Berperan sebagai ayah dan ibu sekaligus tak membuat Mario Ericsson Navio kewalahan. Istrinya pergi meninggalkan dirinya dengan bayi yang baru saja dilahirkan. Bayi mereka ditinggalkan sendirian di ruang rawat istrinya hingga membuat putrinya yang baru lahir mengalami kesulitan bernapas karena alergi dingin.
Tidak ada tabungan, tidak ada pilihan lain, Mario memutuskan pilihannya dengan menjual rumah tempat tinggal dia dan istrinya, lalu menggunakan uang hasil penjualan untuk memulai kehidupan baru bersama putri semata wayang dan kedua orang tuanya.
Tak disangka, perjalanannya dalam mengasuh putri semata wayangnya membuat Mario bertemu dengan Marsha, wanita yang memilih keluar dari rumah karena dipaksa menikah oleh papinya.
“ Putrimu sangat cantik, rugi sekali pabriknya menghilang tanpa jejak. Limited edition ini,” - Marsha.
“Kamu mau jadi pengganti pabrik yang hilang?”
Cinta tak terduga ! Jangan lupa mampir !
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon dlbtstae_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kelakuan Narel
Beberapa bulan telah berlalu, Maureen kini berusia enam bulan. Bayi itu terlihat sangat montok seperti kue yang mengembang.
Pagi ini bayi itu berada dalam gendongan Rea. Keduanya berjemur di atas terik matahari pagi. Maureen mengenakan kacamata hitam untuk menghalau cahaya yang masuk ke matanya.
“Panas ya nak ? Mama Rea bawa kamu masuk ya, biar nggak gosong. Ntar ayahmu marah hehe… “.
“ Rea !”.
“Ya, bu. Ibu mau kemana ?” tanya Rea bingung.
“Ibu mau ke pasar dulu. Mau beli bahan buat masak tadi ibu nggak sempat ke pasar.”
“Ibu pergi sendiri ?” ucap Rea bingung. Biasanya Mario akan mengantar ibunya belanja. Tapi pria itu tak nampak sekalipun membuat Rea bingung.
Vion mengangguk. “Mario sudah pergi bekerja,”. Kini giliran Rea yang mengangguk. Setelah berbincang sebentar, Rea membawa Maureen masuk ke dalam rumah mereka. Putranya sebentar lagi pulang sekolah. Sehingga dia bisa menitipkan Maureen kepada Barra.
Sementara itu, di ruang kelas Barra, anak laki-laki itu dihampiri oleh teman-temannya.
“Balla, Balla… “
“Apa ? Lagi nda mood ni di tanya-tanya !” ketus Barra yang menjatuhkan kepalanya di atas meja.
“Balla kemalin yang di gendong mama kamu itu anak na ciapa ?”.
“ Eh ! Balla punya adik lagi? Bukanna kemalin cudah dikubul ya ??” serobot yang lain.
Barra yang mendengar itu menghembuskan nafas kesal. Dia terlihat kesal saat teman-temannya membicarakan tentang Maureen.
“Benel, kemalin aku liat bibi Lea gendong bayi pelempuan. Gemoy sekali macam kue mochi !” tutur anak perempuan yang terlihat gemoy.
“Ndaaa yaaa, dedek Ilen bukan mochiiii !!” sentak Barra kesal.
“Tapi benelkan milip mochi ??? Lady nda bohong kok !” seru Glady Anggara.
“Cudahlah, nda ucah kepo kalian cemua !!”.
Tringggggg !!! Lonceng berdering, tandanya aktivitas anak sekolah PAUD sudah selesai. Barra dengan cepat memasuki barang-barangnya ke dalam tas biru.
Wali kelas Barra, menyiapkan anak-anaknya untuk pulang. Dia meminta salah satu muridnya untuk memimpin doa setelah itu meminta mereka untuk berbaris seperti biasa.
“Dedek bang balla pulang !!! Tapi abang beli jajan dulu, bial kita mam baleng hihi !” ucap Barra dalam hati. Dia berjalan menuju salah satu jajanan yang menurutnya sangat enak.
Namun, tatapannya tak sengaja melihat mainan lucu. “ Dedek Ilen pasti suka,” ucap nya senang dan berbelok membeli mainan untuk Maureen.
Setelah membeli mainan untuk Maureen, Barra bergegas pulang ke rumah dengan senandung ria.
Di sisi lain, Marsha tengah bekerja. Dia bekerja sebagai office girl di sebuah perusahaan kecil yang baru beberapa bulan ini dibuka. Dia bekerja dengan rajin. Gajinya belum seberapa tapi bisa mencukupi kebutuhannya.
Hidupnya jauh dari kata mewah tapi tak membuat Marsha patah semangat. Dia juga mendapatkan uang dari kakaknya dan beberapa kali kakaknya datang untuk melihat keadaan adiknya seperti sekarang ini.
Kakaknya Marsha tengah berada di kosan adiknya. Dia merasa takjub dengan kemandirian adiknya yang warbiasa.
“Sungguh papi terlalu b*d*h jika mau mengikut kemauan gayung hitam itu. Ck ! Bahkan aku saja nggak betah dirumah. Apalagi Marsha yang terbiasa manja dengan papi,”.
*
*
*
*
*
“DEDEK ILEEEEEENNNNN, BANG BALLA DATANG NIIIII !!” teriak Barra heboh sambil menenteng plastik mainan yang dibeli dari sekolah.
