Cerita ini kelanjutan dari( Cinta tuan Dokter yang posesif).
Reihan Darendra Atmaja, dokter muda yang terkenal begitu sangat ramah pada pasien namun tidak pada para bawahannya. Bawahannya mengenal ia sebagai Dokter yang arogan kecuali pada dua wanita yang begitu ia cintai yaitu Mimi dan Kakak perempuannya.
Hingga suatu hari ia dipertemukan dengan gadis barbar. Sifatnya yang arogan seakan tidak pernah ditakuti.
Yuk simak seperti apa kisah mereka!. Untuk kalian yang nunggu kelanjutannya kisah ini yuk merapat!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Novi Zoviza, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
30. Fitnah
Jessi membuka kaca mobil di sampingnya lalu menoleh pada spion mobil. Meski kondisi jalan belum sepenuhnya terang tapi Jessi mengenali dengan betul mobil yang melaju beberapa meter dibelakang mobil Reihan. Mobil itu adalah mobil yang sering kali digunakan oleh Rio.
"Apa sih maunya tuh orang?," gumam Jessi kembali menutup kaca mobil.
Reihan yang fokus pada stir mobilnya hanya diam saja mendengar Jessi menggerutu tidak jelas. Saat keluar dari basement apartemen tadi ia sudah curiga pada mobil berwarna merah itu yang kini mengikuti mobilnya dari belakang. Ia tidak sengaja melihat pria yang kemarin menganggu Jessi di restoran Uncle nya.
"Dia sepertinya benar benar menyukaimu," ucap Reihan tersenyum miring.
"Biarkan saja. Aku juga tidak bisa melarang seseorang untuk menyukaiku dan begitu begitu juga sebaliknya," jawab Jessi acuh walau sebenarnya ia sangat gelisah saat ini. Rio benar benar membuatnya tidak nyaman.
Reihan tidak lagi berbicara dan fokus pada setir mobilnya dan jalanan yang masih sepi karena hari masih sangat pagi. Ia sengaja berangkat lebih awal agar nantinya tidak terjebak macet. Di sebelahnya Jessi juga tampak diam saja dan ia juga tidak berniat untuk berbicara hal lainnya dengan asistennya itu.
Reihan melirik spion mobilnya, ternyata ia masih di ikuti dan itu membuatnya sedikit tidak nyaman. Namun ia juga malas untuk mengecoh mobil dibelakangnya. Biarlah, selagi tidak mengganggunya ia tidak masalah karena ia harus sampai tepat waktu.
Dan setelah berkendara hampir tiga jam lamanya karena tadinya mereka sempat terjebak macet karena jalan yang mereka lewati terjadi kecelakaan tunggal yaitu mobil truk yang tergelincir membuat lalu lintas menjadi terganggu. Tapi ia bersyukur tidak terlambat dan malah masih ada waktu satu jam sebelum seminar.
"Kita sarapan dulu," ucap Reihan saat sampai di depan sebuah hotel dimana seminar akan diadakan. Sebenarnya Reihan lebih nyaman seminar diadakan di kampus tapi pihak kampus menolak karena aula mereka juga dipakai untuk acara yang diadakan mahasiswanya.
Jessi mengangguk pelan sembari meregangkan otot tubuhnya. Ia ikut turun mengikuti Reihan yang turun lebih awal. Jessi menatap sekeliling dan bernafas lega jika Rio tidak lagi mengikutinya.
"Kita sarapan di restoran hotel saja," ucap Reihan pada Jessi dan diangguki gadis itu.
Saat Reihan dan Jessi akan memasuki hotel, langkah keduanya berhenti karena tiba-tiba saja seseorang menyerukan nama Jessi.
"Wah....begini kelakuan kamu sebenarnya ya Jessi. Nolak aku karena sudah seringkali open BO sama pria ini," teriak seseorang sembari bertepuk tangan.
"Rio...," gumam Jessi. Ia pikir Rio tidak lagi mengikutinya tapi dugaannya salah. Pria ia malah memfitnahnya dengan mengatakan jika ia melakukan open BO.
"Rio... apa-apaan kamu menuduh aku seperti itu hah?," jawab Jessi. Ia memindai sekeliling beruntung sekelilingnya masih sepi, ia tidak tahu bagaimana jadinya jika ada yang mendengar penuturan Rio.
"Aku sedari awal sudah curiga sama kalian berdua. Dan aku tidak menyangka kamu yang berpendidikan tinggi melakukan hal rendah seperti ini. Apa segitunya kamu butuh--
Plak
Sebuah tamparan mendarat di pipi kanan Rio dan pelakunya adalah Jessi. Gadis itu terlihat begitu marah dengan semua tuduhan Rio. Selama ini ia menganggap Rio sahabatnya, mereka tumbuh bersama sejak kecil dan ia kira Rio tahu bagaimana kepribadiannya namun dugaannya salah. Rio begitu tega menuduhnya dengan begitu kejamnya.
