"Seharusnya aku tahu, kalau sejak awal kamu hanya menganggap pernikahan ini hanya pernikahan kontrak tanpa ada rasa didalamnya. Lalu kenapa harus ada benihmu didalam rahimku?"
Indira tidak pernah mengira, bahwa pada suatu hari dia akan mendapatkan lamaran perjodohan, untuk menikah dengan pria yang bernama Juno Bastian. Indira yang memang sudah jatuh cinta pada pandangan pertama dengan Juno, langsung setuju menikah dengan lelaki itu. Akan tetapi, tidak dengan Juno yang sama sekali tidak memiliki perasaan apapun terhadap Indira. Dia mengubah pernikahan itu menjadi pernikahan kontrak dengan memaksa Indira menandatangani surat persetujuan perceraian untuk dua tahun kemudian.
Dua tahun berlalu, Indira dinyatakan positif hamil dan dia berharap dengan kehamilannya ini, akan membuat Juno urung bercerai dengannya. Namun takdir berkata lain, ketika kehadiran masa lalu Juno yang juga sedang hamil anaknya, sudah mengubah segalanya.
Apa yang akan terjadi pada rumah tangganya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Irma Kirana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 27. Setan Pelakor!
Setelah melalui perjalanan selama beberapa jam dari Bali ke Singapore. Hingga akhirnya dia tiba di Singapore pada pagi hari, setibanya di bandara Singapore, Sheila langsung mengirimkan pesan pasa Tiara untuk menanyakan keberadaan Juno.
[Tiara, aku sudah ada di Bandara Singapura. Juno dimana?]
Tiara : Pak Juno, saya dan pak Wildan sedang menuju ke taman hiburan kota, Bu. Kami menyusul bu Indira dan anaknya.
Sheila menatap layar ponselnya dengan kesal, setelah menerima pesan balasan dari Tiara tentang Juno yang menyusul Indira dan Devan. "Sialan! Apa mereka benar-benar masih hidup?"
Tanpa banyak diam, Sheila langsung pergi meninggalkan bandara dengan menaiki taksi menuju ke taman hiburan yang dimaksud oleh Tiara. Dia akan memastikan dengan mata kepalanya sendiri, tentang Indira dan anaknya yang masih hidup.
Sementara itu, Juno, Wildan dan Tiara yang sebelumnya sedang berada dalam perjalanan menuju ke taman hiburan. Tanpa sengaja mereka yang sedang berhenti ditoko mainan anak, malah bertemu dengan salah satu rekan bisnis Juno dan itu membuat Juno harus melayani rekan bisnisnya itu untuk berbicara.
Sheila sampai lebih dulu di taman hiburan itu, dia berusaha untuk menghubungi Tiara sesampainya di sana. Akan tetapi, Tiara tak kunjung membalas pesan ataupun membalas telepon darinya.
"Sialan! Kemana si Tiara? Apa dia udah nggak butuh uang dari gue lagi?" kata Sheila kesal, dia bahkan memaki telponnya. Sheila pergi ke taman hiburan dengan memakai wig rambut panjang, kacamata hitam dan topi yang menutupi kepalanya. Dia seperti biasanya, karena mungkin akan ada yang mengenalinya di sini.
Akhirnya Sheila masuk lebih dulu ke dalam taman hiburan, dia mencari-cari Juno, Indira dan anaknya yang bahkan tak dia ketahui bagaimana rupanya. Namun, bukannya Juno yang dia temukan, melainkan sosok yang tidak pernah dia duga sebelumnya.
"Bagaimana mungkin? Dia masih hidup...dan anak itu..." Sheila membuka kacamata hitamnya, dia benar-benar terkejut saat melihat Indira dan Devan sedang duduk dibangku panjang tak jauh dari tempatnya berdiri.
Lantas, Sheila pun berjalan untuk memastikan dari dekat. Bisa jadi dia salah lihat.
"Bagaimana kamu masih hidup? Anak itu....dia..."
Wanita itu tercengang melihat Indira masih hidup dan Indira bersama seorang anak laki-laki yang wajahnya mirip dengan suaminya. Seperti Juno versi junior. Dia yang sudah mengenal Juno dari kecil, tahu benar seperti apa Juno dan anak laki-laki yang ada di depannya ini, sangat mirip dengan Juno kecil.
"Tidak mungkin...kalian sudah mati, aku sudah memastikannya sendiri," gumam Sheila yang syok seperti melihat hantu.
Melihat Sheila tiba-tiba berada di sana dan mendengar perkataannya, Indira juga merasa terkejut. Tapi, dia lebih ke curiga pada wanita yang merupakan istri lain dari suaminya ini.
