Embun tak pernah menyangka bahwa kejutan makan malam romantis yang dipersembahkan oleh sang suami di malam pertama pernikahan, akan menjadi kejutan paling menyakitkan sepanjang hidupnya.
Di restoran mewah nan romantis itu, Aby mengutarakan keinginannya untuk bercerai sekaligus mengenalkan kekasih lamanya.
"Aku terpaksa menerima permintaan ayah menggantikan Kak Galang menikahi kamu demi menjaga nama baik keluarga." -Aby
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kolom langit, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 24 : Dia Kembali?
Hati Aby mencelos mendengar setiap kata yang terucap dari bibir Embun. Rasa bersalah selalu saja menghantuinya. Sebenarnya, semua ini pun terasa berat bagi Aby. Jika mengingat ke belakang, ia dan Vania adalah sepasang kekasih yang saling mencintai. Tidak pernah ada masalah berarti dalam satu tahun mereka menjalin hubungan.
Namun, semuanya berubah ketika Galang menghilang dua hari sebelum pernikahan. Aby dipaksa menggantikan Galang menikahi Embun demi menutupi aib keluarga. Keadaan yang sulit membuat posisinya serba salah.
"Aku minta maaf, Mbun. Aku tahu aku juga banyak salah, tapi ini sudah tindakan kriminal. Mau orang lain atau Vania sekalipun, aku tetap harus melapor."
Embun menatap Aby sekilas seraya mengusap lengannya yang lecet. "Aku nggak tahu siapa yang dorong aku. Tapi aku rasa Vania nggak sejahat itu."
"Kamu jangan bela dia," ujar Aby sedikit menekan.
"Untuk apa aku membela pacar suamiku? Aku nggak segila itu."
"Terus itu barusan apa?" sambung Aby. Sebab dirinya memang merasa Embun sedang berusaha menutupi pelaku sebenarnya.
Embun menarik napas dalam. "Aku nggak membela Vania. Aku cuma merasa bukan dia pelakunya."
"Apa kamu pernah bermasalah dengan orang lain selain sama Vania?"
Mendapat pertanyaan itu, Embun kembali melirik suaminya. "Aku nggak pernah punya masalah sama orang lain, termasuk Vania. Kamu yang sudah menimbulkan masalah antara aku dan dia."
Sekali lagi, perkataan Embun berhasil membungkam Aby. Pria itu selalu saja merasa terjebak dalam ucapannya sendiri.
Tak ingin memperpanjang masalah, ia memilih melajukan mobil. Pelaku kecelakaan yang menimpa Embun di perkemahan akan ia bahas dengan Haikal nanti.
.
.
Setelah menempuh perjalanan selama tiga jam lebih akibat kemacetan, Aby dan Embun akhirnya tiba di rumah.
Melirik istrinya yang tengah terpejam akibat disergap lelah, Aby terdiam sejenak. Sebelum akhirnya turun dari mobil. Ia tidak tega untuk membangunkan, sehingga memilih menggendong Embun saja ke dalam.
Baru melingkarkan tangan di punggung, Embun sudah membuka mata.Posisi wajah keduanya yang cukup dekat membuat wanita itu mengerjap beberapa kali. Sikap penolakan langsung ia tunjukkan dengan menepis tangan suaminya.
"Mau apa?"
"Aku gendong ke dalam aja, ya. Kaki kamu masih sakit, kan?" tawar Aby, saat Embun menurunkan kedua kakinya.
"Aku bisa, kok."
"Jangan keras kepala, Mbun. Kaki kamu bisa makin parah nanti. Nggak apa-apa, sini aku gendong," ucap Aby sedikit menekan.
"Tapi ...."
"Nggak ada tapi-tapian!" Tanpa memerdulikan penolakan Embun, Aby menggendong sang istri menuju pintu.
Embun melingkarkan kedua tangan di punggung leher Aby. Ia menatap suaminya dengan tatapan heran. Beberapa hari belakangan ini, sikap Aby mengalami banyak perubahan.
Kepulangan Embun dan Aby pun disambut oleh ayah dan bunda. Mereka yang mendapat kabar dari Aby tentang kondisi Embun, sebenarnya ingin menyusul sejak semalam. Namun, Aby melarang karena untuk sampai ke lokasi perkemahan cukup sulit dan harus melewati jalan berbatu yang terjal.
"Kamu kenapa bisa jatuh ke jurang, Nak?" Bunda membelai puncak kepala Embun, sesaat setelah Aby mendudukkannya di kursi. Tatapan wanita paruh baya itu penuh kekhawatiran, matanya berkaca-kaca.
"Aku cuma kepeleset, Bunda." Tak ingin mertuanya khawatir tentang seseorang yang berniat mencelakainya, Embun memilih menutupi keadaan sebenarnya.
"Tapi kamu luka-luka begini. Ayo, kita ke dokter saja," ajak ayah, menyadari Embun yang masih tampak cukup lemah.
"Cuma lecet, Ayah. Ini nggak apa-apa. Nggak usah ke dokter." Ia berusaha meyakinkan sang mertua.
"Embun benar, Ayah. Dia cuma butuh istirahat." Aby turut membenarkan. Namun, tak juga dapat mengurai Kekhawatiran yang terlihat jelas di wajah keduanya.
"Ya sudah, Embun istirahat saja di kamar. Nanti bunda panggil dokter ke sini."
Aby dan Embun mengangguk setuju.
Namun, Aby baru menyadari raut wajah ayah dan bunda tampak berbeda. Keduanya terlihat tegang dan khawatir seperti ada beban berat.
"Ayah sama Bunda kenapa, mukanya kayak tegang begitu? Embun nggak apa-apa, kok." Aby masih mengira kekhawatiran ayah dan bundanya masih berpusat pada kecelakaan yang menimpa Embun di perkemahan.
Baik ayah maupun Bunda tak segera menyahut. Seperti sedang bingung untuk memberi jawaban. Hingga akhirnya, penyebab ketegangan di wajah keduanya hadir mewarnai suasana hari itu.
"Ayah, Bunda, Aby ...." Sapaan dari belakang membuat sepasang manik Aby mendelik. Betapa tidak, ia sangat mengenali pemilik suara itu.
Aby hampir tak percaya melihat siapa yang baru saja keluar dari sebuah kamar. Sedangkan Embun diam membisu, pandangannya mengikuti ke mana tatapan suaminya.
"Kak Galang?" Aby terkesiap menatap kakak sulungnya.
...........
benar knp hrs nunggu 6 bln klo hrs cerai lebih baik skrng sama saja mlh buang2 wkt dan energi, bersyukur Embun ga oon🤭