"Kamu--
"Kamu apa hah?. Kamu yang aku anggap sahabat selama ini begitu tega mengatakan aku rendahan?. Ingat Rio, bagaimana pun aku, itu bukan urusani.Urus saja urusanmu sendiri," desis Jessi.
Rio terlihat mengepalkan kedua tangannya mendengar penuturan Jessi. Ia memegangi pipinya yang mendapatkan tamparan dari Jessi."Oke. Tapi-
"Tapi apa?. Bagaimana pun aku itu tidak ada urusannya sama kamu Rio. Kamu itu hanya sahabat, ingat itu. Tapi mulai hari ini persahabatan kita putus dan aku minta jangan lagi menggangguku," sela Jessi dengan tatapan tajamnya. Ia paling tidak suka ada yang menganggu privasinya apalagi sampai menuduhnya seperti tadi.
"Cih...aku menyesal memiliki sahabat yang kelakuannya seperti kamu ini. Hanya karena uang rela menjual harga diri. Aku juga menyesal pernah begitu mencintaimu," ucap Rio semakin menjadi.
"Kamu-- Jessi yang berniat untuk kembali menampar Rio, tiba-tiba saja tangannya di tahan oleh Reihan.
"Jangan kotori tanganmu untuk pria itu pengecut seperti dia. Pria sepertinya hanya seorang pecundang yang tidak bisa menerima kenyataan," ucap Reihan menatap tajam Rio.
"Pecundang ya, lalu kau sendiri apa?. Kau pikir kau lebih baik dari aku?," jawab Rio dengan pongahnya. Dia tidak tahu saat ini ia berhadapan dengan siapa, dalam satu kali jentikan Reihan mampu membuatnya kehilangan segalanya.
Reihan semakin menatap tajam Rio."Saya tidak perlu menjelaskan siapa saya pada pria sepertimu yang memandang wanita rendahan. Pergilah dari disini!," desis Reihan.
Rio menelan saliva nya melihat tatapan tajam Reihan yang seakan mengulitinya. Ia perlahan mundur ke belakang lalu menatap sekilas pada Jessi lalu tersenyum penuh misteri.
Jessi menghela nafas lega setelah Rio pergi dari hadapan mereka. Sungguh ia benar-benar shock dengan segala tuduhan Rio.
"Dokter maafkan teman saya," ucap Jessi. Ia merasa tidak enak pada Dokter Reihan dengan segala tuduhan Rio.
"Hmm," jawab Reihan.
"Ayo, waktu kita tidak banyak," ucapan Reihan kembali dengan sikap dingin dan datarnya.
***
Reihan memasuki kediaman orangtuanya setelah mengantar Jessi ke apartemennya sepulang dari seminar pukul 17:00 sore. Dan kini waktu sudah menunjukkan pukul 21:00 malam, ia baru saja pulang dari rumah sakit karena ada jadwal operasi.
"Rei...," ujar Kalen yang tengah duduk di ruang tengah sengaja menunggu putranya itu pulang.
Reihan sempat terkejut namun hanya sesaat. Ia langsung menghampiri kedua orangtuanya itu namun ada sesuatu yang membuatnya bingung yaitu tatapan tajam Papinya padanya. Tidak biasanya Papinya bersikap seperti itu padanya.
"Duduk Rei!," ujar Kalen dengan tatapan dingin dan tajamnya.
Dengan patuh Reihan duduk di hadapannya Papinya. Ia melirik pada Maminya yang duduk di samping Papinya tampak diam saja.
"Ada apa Pi?," tanya Reihan yang benar-benar bingung dengan sikap kedua orangtuanya.
"Jelaskan ini Rei!," ujar Kalen memperlihatkan video yang ada di ponselnya.
Reihan menonton video itu, ia tidak menyangka ada yang merekam percekcokan antara Jessi dan Rio serta dirinya tadi pagi di kota B. Dan yang membuatnya geram ternyata video itu sudah diedit seolah-olah ia dan Jessi benar-benar akan menginap di hotel itu.
"Video itu baru di unggah beberapa menit yang lalu Rei, apa maksudnya semua ini Rei?," tanya Kalen.
"Rei...jika kamu sudah serius sama Jessi tidak begini caranya Nak," timpal Dea dengan tatapan penuh kekecewaan.
"Pi, video ini tidak benar. Ini sudah di edit Pi. Aku dan Jessi memang ke hotel itu tapi bukan untuk menginap. Aku meminta Jessi menemani aku untuk melakukan seminar di aula hotel," jelas Reihan.
"Video ini viral Rei. Dan kamu tahu akibatnya kan?," tanya Kalen.
"Pi--
...****************...
Aku skip dulu ya...
"