Dia seorang wanita yang begitu dihormati dalam jalanan bebas harga diri. Dia bisa menjadi wanita yang begitu unik dengan tertawa gila nya. Ia juga Menjalankan tugas dengan berat.
Ini kisah dari Chandrea. Wanita licik dari tempat yang jauh.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Khara-Chikara, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 24
Ketika sudah sampai di kota, Chandrea memarkirkan mobilnya dan mereka keluar. "Kita jalan-jalan mulai dari sini ya," katanya memegang bahu Max yang mengangguk.
Di jalan, Max melihat ada penjual es krim jalanan membuatnya terdiam menatap terus. Chandrea menatap ke arah Max, kemudian dia mengerti. "Kau ingin itu, mari beli," dia memegang tangan Max dan menariknya untuk mereka membeli es krim.
"Kau juga membelinya?" Max terdiam bingung.
"Eheheemmm.... Siapa yang bisa menolak es krim..." balas Chandrea sambil kembali berjalan dan Max mengikutinya di samping nya.
Ketika mereka berjalan dengan memakan es krim itu, mendadak ada dua lelaki yang datang dari arah berlawanan dan salah satu di antara mereka sepertinya tak peduli, bahwa mereka menabrak bahu Max tapi Chandrea mencoba untuk tepat waktu menarik Max. "Hei..."
Memang tidak jadi tertabrak, tapi sedikit tabrakan itu membuat es krim Max terjatuh membuat nya terdiam.
Lelaki tadi juga menoleh melihat. "Kenapa?" dia melirik ke Chandrea tapi tertarik untuk mendekat. "Kau keberatan, seksi?" panggilnya.
"Ehehehemmm.... Aku hanya akan meminta mu untuk berhati hati..."
"Kenapa? Dia putra mu? Dengan lelaki kaya mana kau menikah, seksi?" dia menatap tak senonoh pada Chandrea yang hanya tersenyum kecil. "Eheheemmm... Lakukan itu ketika tak ada anak kecil... Ehehemmm.... Sampai jumpa..." Chandrea akhirnya lebih memilih berjalan pergi menarik tangan Max.
"Apa kau baik-baik saja?" tatap Chandrea.
"Yeah, hanya saja, es krim nya..."
"Aku akan membelikan nya, tunggulah di mobil," Chandrea mengeluarkan kunci mobil dan menyalakan pembukaan kunci, di antara mobil-mobil yang terlihat mahal, ada satu mobil elit yakni milik Chandrea itu.
Dia membukakan pintu untuk Max masuk dan duduk. "Baiklah, tunggulah di sini, aku akan membelinya lagi."
"Kau tak perlu melakukan itu," Max menatap tidak nyaman.
"Hei, ingat pesan Ayah mu..." Chandrea langsung menatap tajam membuat Max terdiam dan menghela napas pasrah.
Lalu Chandrea menutup pintu mobil dan berjalan pergi dari sana, tapi siapa sangka, dia tidak ke penjual es krim yang tadi melainkan ke jalan lain dimana dia menemukan dua orang lelaki tadi yang tengah berdiri di tembok samping gang, dengan tampang arogan mereka yang masih muda, kebetulan menoleh ke Chandrea dan bersiul menggoda.
"Sepertinya dia kembali..."
"Kenapa seksi? Kau mau bermain dengan kita?" mereka langsung berjalan mendekat dengan tenang.
Tapi Chandrea hanya terdiam dan terus berjalan mendekat hingga ketika sudah dekat, mendadak dia menendang kaki atas salah satu lelaki tadi, tepatnya lelaki yang sengaja menabrak Max tadi.
"Akhh!!!" dia langsung terjatuh tapi yang satunya malah lari seperti pecundang meninggalkan teman nya.
Chandrea menatapnya pergi dengan tatapan tajam kemudian menoleh ke lelaki yang masih kesakitan tadi, untuk hal selanjutnya, Chandrea menghubungi seseorang yang langsung di terima membuatnya cukup bicara satu kata saja. "Kemari..."
Seketika ada beberapa orang muncul di antara gang sempit, mereka terlihat sangat mengerikan dan muncul dari bayangan seperti hewan buas yang mengendap mencari mangsa di bayangan. Tatapan mereka hanya menuju ke satu arah yakni Chandrea.
"Bawa dia ke hutan bagian barat, kemudian temukan teman nya, jangan membunuh mereka sebelum aku menyusul," kata Chandrea, tanpa menjawabnya, mereka langsung mengangkat lelaki tadi yang masih kesakitan dan menariknya ke bayangan gang gelap membuat jalanan itu kembali seperti biasa.
