Lima tahun lalu, Liliane Lakovelli kehilangan segalanya ketika Kian Marchetti—pria yang dicintainya—menembak mati ayahnya. Dikhianati, ia melarikan diri ke Jepang, mengganti identitas, dan diam-diam membesarkan putra mereka, Kin.
Kini, takdir mempertemukan mereka kembali. Kian tak menyadari bahwa wanita di balik restoran Italia yang menarik perhatiannya adalah Liliane. Namun, pertemuan mereka bukan hanya tentang cinta yang tersisa, tetapi juga dendam dan rahasia kelam yang belum terungkap.
Saat kebenaran terkuak, masa lalu menuntut balas. Di antara cinta dan bahaya, Kian dan Liliane harus memilih: saling menghancurkan atau bertahan bersama dalam permainan yang bisa membinasakan mereka berdua.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Caesarikai, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bertemu Kembali
Ballroom mewah di hotel bintang lima Tokyo, suasana formal penuh dengan pebisnis elite Jepang. Lampu kristal berkilauan, alunan musik klasik lembut mengalun, dan para tamu berdandan elegan dalam balutan jas dan gaun mahal.
Di sudut ruangan, Kian Marchetti, pria Italia dengan setelan hitam sempurna, tengah berbincang dengan pemilik jaringan hotel dan restoran mewah di Jepang. Mereka sedang membahas potensi kerja sama dalam bisnis anggur keluarga Marchetti. Kian benar-benar mencoba meraup banyak koneksi di Jepang dalam upaya melebarkan sayap bisnis legalnya.
Dengan elegan Kian memegang gelas anggur merahnya, matanya menatap tajam pria Jepang berusia akhir lima puluhan yang berwibawa.
Pria itu mengaduk pelan anggurnya, lalu tersenyum tipis. "Keluarga Marchetti dikenal memiliki ladang anggur terbaik di Italia. Aku tertarik, tapi pasar Jepang... memiliki selera yang berbeda."
Kian mengangguk santai, suaranya dalam dan percaya diri. "Aku memahami itu. Masyarakat Jepang lebih menyukai keseimbangan rasa yang halus. Kami bisa menghadirkan varian anggur yang lebih ringan, dengan aroma buah yang lebih lembut. Salah satu produk terbaru kami, Rosso d’Oro, memiliki karakteristik seperti itu."
Pria itu mengangguk pelan, mempertimbangkan. "Itu menarik. Tapi bagaimana dengan distribusi? Kita tahu, monopoli dari merek-merek Eropa tertentu cukup kuat di sini."
Kian terlihat menyesap anggurnya sebelum menjawab dengan tenang. "Aku sudah menyiapkan strategi distribusi melalui kemitraan dengan beberapa restoran dan bar eksklusif di Tokyo. Selain itu, Marchetti Wines akan bekerja sama dengan Titanium Industries dalam ekspor dan distribusi."
Mendengar itu, pria Jepang tersebut terlihat menaikkan alis sedikit, ia cukup terkesan.
"Titanium Industries? Itu perusahaan yang dulu milik John Lakovelli, bukan?"
Ekspresi Kian tetap tenang, tapi ada kilatan tajam di matanya. "Benar. Dan sekarang berada di tanganku sepenuhnya."
Pria di depannya tersenyum samar, mengangkat gelasnya sedikit. "Menarik. Aku ingin melihat bagaimana strategimu berjalan. Jika semuanya sesuai ekspektasi, aku akan mempertimbangkan kerja sama lebih lanjut."
Kian pun mengangkat gelasnya sebagai tanda penghormatan. "Aku akan memastikan kau tidak menyesal nantinya."
Saat percakapan semakin serius, tiba-tiba ada suara langkah kecil berlari di dekat mereka. Seorang bocah laki-laki dengan jas kecil berwarna biru navy tampak berlari di antara tamu, terlihat begitu polos di tengah ruangan yang penuh dengan orang dewasa.
Tanpa sengaja, bocah itu tersandung bagian karpet yang terangkat. Ia hampir jatuh, tetapi sebelum tubuh mungilnya menyentuh lantai, Kian refleks menangkapnya.
Kian menatap bocah itu dengan sedikit terkejut, lalu berbicara dengan nada rendah. "Hati-hati, piccolo. Kau hampir jatuh."
Saat anak laki-laki itu mengangkat kepalanya, tatapan mereka bertemu. "Kin?"
