Dua kali gagal menikah, Davira Istari kerapkali digunjing sebagai perawan tua lantaran di usianya yang tak lagi muda, Davira belum kunjung menikah.
Berusaha untuk tidak memedulikannya, Davira tetap fokus pada karirnya sebagai guru dan penulis. Bertemu dengan anak-anak yang lucu nan menggemaskan membuatnya sedikit lupa akan masalah hidup yang menderanya. Sedangkan menulis adalah salah satu caranya mengobati traumanya akan pria dan pernikahan.
Namun, kesehariannya mendadak berubah saat bertemu Zein Al-Malik Danishwara — seorang anak didiknya yang tampan dan lucu. Suatu hari, Zein memintanya jadi Ibu. Dan kehidupannya berubah drastis saat Kavindra Al-Malik Danishwara — Ayah Zein meminangnya.
"Terimalah pinanganku! Kadang jodoh datang beserta anaknya."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hernn Khrnsa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
MIPPP 21 — Kebahagiaan Kecil
Malam harinya, Ravindra dan Karina beserta yang lainnya pamit untuk pulang dan kembali ke kota. Karina sebenarnya ingin sekali langsung memboyong Davira pulang dan memperkenalkannya kepada teman-temannya, namun ia ingin memberi waktu selama beberapa hari bagi Davira dan Rika untuk saling bertukar kasih sayang.
Bagaimana pun, meski Davira telah resmi menjadi menantunya, perempuan itu tetaplah milik ibunya. Karina tentu saja tak boleh egois, ia tersenyum dan memeluk menantunya itu dengan penuh kasih sayang.
"Mama akan menunggumu di rumah ya, jaga diri baik-baik. Kabari Mama kalau ada sesuatu," pesannya sebelum memasuki mobil. Berbalik menatap Kavindra, ia berkata, "Jaga menantu dan cucu Mama dengan baik!"
"Iya, Ma. Hati-hati di jalan," sahutnya sambil tersenyum kemudian memeluk sang ibu dengan erat. Kavindra tak ikut pulang, ia akan bersama dengan Davira dan Zein selama beberapa hari di sini.
"Grandma, hati-hati di jalan, ya. Kalau uncle nakal cubit aja," celetuk Zein yang berada di samping Davira.
Perempuan itu tersenyum, "Hati-hati, ya, Ma. Kabari Davira kalau sudah sampai rumah."
Karina mengangguk, melambaikan tangan sebagai tanda perpisahan kemudian mulai memasuki mobil. Davira turut melambai, mengantar kepergian ibu mertuanya hingga mobilnya tak lagi terlihat.
"Mas," panggil Davira, berbalik menghadap Kavindra. Pria itu menoleh. "Maaf, ya. Karena aku Mas jadi harus tinggal di sini," katanya berbisik.
"Sudah, jangan dipikirkan, tengok ibu dulu. Mas ke masjid, ya, salat isya," katanya kemudian bergegas mengajak Zein untuk ke masjid bersamanya.
Davira mengangguk, mencium punggung tangan sang suami, kemudian berbalik menghadap Zein. Anak kecil itu tersenyum, lantas mencium pipi Davira, membuat mata Kavindra membola. Zein sudah mengambil jatahnya lebih dulu.
Selepas suami dan anaknya itu berjalan ke masjid, Davira menghampiri kamar sang ibu untuk melihat keadaannya. "Ibu?" panggilnya pelan, takut sang ibu sudah terlelap.
Rika menggeliat dari posisi berbaringnya dan duduk bersandar pada dipan. "Ibu mertuamu sudah pulang? Maaf, ya, Nak."
"Ibu berbaring saja, kepala ibu bagaimana? Apa masih terasa sakit? Kalau masih sakit kita berobat saja, Bu." Davira tampak cemas dengan kondisi sang ibu.
Tadi siang, Agus kembali datang merusuh. Dengan berteriak-teriak ia mengacaukan pesta pernikahan, Rika yang tak mau acara pernikahan itu hancur oleh tingkahnya Agus, berdiri menantang pria mabuk itu yang malah berujung dipukul hingga Rika tersungkur membentur meja.
Beruntung luka yang diterimanya tak terlalu serius, hanya sedikit lebam, sehingga tidak memerlukan perawatan yang serius di rumah sakit. Tapi, tetap saja Davira khawatir.
Hingga pada akhirnya, Kavindra terpaksa memanggil polisi untuk mengamankan Agus untuk sementara waktu. Demi berjaga-jaga, Kavindra dan Zein memutuskan untuk tinggal di desa selama beberapa hari sampai keadaan Rika benar-benar dipastikan sehat.
"Ke mana suamimu?" tanya Rika kemudian, sambil memegangi kepalanya yang terasa pusing.
"Ke masjid, Bu. Sama Zein, mau salat Isya katanya," jawab Davira lembut. Tangannya bergerak membuka laci dan mengambil kotak obat. "Minum dulu obatnya, Bu."
"Kapan kamu akan pulang ke rumah mertuamu, Nak? Maafkan ibu, ya, gara-gara ibu kamu jadi harus tinggal di sini, padahal kamu baru saja menikah," ucap Rika lagi merasa bersalah.
Davira menggeleng, "Jangan terlalu dipikirkan, Bu. Mama Karina juga kan sudah setuju dan tidak apa-apa kalau Davira di sini. Mas Kavindra dan Zein juga tidak keberatan."