Tak beberapa lama kemudian, Chandrea kembali lagi ke mobil dan masuk ke bangku supir sambil memberikan es krim pada Max yang menerimanya. "Terima kasih, tapi kenapa lama sekali?"
"Ehehehemmm kau tahu, antri yang panjang, ini musim panas, mereka pasti suka es krim," balas Chandrea dengan jawaban yang tenang kemudian menjalankan mobilnya.
Malamnya, terlihat di sisi pandangnya lelaki rekan yang tadi di tendang Chandrea, sepertinya dia merasa tidak nyaman dan ketika melewati parkiran mobil, dia masih ingat tadi siang. "Sialan.... Kenapa dia tidak balik balik.... Tidak mungkin wanita itu melakukan nya," ia khawatir pada teman nya tapi ia melihat ada salah satu mobil berwarna hitam dengan pintu tengah terbuka, di sana ada sebuah laptop silver yang bisa saja di ambil, di sana dia memiliki kesempatan licik untuk mengambilnya, pertama melihat sekitar dan kemudian berjalan ke sana, tapi belum sempat mengambil, mendadak ada tangan pria memegang leher belakang nya dan dia merasakan ujung pistol ditodongkan ke punggung belakangnya membuatnya terdiam dan hanya bisa mendengar pria itu berbisik kecil. "Aku punya pistol di sini, ikuti aku dan menurut lah..."
Terpaksa lelaki itu mengangkat kedua tangan nya kemudian diminta untuk membuka bagasi mobil hitam tersebut. "Buka bagasinya dan masuklah."
Hal itu membuatnya patuh dengan tekanan dan membuka bagasinya kemudian masuk, pria itu mengunci bagasi dan mulai menjalankan mobilnya, dia menuju ke hutan selatan yang sangat gelap.
Di sana ada Chandrea yang merokok bersandar di sebuah pohon besar, tubuhnya terlihat ketika cahaya mobil itu menyorotinya kemudian pria tadi keluar membawa lelaki itu yang tampak ketakutan.
Dia terkejut melihat Chandrea. "Dia?! Wanita yang tadi?!"
"Kenapa? Takut?" Chandrea menatap tajam, dia bahkan masih merokok di kejauhan mereka, lelaki itu masih di tahan pria tersebut.
Lalu Chandrea menunjuk sesuatu di bawah, yakni teman nya tadi yang berusaha menggeliat di antara mulut yang tertutup, tangan dan kaki pun juga terikat membuat nya terkejut ketakutan juga.
"Bunuhlah dia atau kau yang mati," kata Chandrea lalu pria suruhan itu memberikan pistol pada lelaki pecundang itu yang di paksa untuk memegang dan mengarahkan nya.
Temannya itu mencoba untuk memohon dengan menggeleng ketakutan.
"Maaf teman... Aku sangat takut," hingga akhirnya dia membunuh teman nya sendiri.
"Ehehemmm.... Ahahahaaaa, dasar payah..." kata Chandrea. "Sekarang buat dua lubang di sana!" tambah perintahnya.
Tapi lelaki itu menggeleng dengan ketakutan. Tetap saja dia tidak bisa menghindar karena pria suruhan itu mencengkram leher belakang nya. "Kau hanya perlu patuh..." lalu mendorong nya untuk mengambil sekop di bawah, dengan gemetar dia menggali dua lubang, sambil melihat mayat teman nya itu, dia bahkan sekarang menangis.
"Lihatlah dirimu, kau seperti kucing kecil yang menangis... Ada apa kucing kecil? Kamu baik-baik saja? Ehehehemmm..." tatap Chandrea.
Ketika sudah selesai menggali dua lubang, Chandrea mengisyaratkan juga untuk mendorong teman nya masuk ke lubang, dia pun melakukan nya demi nyawanya itu.
"Tidak kah kau bertanya tanya kenapa aku meminta mu menggali dua lubang?" Chandrea menatap, tapi di antara tangan nya yang mengulur ke belakang, dia di berikan pistol pada pria suruhan tadi dan di sana lelaki itu baru sadar bahwa lubang satunya memang untuk nya.
Dia melempar sekop itu dan mendadak akan melarikan diri tapi sekali bidikan milik Chandrea, dia menembak kaki lelaki itu.
BANG!!
"Akhhhhh!!!" dia kesakitan bahkan langsung terjatuh tak jauh dari lubang, pria suruhan itu juga sigap menariknya dan masuk ke lubang.
"Kenapa!! Kenapa kau melakukan ini?!" lelaki tadi menatap sambil kesakitan memegangi kakinya yang terus berdarah.
Tanpa menjawab, Chandrea langsung menembak di bagian jantung lelaki itu dan pria suruhan itu langsung mengubur mereka.