Benar, dia adalah Kin. Anak laki-laki yang menyelinap ke ruangan VIP di restoran Notte d'Oro tempo lalu.
"Grazie, Paman Kian!" seru Kin dengan riang seolah ia baru saja memenangkan lotre.
Kian tersenyum hangat, perasaan aneh menjalar di dadanya. Darahnya berdesir halus, dan entah mengapa ia merasa senang dapat bertemu lagi dengan Kin.
"Hai!" sapa Kian dengan senyum lebar yang tak pernah ia tunjukkan pada siapapun sebelumnya—Liliane masuk dalam pengecualian.
"Akhirnya Kin bertemu Paman Kian lagi!" pekik Kin senang.
"Dengan siapa kau ke sini? Apakah kau kehilangan orang tuamu?" tanya Kian saat menyadari Kin yang hanya seorang diri di antara kerumunan orang-orang dewasa.
Kin terlihat menoleh ke kanan dan ke kiri, seolah sedang mencari seseorang. "Aku datang bersama Mommy dan Bibi Nanami, namun aku kehilangan mereka." Ucap Kin sedikit putus asa.
Kian berlutut, menjajarkan tubuhnya agar setara dengan tinggi Kin. Kedua tangannya memegang lengan Kin. "Siapa nama keluargamu? Paman akan bantu mencarikan ibu dan bibimu."
Kin hendak menjawab, tetapi sebelum kata-kata itu keluar, seorang bodyguard berpakaian formal mendekat dengan ekspresi tegas.
Kian melirik pada bodyguard tersebut, matanya tak sengaja melihat pada leher samping pengawal tersebut yang menampilkan sedikit tato. Kian merasa familiar dengan tato tersebut.
Pengawal tersebut membungkuk sedikit pada Kian, lalu menoleh pada Kin. "Tuan muda, Nona sedang mencarimu."
Kin tampak sedikit kecewa, tapi ia masih tersenyum pada Kian. "Sepertinya aku harus pergi, Paman."
Tanpa sadar Kian menghela napasnya. "Baiklah. Sampai berjumpa lagi, Kin ..."
"Tidak, aku suka kau memanggilku dengan sebutan Piccolo! Itu terdengar manis ..." ucap Kin yang disambut kekehan oleh Kian.
Dia mengangguk. "Baik, Piccolo. Aku akan memanggilmu begitu."
Kian melambaikan tangannya untuk salam perpisahan. Namun, Kin berbisik dengan riang. "Namaku—"
Sebelum ia sempat menyelesaikan kalimatnya, bodyguard dengan halus menariknya pergi. Kian menatap punggung kecil bocah itu yang semakin menjauh. Lalu, tanpa sadar, hatinya terasa sedikit kosong.
Ashley menghampirinya, dia baru saja kembali dari toilet. "Signore ..." panggilnya pada Kian yang terlihat sedang menatap lurus ke depan, tak menyadari keberadaannya.
Kian menoleh, kemudian berbicara dengan suara tenang. "Beritahu Adam untuk mencaritahu tentang Kin. Aku curiga dia memiliki hubungan dengan Takeshi, karena pengawal Takeshi yang membawanya pergi."
Benar, Kian tak mungkin salah mengingat. Meski tato di leher bagian samping itu hanya terlihat sedikit, tapi Kian mengenalnya dengan sangat baik. Itu adalah tato phoenix api biru, tato para pengawal Takeshi.
Kian mengetahui itu saat dia ditolong oleh Takeshi dan dibawa ke rumah tradisional pria tua itu. Anak buah Takeshi-lah yang menjahit luka di punggungnya, dan ia dapat melihat tato yang sama di punggung tangan anak buah Takeshi itu.
Namun, saat Adam bertemu dengannya. Tangan kanan Kian itu justru menyampaikan hal yang tak pernah terpikir olehnya. "Tidak ada data apapun tentang Kin, Signore."
Kedua mata Kian membola terkejut. Bagaimana mungkin itu bisa terjadi?
"Satu pun informasi?" tanya Kian lagi untuk memastikan.
Sementara Adam mengangguk. "Ya, Signore. Satu pun tidak ada. Bahkan wajahnya tak terdeteksi dimanapun. Seluruh data Kin sepertinya dirahasiakan rapat-rapat oleh seseorang."
Kian menegang. Mengapa Takeshi gemar menyembunyikan keluarganya?[]
***
seruny......
nyesel klo g baca karya ini