“Wahhh, abang Barra pulang dek. Yok, kita ke depan !” ajak Rea. Ia membawa bayi cantik itu keluar rumah. Terlihat Barra sedang membuka tali sepatunya membelakangi pintu masuk.
“Abang beli apa ?” tanya Rea saat atensinya melihat kresek berwarna zebra.
“Abang beli mainan buat dedek Ilen, mama”
Mendengar perkataan putranya membuat hati Rea menghangat. Dia tak menyangka jika Barra sangat menyayangi Maureen yang notebone hanya adik persusuan. Bahkan mendengar Maureen menangis, Barra bergegas ke rumah orang tua Mario untuk menenangkan Maureen yang menangis.
“Waahhhhh, mainan apa itu ?” tanya Rea penasaran. “Liat dek, abang Barra bawa mainan untuk dedek,”.
Bayi berusia enam bulan itu tertawa girang bahkan tawanya membuat Barra tersenyum malu. Barra menenteng sepatunya dan membawanya masuk ke dalam rumah diikuti Rea dan Maureen. Sementara Vion yang masih berada di pasar tengah melihat-lihat daging ayam.
Di perusahaan, Mario tengah berdiskusi dengan ayahnya. Ya, Mario telah berhasil membangun sebuah perusahaan bermodalkan uang penjualan rumah mereka. Untungnya asisten Mario yang dipilih sahabat Mario memiliki pengetahuan dalam berbisnis sehingga dia dapat membantu Mario dalam urusan bisnis.
“Tuan, ini amplop surat perceraian anda dan nona Dea.” seru Asisten Ken menyerahkan amplop coklat kepada Mario.
Tiga bulan yang lalu, Dea mendatangi rumah orang tuanya setelah tahu jika tempat tinggal mereka dulu sudah dijual oleh Mario. Hal itu membuat Dea marah besar.
“Kenapa rumah kamu jual tanpa sepengetahuan aku, Rio !! Barang-barangku masih ada disana !!” teriak Dea emosi.
“ Barangmu ? Semua yang kamu punya itu milikku ! Aku membelikannya menggunakan hasil keringatku sebagai karyawan toko. Ingat ! Selama kita nikah, kamu tidak memiliki uang sepeserpun !”.
“Kauuuu !!!” teriak Dea kesal.
“Tanda tangan surat perceraian kita, setelah itu pergilah jangan pernah tampakkan wajahmu lagi !!” Mario melemparkan surat perceraian di hadapan Dea yang terlihat sangat marah.
Dea mengambil surat itu dan tanpa pikir panjang dia langsung menandatangani. “Kau benar-benar b4jing4n Rio !!! Tega kamu menjual semua barangku !”.
“ Jangan meng4t4i putraku ! Cepat pergi dari sini !!” bentak Vion tak terima putranya di kata-katai.
“Tanpa diusir pun, aku juga tidak mau berlama-lama di gubuk tua ini !” hin4 Dea tanpa malu.
Setelah menandatangani surat cerai. Dea langsung pergi tanpa menanyakan keberadaan Maureen. Hal itu semakin membuat Mario merasa kecewa.
“Bahkan di akhir pertemuan pun, kamu nggak berniat menanyakan keadaan putri kita, Dea..” lirih Mario menatap surat perceraian di atas meja.
Melihat putranya melamun, Narel menepuk pundak Mario hingga membuat pria itu tersentak kaget.
“Ayah…,”
“Sekarang statusmu sudah resmi menjadi duda. Jangan terlalu dipusingkan. Ayah dan ibu selalu ada untuk kamu dan Maureen..”.
“Ayah…” Mario langsung memeluk tubuh renta ayahnya. Berkat dukungan ayah dan ibunya, Mario bisa mendirikan perusahaannya dibantu sahabat Mario dan Asisten Kai.
“Kalau begitu, ayah pulang dulu. Ayah kangen sama cucu ayah. Nanti mau ayah bawa pergi mancing hehe, lumayan bawa Iren nggak perlu bayar ..” ucap Narel memanfaatkan cucunya untuk mancing gratis di empang.
“ Nggak ayah ! Nanti Iren digigit nyamuk lagi ikut ayah ke empang !”. Tolak Mario.
“Ck ! Pelit amat ! Pokoknya ayah bawa Iren ! Bye !” seru Narel terkekeh lucu bergegas keluar sebelum putranya itu meneriaki dirinya.
“Marsha !!!”. Merasa namanya dipanggil, gadis itu menoleh. Terlihat rekan kerjanya mendorong troli alat kebersihan.
“Ayo, kita bersihkan ruang rapat. Satu jam kedepan bos akan rapat !” ucap gadis itu.
“Oh ya sudah ayo !” kata Marsha semangat.
Keduanya pun pergi ke ruang rapat dan langsung membersihkan ruangan tersebut sebelum rapat dimulai. “ Ruangannya kecil banget, kecil dari ruang rapat papi “ ucap Marsha dalam hati.
Satu jam kemudian, beberapa pebisnis datang ke perusahaan Mario. Seperti biasa, Asisten Kai menghandle rapat tersebut karena Mario enggan menampilkan dirinya dalam waktu dekat, biarlah dia bekerja di balik layar sampai dirinya benar-benar siap untuk tampil dihadapan banyak orang.
Tanpa Marsha sadari seorang pria paruh baya menatapnya tajam. Dia sangat kesal melihat Marsha yang bekerja sebagai cleaning service.
“Sangat memalukan !”.
...***...
Jangan lupa dukungannya ya🤗🤗