan terasa canggung. Hilman mencoba memecah kebisuan.
"Apa yang kau lihat di perusahaanku, Rukayyah? Kau tidak terkesan. Kau tahu banyak tentang sistem data." tanya Hilman yang benar-benar penasaran.
"Perusahaan Anda sudah besar, Tuan Hilman. Tapi sebesar apapun perusahaan, selalu ada celah keamanan, dan selalu ada ruang untuk efisiensi."jawab Rukayyah secara logis.
Jawaban itu membuat Hilman tersenyum tipis.
"Kau cerdas, Rukayyah. Sangat cerdas. Aku menghargai itu. Dulu, aku hanya mencari wanita yang penurut dan mudah dikendalikan. Tapi sekarang..."
Hilman menjeda, tidak sanggup mengucapkan kata cinta atau kagum.... berhadapan dengan Rukayyah seperti berhadapan dengan rekan bisnisnya yang paling sulit untuk di tebak.
"...Aku menyadari bahwa Rukayyah adalah hadiah yang sulit didapatkan, sesuatu yang harus diperjuangkan dengan harga diri dan pikiran, bukan hanya dengan uang. Dan aku , seorang pria yang selalu mencari tantangan, akhirnya menemukan tantangan terbesarnya dalam diri istriku yang bercadar."gumamnya...
Rukayyah mendengarkan pengakuan itu dengan kepala menunduk. Tiba-tiba, ia tidak lagi menganggap Hilman hanya sebagai strategi. Ia mulai merasakan sedikit getaran, tapi ia mencoba untuk menepis nya.
Rukayyah baru teringat, ia harus segera menyingkirkan mobil Ferrari itu dari garasi kantor, tanpa membiarkan siapa pun mengendarainya atau memperbaikinya sebelum waktunya.
Rukayyah berbicara Terdengar sedikit cemas, saat mereka berada di mobil Hilman "Tuan Hilman, sepertinya mobilku rusak. Tadi juga saat masuk ke parkiran, remnya susah untuk dihentikan. Saya khawatir mobil itu tidak aman untuk dikendarai lagi." tutur Rukayyah sedikit berbohong, dia terus beristighfar dalam hati... Tapi Rukayyah belum tahun kerusakan seperti apa yang terjadi pada mobilnya, karena dia pun belum mengeceknya.
Rukayyah melihat Hilman menegang di kursi pengemudi. Wajahnya menunjukkan kekhawatiran yang tulus. Hilman tidak menyadari sabotase itu, tetapi ia sudah lelah menghadapi drama.
Hilman Menghela napas, lega karena Rukayyah tidak mengendarai mobil itu pulang "Kalau begitu, aku akan meminta anak buahku untuk menderek mobilmu saja. Mereka akan membawanya ke bengkel resmiku untuk diperiksa secara menyeluruh."
Hilman segera mengeluarkan ponselnya, siap memberi perintah.
Kemudian menoleh sekilas pada Rukayyah.
"Besok pagi mobil itu akan diderek. Sementara ini, kau bisa menggunakan mobil lain di rumah. Jangan pernah lagi mengendarai mobil rusak. Itu sangat berbahaya," katanya dengan nada khawatir, karena dia tidak tahu apa yang terjadi pada saat istrinya baru tiba di perusahaan dan hampir dipecat.
Rukayyah tersenyum tipis di balik cadarnya. Rencananya berhasil, mobil itu sudah diamankan, buktinya tetap utuh, dan kini ia bisa fokus pada langkah fisiknya.
Masih di dalam mobil, setelah urusan Ferrari diselesaikan, keheningan kembali menyelimuti mereka. Hilman memecah kebisuan dengan pertanyaan yang lebih bersifat pribadi.
"Emmm, Rukayyah... bisakah panggilanmu sekarang berubah? Rasanya tidak pantas seorang istri memanggil suaminya ...Tuan."
Rukayyah menoleh, tatapannya tenang dan tegas. Ia langsung membalikkan kata-kata Hilman kepadanya.
