Mereka bertemu dalam tujuan masing-masing. Seperti kata temannya dalam hubungan itu tidak ada perasaan yang dipertaruhkan hanya ada profesionalitas semata.
Bersama selama tujuh bulan sebagai pasangan suami-istri palsu adalah hal yang mudah pikir mereka. Tapi apakah benar takdir akan membiarkannya begitu saja?
"Maksudku. Kita tidak mudah akur bukan? kita sering bertengkar dan tidak cocok."
"Bernarkah? tapi aku merasa sebaliknya."
***
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Karangkuna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
24. Pria Itu Kembali
Baswara bangun dan menyadari ada sesuatu yang hilang di sampingnya ia tidak menemukan wanita itu, Ia pun bangun sembari memasang kembali kaosnya menuruni tangga untuk mencari istrinya.
Tidak ada siapapun, namun ia menemukan sebuah kertas catatan yang ditempelkan di atas meja:
"Aku ada urusan mendadak, habiskan sarapanmu sebelum pergi'"
Ia cukup penasaran tentang urusan Kani itu namun senyumnya perlahan mengembang ketika melihat makanan yang tertata di atas meja.
***
Sementara itu di tempat lain terlihat Ale mondar-mandir sedari tadi mencoba menghubungi seseorang lewat ponselnya namun tak kunjung dijawab, ia pun lantas masuk ke dalam sebuah kamar menghampiri ibunya yang sedang duduk di samping anak perempuannya yang terlihat lemah.
"Dia tidak menjawab teleponku," ucapnya pada sang ibu.
"Pria itu benar-benar sudah tidak peduli lagi," balas ibunya dingin.
"Bisakah kita hentikan ini, dia sudah punya kehidupan yang lain bu."
"Lalu bagaimana dengan putriku?"
Tiba-tiba terdengar suara pintu terbuka dan masuklah seorang wanita dengan wajah yang khawatir.
"Eva, bagaimana keadaannya?" tanya wanita yang barusan masuk.
"Sangat lemah. Aku menemukannya pingsan di kamarnya tadi pagi."
"Apa dia sudah dihubungi?"
"Dia tidak menjawabnya," ucap Ale singkat lalu berjalan keluar dari ruangan itu untuk mencari udara segar.
"Anak itu! Biar aku yang mengurusnya, sepertinya keponakanku itu harus diberikan peringatan terlebih dahulu."
"Jika Hany bangun pasti dia akan mencarinya terus," ucap sang ibu cemas.
"Tenang saja Eva, putrimu akan baik-baik saja."
"Terima kasih Sofia, kau sudah baik sekali dengannya."
"Dia sudah kuanggap seperti putriku sendiri, coba saja Baswara mau menunggu sedikit lagi pasti mereka berdua sudah menikah sekarang. Semua karena wanita miskin itu, tenang saja sebagai sahabatmu aku punya solusinya."
"Apa yang akan kau lakukan?"
"Tenang saja." Sofia tersenyum licik sembari memikirkan sesuatu yang jahat.
***
Kani hanya memegang botol airnya sedari tadi tidak berniat untuk meminumnya sama sekali, sementara seorang pria di hadapannya itu sibuk menghisap rokoknya.
Mereka berdua berada di warung yang terletak tak jauh dari tempat neneknya dirawat.
"Apa yang kau lakukan di sini?" tanya Kani yang tidak mau memandang pria yang seharusnya ia panggil ayah itu.
"Hanya kebetulan lewat," ucap ayahnya sembari memeriksa ponselnya.
"Dari mana kau tau nenek dirawat di sini?"
"Apa menurutmu ada hal yang tidak kuketahui tentang kalian? Kita ini keluarga bukan? Jelas aku harus memperhatikan semua hal bahkan yang kecil sekalipun."
"Aku bukan keluargamu!" ucap Kani menatapnya dengan pandangan menantang sementara pria itu membalas tatapannya sambil tersenyum mengejek.
"Suka atau tidak, ada darahku di dalam tubuhmu. Aku pergi dulu, tapi ingat nanti jika aku menghubungimu kau harus menjawabnya," ucapnya sambil menyentak tangan Kani untuk mendekat padanya.
"Jangan pikir aku akan menurutimu."
"Baiklah, tapi jangan salahkan aku jika sesuatu terjadi pada nenek tua itu," dia berucap sangat pelan agar hanya mereka berdua yang mendengarnya.
Ayahnya pun berlalu dari pandangannya menyisakan Kani yang lemas terduduk berusaha untuk memahami apa yang baru saja terjadi. Pria itu meninggalkan dia waktu kecil, sesekali dia kembali pulang tapi setiap kali dia ada di rumah Kani tidak sanggup melihatnya.