'Kenapa mbak Sheila bereaksi seperti ini? Apa jangan-jangan dia yang...'
"Hey kamu!" Tiba-tiba saja Sheila menarik tangan Devan dengan kasar, sehingga anak laki-laki itu mendekat padanya.
"Aakhh!" pekik Devan kesakitan.
Kuku-kuku panjang Sheila menancap di dagu Devan dan mencengkramnya. Sheila melihat wajah Devan dari dekat. Perlahan rasa sesak merongrong hatinya, karena Devan memang semirip itu dengan Juno.
"Nggak mungkin...kamu bukan anak suamiku! Bukan!" bentak Sheila seraya menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Mama, sakit! Mama tolongin Devan!" teriak Devan kesakitan. Indira yang semula terdiam karena fokus melihat Sheila, akhirnya sadar kalau anaknya kesakitan.
"Astaghfirullahaladzim! Devan!" Indira langsung menarik Devan dan mendorong Sheila dengan kasar.
"Jangan sentuh anak saya!" ujar Indira dengan marah, dan tatapan yang menyalang tajam pada Sheila.
"Sayang, kamu nggak apa-apa nak? Maaf Mama lalai jaga kamu," ucap Indira seraya menangkup kedua pipi anaknya. Dia terlihat mengkhawatirkan Devan.
"Nggak apa-apa Ma, cuma pipiku sakit sama nenek sihil itu!" cetus Devan dengan lirikan sinis pada Sheila.
"Apa kamu bilang? Saya nenek sihir?" geram Sheila, begitu dia mendengar Devan mengatainya sebagai nenek sihir.
Indira melihat ada darah di dagu Devan karena ulah Sheila, lantas dia pun membalas Sheila dengan hal serupa. Satu tangan Indira mencengkram dagu Sheila dan menusukkan kuku-kuku jarinya pada kulit putih halus Sheila.
"Akhh! Hey! Kamu ngapain hah?" pekik Sheila yang terkejut dengan apa yang dilakukan oleh Indira. Padahal dulu Indira tidak seperti ini.
Setelah Indira puas menggoreskan luka pada pipi dan dagu mulus Sheila dengan kuku jarinya, dia pun kembali menarik tangannya.
"Membalas apa yang kamu lakukan pada anak saya."
"Kamu-"
Tangan Sheila terangkat ke atas dan bersiap untuk memberikan tamparan pada wajah Indira. Namun seseorang sudah lebih dulu menahan tangan Sheila.
Sheila langsung menoleh ke belakang untuk melihat siapa orang yang sudah memegang tangannya, mencegahnya memukul Indira.
'Siapa pria tampan ini? Kenapa dia menolong si cewek kampung?' kata Sheila dalam hatinya, untuk sesaat Sheila terpesona dengan ketampanan Dikta.
"Om doktel ganteng!" seru Devan sambil tersenyum melihat kedatangan Dikta. Dikta segera melepaskan tangannya dari Sheila, kemudian mendekati Devan dan Indira.
"Om doktel, lihat pipi sama dagu Devan! Nenek cihil ini yang buat, terus ya Om...nenek cihil ini mau mukul mama," adu Devan pada Dikta. Sheila geram dengan sebutan nenek sihir itu.
"Oh ya? Nenek sihir?" Dikta pun langsung menoleh dan memperhatikan wajah Sheila dan Indira. Indira terlihat marah saat berhadapan dengan Sheila.
"Bukan Devan, dia bukan nenek sihir. Tapi setan pelakor," sinis Dikta dengan senyuman yang mengejek Sheila. Dikta sekarang tau, siapa wanita yang menyerang Indira dan Devan ini.
Wajah Sheila memerah, tangannya terkepal erat menahan amarah didalam dirinya. Perkataan Dikta, Devan dan raut wajah Indira sungguh melukai harga dirinya.
"Mbak Sheila, ini perasaan saya saja... atau memang wajah kamu seperti ini? Melihat saya dan anak saya, kamu seperti melihat hantu."
Deg!
Jantung Sheila kontan saja seperti tercabut dari raganya, kala Indira mengatakan hal itu secara tiba-tiba.
"Kamu bertanya kenapa saya masih hidup, padahal seharusnya saya sudah mati. Apa saya boleh mengartikan kalau anda terlibat dalam kejadian 6 tahun lalu?" ucap Indira dengan tajam dan menusuk. Indira melihat wajah Sheila yang terlihat panik.
****
penyesalan mu lagi otw juno