Chandrea meninggalkan pria suruhan itu dengan berjalan pergi dari hutan itu karena dia tak peduli, sudah selesai semua bagaimana dia menunjukan dirinya pada mayat yang sudah mati.
Hari berikutnya, Marito mengobrol dengan putranya. "Ayah sudah memilihkan SMP yang aman untuk mu," Kata Marito tapi Max tak peduli dan hanya menatap ke ponselnya.
"Kedepan nya, jika kau di tindas lagi, Ayah akan mengizinkan mu untuk mengadu pada Chandrea saja," tambah Marito seketika Max terdiam bingung.
Hingga hari pertama datang. Tampak di sisi Chandrea ada di tempatnya melihat televisi dengan senyum nya. Lalu dia tertarik untuk ke tempat Max, jadi dia beranjak dan ke sana.
Sesampainya di rumah Marito, dia mengetuk pintu rumah tapi tak ada yang membuka membuat Chandrea tak sabaran dan langsung membukanya, rupanya pintunya tidak terkunci membuatnya terdiam.
Ia mencoba tak peduli dan langsung mencari Max yang rupanya ada di kamar mandi. "Hei..." ia menatap dari pintu melihat Max yang berlutut tampak ketakutan.
"Kupikir aku tidak akan mengalami ini lagi, tapi kenapa intimidasi nya makin sangat parah..." Max bercerita dengan sangat ketakutan, apalagi Chandrea terdiam melihat rambut nya yang berantakan, ia lalu melihat gunting rambut di atas wastafel. "Sepertinya mereka memang harus di beri pelajaran," kata Chandrea sambil menunjukan gunting yang ia bawa.
Hari selanjutnya, Max dengan tekad yang berani datang ke kelas, rambutnya sudah sangat rapi dan tentu saja Chandrea sangat jago menanganinya. Kemudian ada gadis yang duduk paling depan menatapnya. "Hei, itu rambut barumu?" dia menggunakan nada mengejek. "Aku suka sekali.... Ahahaha...." tambahnya yang rupanya dialah penindas Max pertama, mengejutkan sekali dia adalah seorang gadis yang terlihat sombong.
Guru di sana hanya terdiam. "Oke, baiklah, sudah..." dia hanya mengatakan itu dan tidak membela Max layaknya dia tak peduli. Tapi ada yang datang di pintu kelas, yakni Chandrea membuat semua terdiam.
Chandrea memasang wajah datar dan dia mendengar semua ejekan yang lembut tadi, kemudian dia berjalan ke meja gadis tadi yang terdiam menatapnya, Chandrea mendekat dan berlutut. "Hei, cantik... Apakah kau senang memotong rambut orang kemarin? Aku tidak menyangka kau akan memiliki cita-cita menjadi pemotong rambut," Chandrea menatap.
"Nona, apa yang kau lakukan di sini?" Guru di sana mencoba terlibat tapi Chandrea menjadi menurunkan senyum kecilnya dan langsung berdiri, tak hanya itu, mendadak dia memiringkan meja gadis itu membuat gadis itu perlahan ketakutan, dia lalu berjalan ke arah alat pemadam kebakatan yang masih tertancap di dinding, seharusnya itu sangat berat jika asal di tarik.
"Nona!! Apa yang kau lakukan!! Hei!!" Guru mencoba berteriak, tapi Chandrea menunjukan sikap kesalnya dengan membuang benda itu dengan melemparnya ke jendela pinggir kelas membuat yang di luar kelas, tepatnya di lorong menjadi terkejut karena suara kaca pecah dan alat pemadam itu.
Semuanya tampak ketakutan melihatnya, kemudian, Chandrea kembali lagi ke gadis tadi dan menarik kembali mejanya dengan kasar untuk di perbaiki, tampak gadis itu ketakutan.
"Jika kau merusak gaya rambutnya lagi, aku akan melakukan hal yang sama, hanya saja aku akan melemparkan nya ke kepalamu, kau mengerti?" dia menatap tajam membuat gadis itu langsung mengangguk hampir menangis, kemudian Chandrea berjalan pergi.
Max yang melihat itu menjadi tersenyum senang. "Dia sangat keren..."
Seharusnya itu adalah peringatan yang bagus, tapi siapa sangka, gadis tadi menangis sambil berlari ke kelas atas, yakni kelas 3 SMP yang merupakan penguasa, dia menangis langsung masuk ke kelas 3 itu dan menghampiri 3 orang lelaki yang mengobrol dan mereka tampak seperti berandalan.
"Huwa…" gadis itu menangis sangat keras di jam istirahat membuat salah satu lelaki itu menatap lalu berdiri dengan tidak mengerti. "Kenapa?"