Pria itu seorang pemabuk berat dan ketika dia sudah sangat mabuk emosinya meledak dan membuat semua orang menjadi sasarannya termasuk Kani, terkadang ketika dia dipukul neneknya akam datang untuk datang melindungi dirinya.
Puncaknya sewaktu Kani mulai masuk SMA ayahnya dipecat dari pekerjaannya sebagai supir keluarga kaya karena kebiasaan buruknya yang suka mencuri, dia diburu polisi dan kabur meninggalkan Kani dan neneknya belum lagi ternyata baru diketahui dia meninggalkan hutan di mana-mana, waktu itu nenek kerja keras demi menghidupi Kani dan membayar semua hutang itu sementara dia diam-diam bekerja di sebuah restoran selepas pulang sekolah.
Kini orang itu kembali lagi mengganggu hidupnya yang sudah tenang dengan kehadirannya pasti akan timbul masalah yang baru pikirnya.
Kani pun masuk kembali ke dalam ruangan neneknya dan mengambil ponsel untuk mengabari Baswara yang mungkin dalam beberapa hari ini dia akan menjaga neneknya dan tidak akan kembali ke rumah.
Malam itu Kani tidur di salah satu penginapan yang bertuliskan Rumah Bu Dewi terletak tepat di samping Lentera , dia tidak membawa baju ganti atau apapun itu. Kani berpikir untuk menginap malam itu saja dan kembali ke rumah neneknya besok untuk mengambil beberapa barang dan kembali lagi siangnya.
***
Keesokan pagi Kani sudah tiba di rumah neneknya dan bergegas masuk ke dalam. Ia terkejut melihat sang ayah yang sedang asik menyantap makanan sambil menonton televisi.
"Bagaimana kau bisa masuk?" tanya Kani yang masih terpaku di depan pintu.
"Penyewa lantai atas yang membukakannya untukku, katanya dia punya kuncimu."
Kani menyayangkan tindakan itu tapi juga tidak bisa menyalahkan Kevin sepenuhnya. Dia lantas masuk ke kamarnya dan mengepak beberapa baju ke dalam sebuah tas ransel. Tiba-tiba ayahnya masuk dan melemparkan dua buah tiket pesawat.
"Apa ini?" tanya Kani bingung sembari memegang tiket itu. Sementara ayahnya bersender di pintu sambil menyalakan sebatang rokok.
"Dua hari lagi kita pindah ke Kalimantan, aku punya kenalan yang bisa mengurus nenekmu, dia orang pintar bisa mengobati segala macam penyakit."
"Sudah kubilang aku tidak akan menurutimu."
"Apa alasanmu Kani? Pekerjaanmu? Atau suamimu, siapa namanya Baswara?" Kani terperanjat tak percaya bahwa ayahnya bisa mengetahui pernikahannya juga.
"Siapa yang bilang padamu? Bagaimana kau bisa tau?" tanya Kani tergagap.
"Aku tau semua Kani, aku juga tau soal kontrak itu," ucap pria itu serasa menjadi pemenang dalam pertarungan pagi itu.
"Katakan apa maumu?"
"Bukankah sudah kubilang, kita akan pindah dua hari lagi jadi cepat selesaikan urusanmu dan untuk nenekmu akan kuurus prosesnya besok."
"Bagaimana jika aku menolak," ucap Kani dengan air mata yang sudah menggenang di pelupuk matanya, ia lalu teringat pada momennya bersama Baswara yang dirasanya sangat sebentar.
"Kau tidak punya pilihan lain Kani. Jika kau menolak aku pastikan ibu mertuamu dan orang-orang yang berkaitan dengan suamimu akan mendengar cerita lengkapnya. Aku tidak tanggung jika terjadi hal yang buruk, itu keputusanmu." Air mata Kani mulai turun perlahan membasahi pipinya, ia ingin berteriak sekencang mungkin merutuki takdir buruk yang selalu menimpanya.
***
Baswara sore itu singgah ke klinik sahabatnya Axel karena merasa kesepian dengan kepergian Kani tapi mau bagaimana lagi ini menyangkut tentang kondisi neneknya ia harus maklum. Tadinya ia akan menyusul wanita itu tapi akhirnya dia memutuskan untuk mendengarkan Kani kalau neneknya agak susah menerima kehadiran orang asing dan takutnya akan memperburuk kondisinya.
Dia pun menunggu Axel yang sedang menangani pasien di ruangan sebelah sambil membaca beberapa majalah.
Ponsel Baswara tiba-tiba berdering, "Halo," ucap Baswara menjawab telepon dari kakaknya.
"Bas, mama masuk rumah sakit."