Seorang penulis pemula yang terjebak di dalam cerita buatannya sendiri. Dia terseret oleh alur cerita yang dibuatnya, bahkan plot twist yang sama sekali tak terpikirkan sebelumnya. Penasaran kelanjutan cerita ini? Ikuti lah kisah selengkapnya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Shan_Neen, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 8
Jam makan siang sudah usai. Marlin nampak berjalan menuju lift dengan terburu-buru. Namun si*lnya, lift terlalu penuh hingga membuatnya harus menunggu.
Saat dirinya tengah menunggu, tiba-tiba seseorang datang dari arah belakang, dan berdiri berdampingan dengannya.
Marlin pun menoleh dan seketika dia terkejut dan hampir melompat mundur.
OH MY GOD! Pekiknya dalam hati.
Matanya membola, menatap sosok yang kini berada tepat disampingnya.
Sadar dirinya tengah dilihat dengan begitu intensnya oleh seseorang, orang itupun menoleh dan membuat Marlin sontak menunduk dalam-dalam.
Ethan... dia ada disampingku. Ini benar-benar dia. Oh... Tuhan. jantungku seperti akan melompat, batin Marlin.
“Apa kau dari divisi desain?” tanya Ethan tiba-tiba.
“Hah... a... i... iya,” sahut Marlin tergagap mendapat serangan tiba-tiba.
Bagaimana dia tahu? Tanyanya dalam hati.
“Maaf, aku melihat ID card mu,” ucap Ethan, sembari menunjuk kalung ID yang Marlin pakai dilehernya.
Dia seolah tau gadis itu bertanya-tanya dalam hati.
“Oh... ahahaha... Anda benar. Tentu saja ID card,” ucap Marlin.
Saat keadaan semakin kikuk, pintu lift terbuka dan beberapa orang keluar dari dalam sana, membuat Marlin memisahkan diri dari Ethan, yang juga menyingkir di sisi satunya.
Setelah semua turun, keduanya bersama karyawan lain hendak masuk. Ethan dipersilahkan masuk lebih dulu, sementara Marlin yang ingin menyusul, justru terus didahului yang lain.
Bahunya terus disenggol hingga berkali-kali nyaris jatuh, dan akhirnya buku yang ia bawa terlepas dari tangannya dan jatuh ke lantai lift, masuk di antara kaki orang-orang.
“Bukuku,” pekiknya.
Baru saja Marlin hendak masuk, alarm kelebihan muatan berbunyi kembali, dan terpaksa Marlin mundur, membiarkan buku catatannya hilang.
“Ah... benar-benar si*l,” keluh Marlin di depan pintu lift yabg kembali tertutup.
Dengan kesal, Marlin kembali menunggu, dan kali ini dia berdiri paling depan.
Bahkan saat lift datang dan orang-orang turun dari sana, dia tetap berdiri bagai patung yang tak mau menyingkir.
Marlin pun masuk lebih dulu, dengan kedua lengan yang terlipat di depan dadanya.
Marlin pun akhirnya tiba di lantai delapan belas, tempat meja kerjanya berada.
“Darimana saja kau? Kenapa sangat lambat kembali dari makan siang?” cecar senior Marlin yang terus menerus mencari masalah, Lusy.
“Liftnya selalu penuh, dan aku kesulitan untuk naik,” jawab Marlin malas.
Dia pun berjalan hendak melewati senior itu. Namun, lagi-lagi dia dicegah dengan sebuah map.
“Dokumen ini berisi bahan-bahan yang akan digunakan dalam proyek kita. Kau pergilah ke gudang, dan periksa apakah stoknya masih ada atau tidak,” perintah Lusy.
“Apa? Aku? Kenapa tidak kau telepon saja bagian gudang. Mereka pasti punya datanya bukan,” jawab Marlin berani.
“Wah... kau benar sekali. Tapi sayangnya, telepon disana sedang rusak. Periksa saja kalau tak percaya,” sahut Lusy, sembari mengangkat sebelah sudut bibirnya.
Dia kembali menekan bahu Marlin dengan map tersebut, dan segera diraih dengan kasar oleh gadis itu.
"Laporkan malam ini juga, karena itu akan dipakai minggu depan. Jadi pastikan semua stok aman. Mengerti,” lanjut Lusy.
Senyum menang pun muncul di wajah si senior, sementara Marlin menatapnya dengan tajam dan tanpa berkedip.
...🐟🐟🐟🐟🐟...
“Permisi, perkenalkan saya Marlin Yang. Saya dari divisi desain tim 4. Apa saya bisa mengecek persediaan di gudang ini?” tanya Marlin.
“Ah... Saya Howard. Tapi, kenapa anda datang sendiri kemari? Bukankah kalian biasa menelpon dari atas?” tanya petugas gudang tua balik.
Si*l. Sudah kuduga dia itu pembohong. Harusnya tadi kutantang saja terus. Benar-benar si*l, batin Marlin kesal.
“Kebetulan saya karyawan baru. Jadi ada baiknya saya menyapa kalian juga. Mohon kerjasama kedepannya,” jawab Marlin mencoba setenang mungkin.
“Saya terkesan dengan hal itu. Jarang sekali ada karyawan dari divisi desain yang se humble anda. Mari silakan masuk,” seru, Howard, si penjaga gudang.
Dia pun mengajak Marlin masuk ke kantornya. Dia mempersilahkan gadis itu untuk duduk, dan menyuguhkan secangkir teh.
“Boleh saya lihat daftarnya?” tanya Howard.
Marlin pun menyerahkan map dari Lusy kepada pak tua itu. Dia kemudian beranjak dan pergi menuju ruang penyimpanan.
“Biar saya bantu, Tuan,” tawar Marlin.
“Tidak perlu. Ini sudah menjadi pekerjaan saya. Lagi pula, tidak akan butuh waktu lama. Anda duduk saja di sana,” ucap si penjaga gudang.
Dia pun menghilang dibalik pintu, dan menjalankan tugasnya.
Namun, baru beberapa saat terdengar suara gaduh dari dalam, dan hal itu pun membuat Marlin segera beranjak dari duduknya untuk memeriksa.
Benar saja, Howard tengah dalam kesulitan. Dia terjatuh dari tangga, hingga beberapa barang didekatnya ikut berjatuhan dan rusak.
“Anda tidak apa-apa, Tuan?” tanya Marlin khawatir.
“Ah... pinggangku,” ucap penjaga gudang, sembari memijat pinggangnya sendiri.
“Mari saya bantu anda untuk kembali, Tuan,” tawar Marlin.
“Baiklah,” sahut penjaga gudang.
Gadis itu pun memapah pria tua yang malang tersebut kembali ke kantornya.
“Maafkan saya. Anda jadi harus mengeceknya sendiri,” ucap Howard.
“Tak apa. Sejak awal saya memang diperintahkan untuk memeriksa sendiri. Anda beristirahatlah, atau mungkin perlu pergi ke klinik?” tanya Marlin.
“Tidak perlu, Nona. Saya istirahat disini saja. Sebentar lagi saya juga harus bertukar shift,” ucap Howard.
Marlin pun mengiyakan, dan meminta ijin untuk masuk ke ruang penyimpanan.
Dia melihat betapa berantakan disana.
“Baiklah, Marlin. Anggap saja kau sedang membantu sesama, bukan sedang dikerjai si Lusy si*lan itu,” gumam Marlin pada dirinya sendiri.
Bersambung▶️▶️▶️▶️▶️
Jangan lupa like, komen, rate dan dukungan ke cerita ini 😄🥰