"Lagipula sudah kewajiban Davira untuk merawat Ibu," tambah Davira lagi sambil menyerahkan satu kaplet obat untuk diminum Rika beserta air minumnya.
"Tapi tetap saja, Nak. Zein dan ayahnya itu kan terbiasa tinggal di kota, apakah bisa tidur dengan nyenyak di sini?"
"Semoga saja, Bu. Nanti Davira pasang kipas anginnya dua biar mereka tidak kepanasan," kata Davira enteng. "Sudah, lebih baik Ibu tidur lagi, ya."
Mematikan lampu kamar tidur ibunya, Davira beranjak dari sana. Mengambil wudhu, ia berniat untuk melaksanakan salat Isya sebelum suami dan anaknya pulang. Ada sesuatu hal yang harus Davira bicarakan segera.
Dengan khusyuk Davira melaksanakan salat Isya lengkap dengan sunnah rawatib-nya. Baginya, salat bukan hanya rukun-rukun yang harus ditunaikan tetapi juga sarana paling mudah untuk bertemu dengan Sang Pencipta.
Usai salam, Davira menengadahkan tangan, meminta pertolongan dan perlindungan sekaligus bersyukur atas karunia Allah yang tak terhingga dalam hidupnya.
Tak lama berselang, suara salam terdengar dari pintu utama. Davira bergegas melepas mukena dan membukakan pintu. Namun, ketika melihat dua orang di depan pintu, Davira sangat panik.
Melihat Davira, tangis Zein semakin pecah. "Mamaaa, sakit!" seru anak kecil itu dalam gendongan sang ayah. Ia meronta, meminta digendong Davira.
"Ya Allah! Zein kenapa, Mas? Kok bajunya kotor semua?" tanyanya dengan panik, mengambil Zein dalam gendongan Kavindra. Mengusap-usap kepala anak kecil itu untuk menenangkan tangisnya.
Alih-alih menjawab, Kavindra justru terkekeh geli. "Tadi jatuh terpleset waktu pulang dari masjid. Gak ada yang luka, kok, Mas sudah lihat. Cuma mungkin kaget saja anaknya," terang Kavindra.
Berjalan masuk ke dalam sambil meledek Zein. Yang sebenarnya terjadi adalah, Kavindra mencandai anaknya dengan berlari meninggalkan Zein di belakang. Zein yang ketakutan justru berlari tanpa melihat jalan sehingga kakinya tersandung batu dan jatuh tersungkur ke tanah becek.
"Papa jahat, Ma. Papa mau tinggalin Zein di masjid!" adu Zein pada Davira. Bibirnya mengerucut sambil menunjuk ke arah Kavindra yang tengah menahan tawa.
Perempuan itu menggelengkan kepala menatap Kavindra yang ternyata sangat usil pada anaknya sendiri.
"Papa yang jahat? Oh, ya ampun, kasihan anak Mama. Kita ganti bajunya dulu, yuk?" ajaknya sambil menggandeng tangan Zein untuk berganti baju. Meninggalkan Kavindra di sana.
Tak lama dari itu, Zein sudah berganti baju dengan baju tidurnya. "Kata Mama, Papa harus tidur di luar!" seru Zein, melipat kedua tangannya di depan dada.
Kavindra yang tengah mengecek ponselnya itu lantas berbalik menatap Zein. "Mana mungkin Mama membiarkan Papa tidur di luar, Zein kayaknya yang harus tidur di luar biar gak ganggu Mama sama Papa!"
Zein semakin jengkel dibuatnya, "Papa gak boleh dekat-dekat sama Mama Zein!" serunya, kali ini dengan berkacak pinggang.
Sungguh, Kavindra rasanya ingin tertawa sekarang juga. Kenapa ia baru tahu bahwa anaknya selucu itu?
"Boleh dong, kan Mama Zein itu istrinya Papa. Jadi, Papa boleh dekat-dekat, Zein yang seharusnya jangan dekat-dekat sama istri Papa," ejek Kavindra lagi yang malah membuat Zein merengek.
Davira yang tengah di dapur membuat kopi itu langsung berlari ke ruang tamu. "Kenapa lagi, Mas? Kenapa Zein menangis lagi?" tanya Davira panik. Ia selalu saja khawatir saat mendengar tangisan Zein.
Meraih Zein dalam dekapannya, Davira berusaha untuk menenangkan anak kecil itu dengan bujukan-bujukan kecil. Kavindra yang melihat itu seketika merasa terharu. Seharusnya, sejak lama ia memberikan Zein seorang ibu yang penyayang seperti Davira.
"Maaf, Papa minta maaf, ya?" kata Kavindra akhirnya setelah melihat lirikan mata Davira yang mengisyaratkan dirinya untuk segera meminta maaf.
"Papa tidur di luar!" kata Zein dengan berkacak pinggang, membuat Kavindra dan Davira tertawa bersamaan. Merasa lucu dengan tingkah anak kecil itu.
•••
Kebahagiaan kadang datang dari hal-hal sederhana yang tidak kita sadari.
wah wahhh/Facepalm/
kemaren queen terinspirasi dri nama Selina dipelesetin jdi Selena, skrg Selina lgi di sni, ada magnet juga nn ni weh/Proud//Proud/
ANAKKU, SAINGANKU
/Facepalm//Facepalm//Facepalm/