"Bukankah Anda sendiri yang dulu mengatakan jaga batasan? Saya hanya mengikuti Anda." balas Rukayyah telak .
Hilman menarik napas panjang. Ia tahu Rukayyah benar. Ia telah menuai apa yang ia tanam, dan kini, ia harus membersihkan kekacauan yang ia ciptakan.
"Itu dulu, sebelum aku menerima pernikahan ini. Tapi mulai saat ini, aku akan berusaha menjalankan ibadah panjang ini bersamamu. Aku akan belajar menjadi imam yang baik untukmu, meski aku sadar kalau ilmu agamamu jauh lebih tinggi daripadaku."
Pengakuan itu tulus dan rendah hati, sebuah pengorbanan besar bagi seorang Hilman Effendi yang selalu menjunjung tinggi egonya.
Rukayyah terdiam. Ini adalah langkah maju terbesar dari Hilman. Ia tidak lagi melihatnya sebagai kontrak bisnis, melainkan sebagai pasangan yang harus ia hormati.
Rukayyah Menundukkan kepala, ada nada lembut yang ia tambahkan "Baiklah, Mas Hilman. Jika itu keinginanmu, mulai sekarang saya akan memanggilmu Mas Hilman."
Perubahan panggilan itu terasa asing dan intim. Hilman merasakan gejolak hangat di dadanya. "Akhirnya, ada kemajuan....tapi tidak di pungkiri, aku bahagia.... langkah pertama sudah selesai, sekarang mas, nanti sayang, sekarang perjaka, nanti mantan perjaka " gumamnya terkekeh.
Hilman Tersenyum lega "Terima kasih, Rukayyah."
Mereka tiba di gerbang rumah. Misi Rukayyah kini hanya satu, mempersiapkan kedatangan Zora dan Yusuf besok, karena Zora akan menginap di rumahnya sendiri terlebih dulu dan bersiap menghadapi upaya pembunuhan yang direncanakan oleh Selena dan Patricia. Ia harus memastikan keluarga dan bukti fisiknya aman.
***
Di kamar utama, Selena dan Patricia menanti kabar eksekutor mereka dengan cemas. Mereka berharap mendengar berita tentang kecelakaan tragis di jalan tol.
Namun, yang datang adalah telepon dengan berita buruk.
Orang Suruhan nya Melaporkan dengan nada takut "Maaf, Nyonya. Kami sudah memasang perangkatnya di mobil Ferrari putih itu. Tapi... kami tidak bisa melanjutkan rencananya."
Selena Berteriak. "Kenapa?! Cepat katakan!"
"Rukayyah pulang bersama tuan Hilman. Dan mobilnya... mobilnya masih terparkir di basement perusahaan ". Jawabnya sedikit takut dengan teriakan majikannya.
Selena dan Patricia saling pandang, wajah mereka memerah karena amarah dan frustrasi. Rencana yang mereka susun dengan susah payah, kini hancur hanya karena tindakan romantis Hilman yang tiba-tiba.
Selena dan Patricia mengeram marah.
Selena Mengepalkan tangan , "Gagal! Semua gagal! Hilman gila! Kenapa dia harus bertingkah seperti suami yang baik sekarang?!"... umpat nyonya Selena,
"Sekarang bagaimana, Ma? Dia sudah tahu. Dia akan terus mengancam kita, dan dia mungkin sudah memberi tahu Hilman!" timpal Patricia yang membuat mamanya semakin pusing.
Selena berjalan mondar-mandir. Mereka menyadari bahwa Rukayyah bukan hanya ancaman strategis, tetapi juga seseorang yang sangat beruntung, atau lebih buruk lagi, Rukayyah tahu apa yang akan terjadi.
"Kita tidak punya waktu lagi. Kita harus bertindak sebelum suaminya, Hilman... mengetahui semuanya.... Kita harus mencari cara lain. Rencana yang lebih cepat dan lebih rahasia!"
Ketakutan akan terungkapnya rahasia DNA kini mendorong mereka ke tindakan yang semakin putus asa dan kejam.